Mohon tunggu...
Muhammad Eko Purwanto
Muhammad Eko Purwanto Mohon Tunggu... Dosen - ALUMNI S3 UNINUS Bandung

Kuberanikan diri mengubah arah pikiran dan laku. Menyadarinya tanpa belenggu, dan identitas diri. Memulai hidup, merajut hidup yang baru. Bersama Maha Mendidik, temukan diri dalam kesejatian. Saatnya berdamai dengan kesederhanaan. Mensahabati kebahagiaan yang membebaskan. Cinta, kebaikan, dan hidup yang bermakna, tanpa kemelekatan yang mengikat. Hidup berlimpah dalam syafaat ilmu. Mendidikku keluar dari kehampaan. Hidup dengan yang Maha Segalanya, Menjadi awal dan akhirnya dari kemulyaan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendobrak Tradisi, Bagaimana Filsafat Pendidikan Melawan Konservatisme Ilmu di Abad-21?!

27 Agustus 2024   11:55 Diperbarui: 27 Agustus 2024   12:56 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Di tengah arus perubahan yang begitu cepat dan tak terduga, dunia keilmuan dihadapkan pada sebuah tantangan besar. Konservatisme ilmu, yang seringkali terjebak dalam tradisi dan dogma, harus berhadapan dengan kebutuhan akan inovasi, kreativitas, dan adaptasi yang mendesak. 

Dalam konteks ini, filsafat pendidikan memegang peran penting sebagai katalisator perubahan, mendorong masyarakat ilmiah untuk menjawab panggilan zaman. Sebagaimana Albert Einstein pernah berkata, "Tidak mungkin kita memecahkan masalah dengan cara berpikir yang sama ketika kita menciptakannya."

Salah satu isu mendasar yang dihadapi dalam dunia keilmuan adalah dikotomi antara pemikiran konservatif dan progresif. Kaum konservatif cenderung mempertahankan status quo, memegang teguh tradisi dan doktrin yang sudah mapan. 

Sementara itu, pemikir progresif mendorong perubahan, menekankan pentingnya inovasi dan adaptasi terhadap realitas yang terus berubah. Bagi Plato, pengetahuan sejati bukanlah sekadar akumulasi informasi, melainkan kemampuan untuk "melihat" kebenaran di balik realitas yang tampak. 

Dengan demikian, filsafat pendidikan bertugas untuk membebaskan pikiran manusia dari belenggu dogmatisme, mendorong mereka untuk berpikir kritis dan kreatif.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, fenomena konservatisme ilmu terlihat jelas dalam berbagai aspek. Kurikulum yang kaku, metode pengajaran yang berpusat pada guru, serta minimnya ruang bagi siswa untuk bereksplorasi dan berinovasi, menjadi cermin dari ketidaksiapan sistem pendidikan dalam menghadapi tuntutan zaman. 

Sebagaimana diungkapkan oleh Paulo Freire, "Pendidikan yang sejati adalah proses pembebasan, bukan indoktrinasi." Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu menggugat dan mempertanyakan praktik-praktik konservatif yang menghambat kemajuan.

Salah satu isu krusial yang menjadi sorotan adalah pembiayaan pendidikan. Di Indonesia, alokasi anggaran pendidikan melalui APBN dan APBD masih belum memadai, berkisar hanya 20% dari total anggaran. Akibatnya, kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru menjadi rendah, sehingga sulit untuk mengharapkan perubahan yang signifikan. Sebagaimana dikatakan oleh Confucius, "Apabila engkau berencana untuk satu tahun, tanamlah padi. Jika engkau berencana untuk sepuluh tahun, tanamlah pohon. Namun, jika engkau berencana untuk seumur hidup, didiklah manusia." Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu meyakinkan pemerintah dan masyarakat akan pentingnya investasi jangka panjang dalam bidang pendidikan !?

Gambar: Dok. Pribadi.
Gambar: Dok. Pribadi.

Lebih lanjut, filsafat pendidikan juga harus mampu mengkritisi dogma-dogma ilmiah yang seringkali menjadi penghalang bagi kemajuan. Sebagaimana dikatakan oleh Thomas Kuhn, "Paradigma ilmiah yang mapan cenderung menolak teori-teori baru yang tidak sesuai dengan konsensus yang ada." 

Dalam konteks ini, filsafat pendidikan bertugas untuk mendorong masyarakat ilmiah agar bersedia membuka diri terhadap perspektif-perspektif baru, mengembangkan pengetahuan yang lebih holistik dan responsif terhadap perubahan.

Hal ini sejalan dengan pandangan Jean-Jacques Rousseau, yang menekankan pentingnya pendidikan yang berpusat pada peserta didik, memfasilitasi mereka untuk mengembangkan potensi dan kemampuan belajar secara mandiri. 

Dengan demikian, filsafat pendidikan harus mampu mengubah paradigma pembelajaran, dari yang semula berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Guru tidak lagi ditempatkan sebagai pemilik otoritas tunggal, melainkan sebagai fasilitator yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan mandiri.

Dalam upaya mendobrak konservatisme ilmu, filsafat pendidikan juga harus mampu menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Sebagaimana diungkapkan oleh Aristoteles, "Teori tanpa praktik adalah hampa, sementara praktik tanpa teori adalah buta." Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu mengintegrasikan pemikiran teoritis dengan realitas lapangan, menghasilkan inovasi-inovasi yang dapat diterapkan secara nyata untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Di sisi lain, filsafat pendidikan juga harus mampu menjawab tantangan globalisasi dan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Sebagaimana dikatakan oleh Marshall McLuhan, "Teknologi adalah perpanjangan dari diri manusia." Dengan demikian, filsafat pendidikan harus mampu memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk memperluas cakrawala pengetahuan, mendorong kolaborasi global, dan memfasilitasi pembelajaran yang lebih efektif dan inovatif.

Gambar: Dok. Pribadi.
Gambar: Dok. Pribadi.

Dalam konteks Indonesia, filsafat pendidikan harus mampu menjawab tantangan keberagaman budaya dan sosial yang ada. Sebagaimana dikatakan oleh Confucius, "Pendidikan yang baik adalah yang dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lokal." 

Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu mengembangkan kurikulum dan metode pembelajaran yang responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat, serta menghargai kearifan lokal sebagai sumber pengetahuan.

Selain itu, filsafat pendidikan juga harus mampu menghadirkan ruang bagi partisipasi aktif masyarakat, termasuk orang tua dan pemangku kepentingan lainnya. Sebagaimana diungkapkan oleh John Dewey, "Pendidikan adalah rekonstruksi pengalaman." 

Dengan demikian, filsafat pendidikan harus mampu mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses pembelajaran, sehingga pendidikan dapat menjadi wahana untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang dihadapi oleh komunitas.

Dalam upaya mendobrak konservatisme ilmu, filsafat pendidikan juga harus mampu menciptakan iklim akademik yang mendukung kreativitas dan inovasi. Sebagaimana dikatakan oleh Albert Einstein, "Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan." 

Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu mengembangkan kurikulum dan metode pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk berpikir di luar kerangka yang sudah ada, mengeksplorasi ide-ide baru, dan mengambil risiko untuk menciptakan sesuatu yang berbeda.

Di sisi lain, filsafat pendidikan juga harus mampu mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, seperti empati, toleransi, dan kebijaksanaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Confucius, "Pendidikan yang baik adalah yang dapat membangun karakter yang baik." 

Dengan demikian, filsafat pendidikan harus mampu mengintegrasikan aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik tidak hanya memiliki pengetahuan, tetapi juga kemampuan untuk bersikap dan berperilaku dengan bijaksana.

Gambar: Dok. Pribadi.
Gambar: Dok. Pribadi.

Dalam konteks Indonesia, filsafat pendidikan juga harus mampu menjawab tantangan ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin nyata. Sebagaimana dikatakan oleh Paulo Freire, "Pendidikan adalah praktik kebebasan." 

Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu mengembangkan model-model pembelajaran yang dapat memfasilitasi mobilitas sosial, mendorong pemerataan akses dan kualitas pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Selain itu, filsafat pendidikan juga harus mampu menjembatani dunia akademik dengan kebutuhan pasar kerja. Sebagaimana diungkapkan oleh Alfred North Whitehead, "Tujuan pendidikan adalah untuk memberikan kecakapan hidup." 

Dengan demikian, filsafat pendidikan harus mampu mengembangkan kurikulum dan program pendidikan yang relevan dengan kebutuhan industri dan lapangan kerja, sehingga lulusan dapat memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Dalam upaya mendobrak konservatisme ilmu, filsafat pendidikan juga harus mampu mempromosikan prinsip-prinsip etika dan integritas akademik. Sebagaimana dikatakan oleh Bertrand Russell, "Pendidikan yang baik adalah yang dapat membangun karakter yang baik." Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu mengembangkan sistem evaluasi dan penilaian yang adil, transparan, dan bebas dari praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Di sisi lain, filsafat pendidikan juga harus mampu menjawab tantangan perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana diungkapkan oleh David Orr, "Pendidikan yang baik adalah yang dapat membangun kesadaran ekologis." 

Dengan demikian, filsafat pendidikan harus mampu mengembangkan kurikulum dan program pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, serta mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif dalam upaya-upaya pelestarian alam.

Gambar: Dok. Pribadi.
Gambar: Dok. Pribadi.

Selain itu, filsafat pendidikan juga harus mampu mempromosikan kesetaraan gender dan menghargai keberagaman. Sebagaimana dikatakan oleh bell hooks, "Pendidikan adalah praktik kebebasan." Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu mengembangkan model-model pembelajaran yang dapat menghilangkan bias-bias gender, serta mendorong penghargaan terhadap perbedaan latar belakang, identitas, dan aspirasi peserta didik.

Dalam upaya mendobrak konservatisme ilmu, filsafat pendidikan juga harus mampu menjawab tantangan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Sebagaimana diungkapkan oleh Marshall McLuhan, "Medium adalah pesan." 

Dengan demikian, filsafat pendidikan harus mampu mengembangkan strategi-strategi pembelajaran yang dapat memanfaatkan teknologi secara efektif, serta mendorong peserta didik untuk memiliki literasi digital yang memadai.

Di sisi lain, filsafat pendidikan juga harus mampu menjawab tantangan kesehatan mental dan kesejahteraan peserta didik. Sebagaimana dikatakan oleh Viktor Frankl, "Manusia adalah makhluk yang mencari makna." Oleh karena itu, filsafat pendidikan harus mampu mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan emosional dalam proses pembelajaran, serta mendorong pengembangan praktik-praktik mindfulness dan kesadaran diri.

Selain itu, filsafat pendidikan juga harus mampu mempromosikan pendidikan sepanjang hayat. Sebagaimana diungkapkan oleh Malcolm Knowles, "Pembelajaran adalah proses, bukan produk." Dengan demikian, filsafat pendidikan harus mampu mengembangkan model-model pembelajaran yang dapat memfasilitasi peserta didik untuk terus belajar dan bertumbuh sepanjang hidupnya, serta mendorong mereka untuk mengembangkan keterampilan belajar mandiri.

Pada akhirnya, menghadapi tantangan konservatisme ilmu di abad ke-21, filsafat pendidikan memegang peran penting sebagai katalisator perubahan. Dengan mengintegrasikan pemikiran-pemikiran filosofis yang progresif, filsafat pendidikan dapat mendobrak tradisi, mendorong inovasi, dan membangun paradigma baru dalam dunia keilmuan. 

Melalui upaya-upaya ini, filsafat pendidikan dapat memfasilitasi transformasi sistem pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan zaman, menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, berpikir kritis, dan memiliki kompetensi yang relevan dengan tuntutan pasar kerja. 

Dengan demikian, filsafat pendidikan menjadi kunci untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, merata, dan berkelanjutan di Indonesia. Wallahu A'lamu Bishshawaab.

Bekasi, 27 Agustus 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun