Masih mengedepankan faktor ekonomi dibandingkan menyelesaikan masalah kesehatan (sebagai penyebab). Menurut saya sangat ironis kinerja capaiannya. Sampai saat ini total seluruh pemeriksaan specimen yang diterima lab hanya 7986 spesimen, bahkan rata-rata hasil penerimaan dalam 3 hari terakhir hanya 130 spesimen per hari.Â
Jika ada 44 lab rujukan, artinya rata-rata hanya 3 kasus/hari yang mampu diperiksa. Sangat rendah kapasitasnya. Padahal jumlah penduduk Indonesia sekitar 250juta. Jadi wajar saja, temuan kasus covid19 di Indonesia yang terlaporkan resmi bisa dikatakan sangat rendah.Â
Padahal proxy indicator kasus covid19 dapat dilihat dari angka PDP dan ODP yang cenderung meningkat tiap harinya di berbagai daerah. Bahkan Pak Anis sudah mulai teriak dengan menggunakan indikator dari data pemakaman di DKI Jakarta, yang dimakamkan sesuai prosedur covid19 telah diatas kasus remi yang terlaporkan.
Pemerintah telah menerapkan strategi untuk mengurangi pergerakan penduduk dan program physical distancing, perluasan jaring pengaman social dan berbagai paket ekonomi.Â
Namun hal ini masih dianggap tidak efektif. Masih banyak masyarakat yang tidak peduli. Bahkan terjadi migrasi penduduk dari zona merah covid19 ke berbagai daerah.Â
Masalah yang berkembang justru isu stigma dan diskriminasi di masyarakat, yang menimpa petugas kesehatan, penduduk yang pulang kampung, sampai jenazah yang ditolak dimakamkan di wilayahnya. Efek domino yang ditimbulkan menjadi jauh lebih besar saat ini, sampai ke bidang-bidang lainnya, terutama ekonomi.
Semoga para pengambil kebijakan di negeri ini dapat mengambil pembelajaran dari negara di benua Amerika dan Eropa, bahwa kecepatan penularan kasus ini sangat luar biasa. Kuncinya semakin cepat bergerak, untuk mengatasi sumber masalah, maka persoalan ini akan cepat selesai.Â
Semakin memperlambat mencari kasus covid, maka semakin menyebar kasus ini dan akan semakin lama menyelesaikanya yang berimplikasi terhadap makin besar penderitaan masyarakat dan pendanaan yang dibutuhkan makin besar. Â
Untuk itu, mohon percepat pelaksanaan tes covid19 secara agresif dan massif ke masyarakat, agar kita bisa memperlambat dan mencegah penularannya.Â
Pergunakan seluruh potensi lab yang ada selain tes PCR, misalkan fasilitas TCM yang tersedia pada program TB. Walaupun katanya, mesin TCM (917 buah) sudah mulai menua dan rusak, manfaatkan yang masih bisa dipergunakan diperkirakan ada 390 mesin.Â
Berita lain yang saya dengar, ada WNI yang menemukan alat tes covid portable, dan ingin membantu Indonesia tetapi masih belum mendapat ijin dari pemerintah, padahal alat tersebut sudah diakui dan dipakai di berbagai negara Eropa.Â