Mohon tunggu...
Tiyan Purwanti
Tiyan Purwanti Mohon Tunggu... Guru -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sunset di Balik Berlin (Bagian 1)

27 Maret 2016   19:54 Diperbarui: 27 Maret 2016   20:04 1
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Emi, nama Gadis yang ditinggal 'mati' kekasih hatinya. Menatap kosong kearah laut sambil memegang bunga. Mematung. Terkadang pula tersenyum teramat manis malah seolah ia masih berdua.

Sudah dua pekan ia terus menyendiri seperti itu. Duduk sendiri. Membiarkan panas sinar matahari sore menerpa wajahnya. 

Sebenarnya tak ada banyak orang tahu tentang hubungan cintanya. Terkecuali aku dan keluarga. Tak ketinggalan juga pasti diary biru. Mungkin saat ini pun buku itu terselip di tas miliknya. Selalu berdua. Ah, bertiga tentunya, denganku bukan.

"Mungkin Tuhan sengaja menghukumku, Lan" katanya ketika aku mencoba menghibur. Bercerita keindahan pulau Dewata, berselancar, melihat penyu besar dan akan mengajaknya liburan bersama. Meski aku harus berpikir mendapat dana darimana selain menabung lagi. 

Tetapi ia hanya tersenyum tipis. Diam mendengarkan. tak ada sederet tanya penasaran atau tingkah bahwa sejak dulu ia gadis yang cerewet, bawel, tidak bisa tenang. aah, aku ingin berteriak dimana sosok Emi sahabatku dulu.

 

Sedalam apakah rasa cintanya padahal ia tak pernah bertatap wajah dengan pria tersebut. Pria brengsek yang membuatnya begini. Menggilainya. 

"Kenapa?" Tanyaku tanpa harus melihat wajah sendunya. 

"Karena aku sering mematahkan hati pria lain. Menolak mereka dengan kasar. Menjauh sebab kejijikan tampang. Aku merasa marah pada mereka yang seolah tuli"

Aku mengernyitkan kening. 

"Aku menyukainya, Lan.. meski belum pernah bertemu dengannya tetapi entah kenapa aku yakin dia akan datang.. dan rencana itu terlaksana" 

Kalimatnya terputus. bisa kulihat air menggenangi mata seorang gadis yang sejujurnya sudah kutaksir sejak SMA kelas dua. 

"Dan kini Tuhan menghukumku. Merasakan cinta lalu mematahkannya persis yang kulakukan seperti pada pria-pria yang datang memintaku"

"Tidak, Mi, berpikirlah positif.." sepositifnya aku yang selalu yakin kamu akhirnya bersandar padaku. 

Ia mengusap mata. Hatiku ikut merasa. Marah pada pria yang menggantungkan cinta pada gadis yang ku..

"Terimakasih, Lan" katanya lirih. Kini matanya menatap matahari yang dalam hitungan menit  akan tenggelam dalam lautan.

Kini kutatap jelas wajahnya. Emi yang kukasihi sekaligus kukasihani. Gadis ini mau sampai kapan merasa tak perlu tahu aku menyukainya. Sampai kapan. 

 

 

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun