Mohon tunggu...
Muhammad Eko Purwanto
Muhammad Eko Purwanto Mohon Tunggu... Dosen - ALUMNI S3 UNINUS Bandung

Kuberanikan diri mengubah arah pikiran dan laku. Menyadarinya tanpa belenggu, dan identitas diri. Memulai hidup, merajut hidup yang baru. Bersama Maha Mendidik, temukan diri dalam kesejatian. Saatnya berdamai dengan kesederhanaan. Mensahabati kebahagiaan yang membebaskan. Cinta, kebaikan, dan hidup yang bermakna, tanpa kemelekatan yang mengikat. Hidup berlimpah dalam syafaat ilmu. Mendidikku keluar dari kehampaan. Hidup dengan yang Maha Segalanya, Menjadi awal dan akhirnya dari kemulyaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menemukan Jalan di Tengah Paradoks?!

10 Oktober 2024   15:10 Diperbarui: 10 Oktober 2024   15:18 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Dok. Pribadi.

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Kehidupan ini, pada kenyataannya, penuh dengan paradoks. Salah satu paradoks terbesar yang kita temui adalah hubungan antara pendidikan formal dan kesuksesan finansial. Di satu sisi, ada cerita tentang individu-individu yang meninggalkan pendidikan formal mereka di usia muda, namun berhasil mengumpulkan kekayaan yang luar biasa. Di sisi lain, kita melihat banyak orang dengan gelar akademik yang tinggi tetapi kesulitan dalam mencapai stabilitas ekonomi. Fenomena ini mengundang pertanyaan mendalam tentang esensi dari pendidikan dan kekayaan itu sendiri ?!

Imam Ghazali, seorang filosof Muslim yang terkenal, pernah berkata, "Tujuan pendidikan adalah membuat seseorang menjadi pencari dalam hidup." Ini berarti bahwa esensi pendidikan sebenarnya bukanlah sekadar akumulasi pengetahuan atau pencapaian gelar tertentu, tetapi bagaimana kita bisa menggunakan pengetahuan itu untuk mencari nilai-nilai dan tujuan dalam hidup.

Namun, di era modern ini, nilai pendidikan sering kali diukur berdasarkan seberapa cepat dan seberapa banyak ia bisa menghasilkan keuntungan material. Hal ini dapat membuat kita keluar dari jalur pencarian nilai sejati dari pengetahuan tersebut. Paradoks muncul ketika kita mulai bertanya-tanya, apakah pendidikan hanya alat untuk mencapai kekayaan, atau ada sesuatu yang lebih dalam dan signifikan yang bisa kita peroleh ?!

Kita sering mendengar argumen, bahwa membangun usaha dan jaringan jauh lebih berharga daripada pendidikan formal. Memang, keterampilan praktis dan jaringan yang kuat bisa menjadi pendorong utama kesuksesan di dunia bisnis. Tetapi, kita harus mengingat, bahwa pendidikan formal bukan hanya tentang akademik, tetapi juga tentang pembentukan karakter dan moral.

Filosof Muslim lainnya, Al-Farabi, berbicara tentang pentingnya kebajikan dalam kehidupan. Dia meyakini bahwa kebahagiaan sejati dicapai melalui kehidupan yang berbudi luhur. Dalam konteks ini, pendidikan tidak bisa diartikan secara sempit sebagai sekadar alat untuk mendapatkan pekerjaan atau kekayaan, tetapi sebagai pelatihan menuju kehidupan yang lebih bermakna.

Bila kita mengekstrapolasi pandangan ini ke paradigma modern, banyak dari kita yang terjebak dalam standar materialistik tentang kesuksesan, yang sering kali mengabaikan aspek-aspek esensial dari pendidikan. Dalam banyak kasus, kita lebih khawatir tentang angka-angka keuntungan daripada dampak positif yang bisa kita berikan kepada orang lain.

Menghadapi paradoks ini, kita perlu merenung dan menemukan keseimbangan. Kita tidak bisa serta merta menolak manfaat dari memiliki pengetahuan praktis serta jaringan yang kuat dalam kehidupan berwirausaha. Namun, kita juga tidak bisa mengabaikan nilai-nilai yang dibawa oleh pendidikan formal dan pengalaman akademik.

Ibn Khaldun mengajarkan kita tentang signifikanitas konteks sosial dalam membentuk kehidupan individu. Dia menyebutkan, bahwa baik pendidikan maupun kekayaan memiliki tempatnya masing-masing dalam struktur sosial. Pendidikan berfungsi sebagai fondasi yang memperkuat struktur budaya dan intelektual, sementara kekayaan dapat mendorong pembangunan dan inovasi.

Dengan demikian, ketika kita memilih jalur hidup, penting bagi kita untuk menimbang kualitas dan tujuan yang ingin dicapai. Kekayaan dapat memberikan kenyamanan dan kesempatan, tetapi pengetahuan dan kebijakan dari pendidikan memberikan panduan untuk menggunakannya secara tepat dan bertanggung jawab.

Kita tidak bisa menampik fakta, bahwa lingkungan sosial dan kesempatan sangat mempengaruhi bagaimana kedua aspek ini diinterpretasikan dan dijalankan dalam kehidupan seseorang. Salah satu kebijakan yang bisa diambil adalah menggunakan pendidikan untuk memberdayakan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan yang mungkin tidak kita sadari sebelumnya.

Sementara itu, kita juga harus menghormati mereka yang memilih jalur berbeda dan tetap memberikan kontribusi besar dalam masyarakat. Orang-orang yang memulai usaha dari bawah tanpa pendidikan formal memberikan contoh nyata tentang kekuatan tekad dan kerja keras.

Dalam pandangan Rumi, perjalanan dalam hidup lebih penting daripada perhentian akhir. Ini berarti bahwa proses belajar, berjuang, dan berkembang menjadi lebih penting daripada penanda-penanda kesuksesan material semata. Pemikiran ini membawa kita pada pemahaman bahwa apa yang kita pelajari dari setiap langkah dalam hidup mempengaruhi siapa kita sebenarnya !?

Pendidikan, dalam bentuk apa pun, seharusnya menjadi instrumen untuk memperkaya pengalaman manusia. Ini adalah alat untuk membuka pikiran kita terhadap ide dan perspektif baru yang memampukan kita untuk beradaptasi dalam situasi dan tantangan yang berbeda.

Maka, yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana kita mengukur keberhasilan? Apakah dengan banyaknya angka di rekening bank kita, atau dengan seberapa dalam kita mengerti arti keberadaan kita di dunia ini? Kita perlu merenungkan kembali bagaimana mendefinisikan 'kekayaan' dalam hidup kita.

Untuk itu, kita harus menyerap kebijaksanaan dari berbagai sumber dan memahami bahwa jalan menuju sukses tidaklah satu arah. Kesuksesan bisa datang dalam berbagai bentuk, dan tidak selalu dengan cara-cara konvensional yang selama ini kita yakini.

Ibn Arabi mengatakan bahwa setiap langkah menuju pengetahuan adalah langkah menuju Tuhan. Dalam konteks ini, pengetahuan dan pendidikan bisa menjadi jalan kita untuk menemukan makna yang lebih dalam dan tujuan yang lebih luhur dalam hidup.

Oleh karena itu, penting untuk terus membuka diri terhadap pengalaman baru dan menyeimbangkan antara kecerdasan emosional dan intelektual. Kita harus mampu melihat setiap situasi, tidak hanya sebagai tantangan tetapi juga sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh.

Kita harus menerima bahwa kehidupan adalah serangkaian pembelajaran yang tiada henti, di mana kita bisa mendapatkan pelajaran dari semua aspek, baik dari pendidikan formal maupun dari pengalaman nyata di luar kelas.

Pada akhirnya, memahami paradoks dalam hidup ini adalah memahami bahwa kita masing-masing memiliki jalan kita sendiri. Yang terpenting adalah bagaimana kita memanfaatkan setiap pengetahuan, pengalaman, dan kesempatan untuk terus berkembang dan berbagi dengan orang lain. Hanya dengan membuka pikiran dan hati kita, kita akan menemukan kebijaksanaan sejati di tengah-tengah paradoks kehidupan ini !? Wallahu A'lamu Bishsawwab.

Bekasi, 10 Oktober 2024.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun