Oleh. Wira D. Purwalodra
"Aku berpikir, maka aku ada,"Â sebuah ungkapan terkenal dari Ren Descartes, yang menyiratkan betapa mendalam pengaruh pikiran terhadap eksistensi kita. Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk dengan spektrum keinginan yang luas dan mendalam, bercermin pada getaran batinnya yang unik. Filsafat telah lama menggali misteri keterhubungan antara keinginan dan realita, mengupas lapisan demi lapisan dari cara pikiran dan perasaan mempengaruhi dunia luar.
Setiap individu adalah unik, dengan keinginan dan harapan yang berbeda. Keinginan yang jernih dan kuat menciptakan getaran khusus dalam diri kita, yang kemudian mempengaruhi lingkungan sekitar. Hukum tarik-menarik, atau Law of Attraction, berprinsip bahwa kita menarik hal-hal yang sefrekuensi dengan getaran kita. Sebagaimana dikatakan oleh Buddha, "Apa yang kita pikirkan, itulah yang kita jadi." Pikiran dan perasaan adalah frekuensi yang mengalir di semesta, dan apa yang kita pancarkan beresonansi kembali kepada kita.
Pikiran adalah energi, dan energi adalah magnet yang kuat. Ketika kita berfokus pada keinginan kita dengan ketulusan dan intensi yang jelas, kita menciptakan aliran energi yang menuntun kita menuju realisasi keinginan tersebut. Sang filsuf Rumi pernah berkata, "Apa yang kamu cari sebenarnya juga sedang mencarimu." Artinya, apa yang kita cari sebenarnya juga sedang mencari kita, terhubung dalam tarian energi dan getaran.
Namun, tidak cukup hanya memendam keinginan dalam pikiran. Keinginan perlu didukung dengan keyakinan dan tindakan nyata. Getaran yang kuat tercipta tidak hanya melalui pikiran, tetapi melalui tindakan yang konsisten dan penuh kesadaran. "Bertindaklah seolah-olah apa yang kamu lakukan membuat perbedaan. Itu memang terjadi," kata William James, menggarisbawahi pentingnya setiap langkah kecil yang diambil dengan keyakinan penuh.
Perhatian dan niat yang kita tanamkan dalam setiap tindakan menciptakan kondisi untuk keinginan kita terwujud. Kepercayaan diri menjadi bahan bakar utama yang mendukung energi dan mencapai tujuan. Albert Einstein pernah menyatakan, "Imajinasi adalah segalanya. Ia adalah pratinjau dari atraksi kehidupan yang akan datang." Imajinasi, sebagai manifestasi tertinggi dari getaran positif, memungkinkan kita melihat dan merasakan keinginan kita menjadi nyata sebelum itu benar-benar terjadi.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia ini terkadang penuh ketidakpastian. Untuk tetap berada pada jalur realisasi keinginan, diperlukan rasa syukur dan kesadaran penuh. Eckhart Tolle menegaskan, "Mengakui kebaikan yang sudah kamu miliki dalam hidupmu adalah fondasi untuk segala kelimpahan." Syukur adalah magnit yang menyelaraskan pikiran dan getaran kita dengan kelimpahan dan kebahagiaan, menarik lebih banyak hal baik ke dalam hidup kita.
Selain itu, karma mengajari kita bahwa setiap pikiran dan tindakan memiliki konsekuensi. Hukum sebab-akibat ini mengingatkan kita untuk selalu menabur kebaikan dan kebajikan, agar getaran positif terus mengalir dalam kehidupan kita. "Apa yang kamu tanam, itulah yang akan kamu panen," sebuah pepatah yang mengingatkan kita akan kekuatan resonansi dan daya tarik tindakan kita.
Keseimbangan antara keinginan dan realita bukanlah hal yang mudah dicapai. Diperlukan pengetahuan mendalam tentang diri dan lingkungan sekitar. Dalam filsafat Zen, konsep "Wu Wei" mengajarkan kita bertindak tanpa usaha yang dipaksakan; maraming dengan aliran alami, menuju resonansi yang seimbang antara keinginan dan realita. Berserah adalah kunci penting, mempercayai proses alam semesta yang bekerja sesuai dengan getaran kita.
Mengisi hari dengan praktik kontemplasi dan meditasi dapat membantu kita menjaga getaran diri tetap tinggi. Seperti yang dikatakan oleh Socrates, "Hidup yang tidak direfleksikan tidak layak untuk dijalani."Â Refleksi diri menjadi sangat esensial untuk memahami dan merespon getaran-getaran halus yang muncul dari keinginan dan kehidupan sehari-hari kita.