Satu minggu terakhir ini kita dikejutkan dengan kecepatan temuan kasus covid19 di Amerika Serikat, Spanyol, German, dan Prancis. Amerika semakin melejit di depan, tidak terbendung meninggalkan lawannya jauh di belakang.Â
Saat ini telah mencapai 311ribu (4 April 2020), Amerika terus mengebut target temuan kasus per harinya. Tren kenaikan mulai meningkat dari tanggal 10 Maret, dari 290 kasus per hari, lalu 20 Maret menjadi 5588 per hari, dan kemarin sekitar 34ribu per hari, dan sepertinya akan terus meningkat per harinya sampai beberapa hari ke depan.
Di belahan negara-negara Eropa juga tidak mau kalah bersaing. Spanyol, tiba-tiba menyalip Italia setelah dalam 10 hari terakhir berhasil menyalip China, dan membayangi Amerika dan terus meninggalkan jauh di belakang capaian negara-negara Eropa lainnya.Â
Namun mulai kemarin, peta kekuatan negara Eropa telah berubah, Spanyol berhasil mendahului Italia dengan menemukan kasus 6969 dalam sehari, setelah dalam 4 hari sebelumnya sekitar 7100 sampai 8100 kasus per hari. Sementara Italia masih sekitar 4500 sampai 4800 dalam 4 hari terakhir.
Hal yang diluar dugaan adalah Perancis, yang secara tiba-tiba melonjak drastis dalam 3 hari terakhir membayangi ketat negara Eropa lainnya. Perancis berhasil melejit dari 59ribu menjadi 89ribu, dengan kenaikan sangat tajam terjadi pada dua hari lalu.Â
Bayangkan dalam satu hari bisa mendeteksi 23.060 kasus covid19. Perancis dan German sepertinya bisa menjadi pesaing ketat Spanyol, meninggalkan Italia yang mulai cenderung telah sampai ke titik optimum temuan kasus per harinya.
Belajar dari negara-negara tersebut, maka Indonesia seharusnya bisa mengambil hikmah. Kecepatan virus ini luar biasa untuk menginfeksi penduduk di suatu wilayah.Â
Negara-negara tersebut secara serius melindungi masyarakatnya, agar dapat menemukan kasus, mengisolasi pasien, dan memberikan perawatan.Â
Walaupun pada akhirnya terjadi over kapasitas ketersediaan fasilitas layanan kesehatan. Dengan semakin cepat ditemukan kasus dan dibatasi mobilitas penduduk, maka wabah covid19 dapat segera diselesaikan.
China dan Korea Selatan adalah contoh terbaik dalam menyelesaikan wabah covid19 ini, mereka mampu dapat menurunkan puncak kasus dalam waktu 30 hari, dan saat ini temuan kasus per harinya sudah semakin rendah dibawah 100 kasus per hari.
Bandingkan respon dan tindakan yang dilakukan oleh negeriku yang tercinta ini. Sudah lebih dari 40 hari dari temuan kasus pertama, namun upaya penemuan kasus secara massal melalui deteksi lab belum bisa dijalankan.Â
Masih mengedepankan faktor ekonomi dibandingkan menyelesaikan masalah kesehatan (sebagai penyebab). Menurut saya sangat ironis kinerja capaiannya. Sampai saat ini total seluruh pemeriksaan specimen yang diterima lab hanya 7986 spesimen, bahkan rata-rata hasil penerimaan dalam 3 hari terakhir hanya 130 spesimen per hari.Â
Jika ada 44 lab rujukan, artinya rata-rata hanya 3 kasus/hari yang mampu diperiksa. Sangat rendah kapasitasnya. Padahal jumlah penduduk Indonesia sekitar 250juta. Jadi wajar saja, temuan kasus covid19 di Indonesia yang terlaporkan resmi bisa dikatakan sangat rendah.Â
Padahal proxy indicator kasus covid19 dapat dilihat dari angka PDP dan ODP yang cenderung meningkat tiap harinya di berbagai daerah. Bahkan Pak Anis sudah mulai teriak dengan menggunakan indikator dari data pemakaman di DKI Jakarta, yang dimakamkan sesuai prosedur covid19 telah diatas kasus remi yang terlaporkan.
Pemerintah telah menerapkan strategi untuk mengurangi pergerakan penduduk dan program physical distancing, perluasan jaring pengaman social dan berbagai paket ekonomi.Â
Namun hal ini masih dianggap tidak efektif. Masih banyak masyarakat yang tidak peduli. Bahkan terjadi migrasi penduduk dari zona merah covid19 ke berbagai daerah.Â
Masalah yang berkembang justru isu stigma dan diskriminasi di masyarakat, yang menimpa petugas kesehatan, penduduk yang pulang kampung, sampai jenazah yang ditolak dimakamkan di wilayahnya. Efek domino yang ditimbulkan menjadi jauh lebih besar saat ini, sampai ke bidang-bidang lainnya, terutama ekonomi.
Semoga para pengambil kebijakan di negeri ini dapat mengambil pembelajaran dari negara di benua Amerika dan Eropa, bahwa kecepatan penularan kasus ini sangat luar biasa. Kuncinya semakin cepat bergerak, untuk mengatasi sumber masalah, maka persoalan ini akan cepat selesai.Â
Semakin memperlambat mencari kasus covid, maka semakin menyebar kasus ini dan akan semakin lama menyelesaikanya yang berimplikasi terhadap makin besar penderitaan masyarakat dan pendanaan yang dibutuhkan makin besar. Â
Untuk itu, mohon percepat pelaksanaan tes covid19 secara agresif dan massif ke masyarakat, agar kita bisa memperlambat dan mencegah penularannya.Â
Pergunakan seluruh potensi lab yang ada selain tes PCR, misalkan fasilitas TCM yang tersedia pada program TB. Walaupun katanya, mesin TCM (917 buah) sudah mulai menua dan rusak, manfaatkan yang masih bisa dipergunakan diperkirakan ada 390 mesin.Â
Berita lain yang saya dengar, ada WNI yang menemukan alat tes covid portable, dan ingin membantu Indonesia tetapi masih belum mendapat ijin dari pemerintah, padahal alat tersebut sudah diakui dan dipakai di berbagai negara Eropa.Â
Jadi sebenarnya, ada potensi yang telah terbangun, hal semacam ini yang perlu dipercepat. Selain itu, berikan daerah untuk memperkuat sistem lab mereka, apalagi tren kasus ODP dan PDP semakin bertambah setiap daerah. Bila harus menunggu konfirmasi lab rujukan, yang berjumlah 44, tentu sangat terlambat dalam penanganan kasusnya.
Hal yang perlu dibarengi adalah ketersediaan alat pelindung diri (ADP) petugas, obat & bahan habis pakai, serta reagen, ventilator, dsb. Hal yang mungkin perlu diwaspadai adalah penyebaran makin massif ke daerah, padahal kapasitas daerah sangat terbatas.Â
Semoga pemerintah kita .c.q Satgas covid19 bisa bergerak lebih cepat dan lebih baik untuk melindungi penduduk Indonesia, agar Ibu pertiwi tidak semakin menangis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI