Perlu adanya kebijakan dari dalam untuk membedakan antara kebutuhan sejati dan keinginan yang dipicu oleh persepsi eksternal. Mengapa harus mencemaskan kekurangan materi, jika kebahagiaan sejati justru ditempa oleh pengalaman dan kebijaksanaan? Seperti yang dinyatakan oleh Kahlil Gibran, "Dalam kebutuhan paling dalam jiwa, tidak semua bisa terjemahkan oleh materi."
Melihat dari perspektif psikologi manusia, Abraham Maslow menguraikan hierarki kebutuhan yang berfokus pada pemenuhan potensi personal di puncaknya, bukan sekadar pencapaian material. Dasar dari kesehatan mental yang baik adalah penerimaan diri dan realisasi diri, yang sering kali diabaikan.
Di tingkat komunitas, dukungan sosial serta hubungan interpersonal yang sehat lebih memiliki pengaruh positif terhadap kebahagiaan dan rasa aman dibandingkan harta benda. Hubungan sehat juga menjadi semacam "penjamin"Â dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi, mengingat dukungan emosional yang diberikan satu sama lain.
Pada akhirnya, filsafat kehidupan dan kesehatan mental menyatakan bahwa pencapaian ketentraman batin melibatkan pemahaman mendalam tentang diri sendiri dan pemaknaan hidup yang lebih spiritual, bukan materialistik. Ishaq al-Kindi, seorang filsuf Muslim, menekankan pentingnya rasionalitas dan pemikiran mendalam dalam mengelola emosi dan mencapai kehidupan yang baik.
Dalam menghadapi rasa takut yang kerap dihadirkan oleh faktor eksternal seperti finansial dan media sosial, diperlukan upaya introspeksi dan sadar diri. Agustinus dari Hippo menasihati untuk mencintai apa yang paling dalam dari diri kita yang mengarah kepada kebaikan sejati.
Kesadaran bahwa ketentraman sejati tidak bisa dibeli merupakan langkah pertama menuju kebahagiaan yang lebih tulen dan bertahan lama. Alexander Solzhenitsyn menggambarkan bahwa kekayaan hati jauh lebih berarti daripada kekayaan materi yang bersifat sementara.
Pada akhirnya, dalam mengejar ketenangan jiwa di tengah kecemasan finansial dan hiruk-pikuk sosial, kita harus mengingat bahwa lahirnya rasa damai, lebih pada penerimaan diri dan kasih yang tulus. Harta yang tak ternilai bukanlah uang atau barang, tetapi kedamaian dari kekayaan batin yang terus menerus kita asah dan kembangkan ?!. Wallahu A'lamu Bishshawaab.
Bekasi, 29 Agustus 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H