Pagi yang sama dengan hari ini, dua tahun yang lalu, tepatnya 29 Juli 2018 gempa bumi berkekuatan 6,4 magnitudo mengguncang Pulau Lombok. Gempa darat ini merupakan awal dari rangkaian Gempa Lombok tahun 2018 sebagai akibat aktivitas sesar naik di utara Lombok.
Masyarakat Lombok, kehilangan sanak keluarga beserta harta bendanya. Ini adalah peristiwa yang layak dikhidmati.
Selain itu dalam hitungan hari kita juga akan merayakan hari Kemerdekaan pada 17 Agustus, sekaligus hari istimewa; Hari Perumahan Nasional (Hapernas), yang persisnya akan jatuh pada tanggal 25 Agustus, terekam sebagai tonggak penegasan komitmen pemerintah dalam menyediakan hunian layak.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 564 korban jiwa meninggal, 1.116 korban luka dan total kerugian harta benda mencapai Rp12,15 triliun.
Terungkap pula bahwa kerusakan terbesar berasal dari bangunan dan rumah dengan nilai mencapai Rp10,15 triliun (Mahardika, 2020). Data Kemensos menjabarkan ada 71.937 unit rumah dalam kondisi rusak berat dan tidak bisa ditempati berimbas pada arus pengungsi mencapai 417.529 jiwa (Amirullah, 2018).
Sulit rasanya menerima kenyataanrumah tempat masyarakat bernaung berubah rupa menjadi puing. Seakan sisa reruntuhan itu menjadi perekam kepiluan mereka.
Duka, tangis dan trauma terpancar jelas dari raut muka Amak Saleha (63 tahun), penduduk Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur (Fauzie, 2018).
Tatapan matanya kosong, Ia hanya sanggup memandangi rumah yang dulu dibangun atas jerih payah sendiri dan telah ditempati puluhan tahun kini menjadi rata tanah. Rumah tak stabil lagi menahan tanah yang berguncang hingga seketika saja rumah runtuh, atap ambruk, hingga pilar penyangga patah terbelah.
Inisiatif Pemerintah Pusat menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2018 tentang percepatan rehabilitasi pasca bencana gempa di NTB kiranya menjadi komitmen pemerintah untuk membangun kembali rumah-rumah masyarakat.
Kementerian PUPR secara responsif terus menerus berupaya menyelesaikan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah terdampak. supervisi teknis pembangunan rumah telah diberikan kepada kelompok masyarakat (Pokmas) pada tingkat kecamatan dan data terbaru telah terbangun kembali 694 fasilitas umum, seperti sekolah, masjid, dan pasar (Kementeraian PUPR, 2020).
Agar tugas berat ini maksimal Pemerintah tidak bisabekerja sendiri, perlu ada upaya kerja secara bergotong-royong antara pemerintah, pemangku kepentingan dan masyarakat.
Kementerian PUPR di bawah intsturksi Menteri Basuki Hadimuljono, menghadirkan berbagai terobosan untuk membangun kembali rumah masyarakat.
Misalnya, kebijakan mengirim CPNS Kementerian PUPR 2017, dalam tugas kemanusiaan bersama untuk membantu rehabilitasi (Kementerian PUPR, 2018). Selama enam bulan, bahkan tidak pulang ketika misi belum selesai. Semua harus siap sebagai wujud pengabdian.
Pesan yang dapat menjadi teladan bersama, “bahwa bekerja itu bukan sekadar menjalankan pekerjaan, tetapi harus memegang teguh budaya kerja yang berorientasi misi, kerja tim dan profesional (Kementerian PUPR, 2019).”
Maka tidak berlebihan kiranya ketika rumah dimaknai serupa “rahim ibu” tempat kehidupan dirawat, rumah adalah tempat menguatkan yang rapuh, sesuatu yang pantas bagi mereka yang telah berkorban, kehilangan sanak-keluarga dan harta benda. Maka tujuannya setiap yang terdampak gempa harus segera kembali memiliki rumah.
Bergotong-royong atas dasar nilai-nilai kemanusiaan untuk merekahkan kembali harapan dalam rangka menyongsong pagi yang cerah. Nilai-nilai ini harus terus menerus dinternalisasikan kepada anak-cucu agar tumbuh dalam kepekaan hingga kelak tumbuh menjadi pemimpin.
Presiden Joko Widodo pernah meninjau langsung para korban kemudian memberikan tugas pada Kementerian PUPR untuk melakukan supervisi bersama pihak TNI, Kodam, BNPB dengan pelibatan masyarakat untuk membangun kembali rumah masyarakat (Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, 2017).
RTG di Lombok
Kementerian PUPR dalam melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah pasca gempa di NTB, mengedepankan prinsip build back better (BBB) (Kementerian PUPR, 2019). BBB merupakan konsep yang dipilih atas dasar kebermanfaatan ketika diterapkan.
Konsep ini selain di Indonesia juga diadopsi banyak negara Anggota PBB yang bersumber dari Kerangka Sendai. Inti dari BBB jika dilekatkan dengan konteks masyarakat dan kebudayaan Indonesia maka dapat diartikan dengan gotong royong bersama.
Konsep ini diinisiasi Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe pernah menyampaikan pidato pada pembukaan Konferensi PBB terkait BBB sebagai konsep baru, yang bersumber dari kearifan masyakatat Jepang yang secara historis telah berpengalaman pulih pasca bencana sekaligus mempersiapkan masa depan gemilang.
Konsep ini disahkan pada Konferensi Dunia PBB Ketiga pada 14-18 Maret 2015 tentang Pengurangan Risiko Bencana, sebagai konsep holistik yang menjadikan bencana sebagai pemicu untuk menciptakan negara dan masyarakat menjadi lebih tangguh daripada sebelumnya.
Pengalaman di Indonesia, sebelum di Lombok pernah tercatat dalam rekonstruksi rumah terdampak gempa di Jawa Tengah tahun 2006.
Tim Rekonstruksi Badan Kerjasama Internasional Jepang juga menggunakan konsep ini secara bergotong royong dalam membangun kembali rumah tahan gempa dalam kurun 2 tahun yang berhasil membangun lebih kurang 100.000 rumah.
Pembangunan rumah tahan gempa di Lombok, dilakukan melalui pelibatan masyarakat secara penuh dan pendampingan fasilitator. Kolaborasi segenap elemen bangsa, terdiri dari pihak PUPR, TNI dan pihak-pihak lainnya. Menjadi langkah luar biasa guna mempercepat pembangunan.
Secara terencana para fasilitator mengintensifkan sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat, para insinyur dari Kementerian PUPR bertugas mengawasi dan mendampingi untuk membangun rumah tahan gempa.
Pada prinsipnya masyarakat dibebaskan untuk memilih jenis konstruksi yang digunakan dalam membangun rumah, tetapi dengan syarat harus memenuhi kriteria tahan gempa. Material yang digunakan bisa beton, bambu, bisa juga kayu, bisa juga berbentuk rumah panggung (Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, 2019).
Pekerjaan ini berlangsung dengan penuh optimisme, targetnya selesai dalam rentang enam bulan. Demi mempercepat pemulihan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kiranya inilah hakikat mendapatkan rumah pertama untuk mendapatkan kehidupan kembali.
Rumah dibutuhkan sebagai kebutuhan dasar, selain tempat berlingdung sekaligus untuk fasilitas agar keluarga dapat mendidik anak-anak. Adanya rumah sekaligus menjadi tanggungjawab bersama dalam kebermanfaatan untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa.
Metode Rekompak
Kesadaran untuk bekerjasama dengan praktik gotong royong merupakan budaya dan kearifan masyarakat Nusantara yang telah tertanam sejak nenek moyang kita dulu.
Kita pernah hampir kehilangan jati diri dan nilai-nilai budaya gotong-royong. Namun, kiranya tetap ada hikmah yang dapat dipetik, situasi ini menjadi momentum untuk mengembalikan dan melestarikan semangat gotong royong atas inisiasi Kementerian PUPR bersama masyarakat.
Beragam upaya inovatif juga telah dilakukan Kementerian PUPR, misalnya permintaan kepada Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Provinsi NTB agar membuka depo bahan bangunan di kecamatan dan desa demi kelancaran masyarakat untuk membangun.
Upaya lain yaitu masyarakat secara gotong royong melalui suatu metode yang disebut Rekompak (Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman berbasis Komunitas) membangun rumah dengan menerapkan teknologi rumah tahan gempa.
Tim Rekompak secara terpadu terdiri 400 insinyur muda, relawan PNS Kementerian PUPR, Satgas Penanggulangan Bencana Kementerian PUPR di Provinsi NTB, Satgas Rehab Rekon Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP) Ditjen Cipta Karya, Satgas Rehab Rekon Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Ditjen Cipta Karya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR.
Bersama mahasiswa dan relawan secara terpadu bergotong royong membangun rumah pascabencana gempa di NTB (PUPR, 2019). Gotong royong itu sudah selalyakanya mendapat apresiasi dan menuai penghargaan yang berhak disandang bersama.
Penutup
Para ahli geologi, sudah sering kali mengatakan bahwa wilayah Indonesia akan sering mengalami gempa bumi. Mengedukasi dan menanamkan budaya literasi kebencanaan kepada masyarakat merupakan cara agar masyarakat memahami urgensi membangun rumah tahan gempa.
Dalam hakikatnya upaya itu dapat diinterpretasi sebagai merealisasikan harapan untuk kembali “Meraih Mimpi Rumah Pertama” bagi masyarakat Indonesia dengan rumah yang lebih mebjamin keamanan dan keselamatan.
Membangun kembali rumah-rumah yang telah luluh lantah ini, rasanya bahkan bisa melampaui kebahagian keluarga kecil yang baru mendapatkan rumah pertamanya. Membangun kembali rumah pasca gempa adalah upaya mewujudkan kembali harapan yang nyaris pupus untuk dapat memiliki rumah, tempat bernaung dan menata kembali kehidupan.
Mengembalikan rumah bukan hanya menyelamatkan kehidupan, tetapi juga membangun kehidupan. Itulah nilai-nilai yang dapat kita khidmati bersama.
Mari gotong royong bersama seluruh elemen bangsa pemerintah dan masyarakat untuk terus menjaga bangsa kita dan senantiasi mengisi kemerdekaan. Selamat ulang tahun bangsa dan negaraku Indonesia
Pada akhirnya kita dapat kembali lagi pada makna hakiki dari rumah itu sendiri yaitu sebagai tempat awal berkembangnya kehidupan, berkeluarga, membesarkan anak, sebagai wadah pengembangan dan aktualisasi nilai-nilai kehidupan dan menyemaikan nilai-nilai budaya untuk membentuk generasi bangsa yang maju dan kompetitif.
Referensi
Amirullah. (2018, Agustus 25 ). Bertambah 8, Jumlah Korban Meninggal Gempa Lombok 563 Orang. Diambil kembali dari tempo.co
Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR. (2017, Agustus). Mengejar Progress Bedah Rumah. Maisona: Media Informasi dan Komunikasi Ditjen Penyediaan Perumahan, hal. 43.
Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR. (2019, Agustus). Desa Sade Desa Elok Andalan Wisata NTB. Maisona: Media Informasi dan Komunikasi Ditjen Penyediaan Perumahan, hal. 48-49.
Fauzie, Y. Y. (2018, Agustus 01). Ratapan Amak Saleha Kehilangan Rumah Akibat Gempa Lombok. Diambil kembali dari cnnindonesia.com
Kementeraian PUPR. (2020, Maret 18). Kementerian PUPR Selesaikan Rehabilitasi dan Rekonstruksi 694 Fasilitas Umum Pascabencana Gempa Bumi NTB. Diambil kembali dari pu.go.id
Kementerian PUPR. (2018, Oktober 09). Para CPNS Kementerian PUPR untuk Tetap Bekerja Keras dan Tanpa Pamrih sebagai Abdi Negara. Diambil kembali dari perumahan.pu.go.id
Kementerian PUPR. (2019, Januari 24). Kementerian PUPR Lanjutkan Rehabilitasi dan Rekonstruksi di NTB, Sulteng, Banten, dan Lampung. Diambil kembali dari pu.go.id
Kementerian PUPR. (2019, April 23). Menteri Basuki : Jadilah Orang PU Bukan Orang Yang Bekerja di PU. Diambil kembali dari pu.go.id
Mahardika, W. A. (2020, Juli 07). 4 Gempa Bumi Terdahsyat Indonesia dengan Kerugian Capai Puluhan Triliun Rupiah! Diambil kembali dari akurat.co
PUPR. (2019, April 23). Menteri Basuki : Jadilah Orang PU Bukan Orang Yang Bekerja di PU. Diambil kembali dari pu.go.id
Sodikin, A. (2018, 09 23). Melihat Kembali Gempa Lombok 2018 dan Sejarah Kegempaannya. Diambil kembali dari Kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H