Tanggal 23 Juni sore, pesawat ATR mendarat di bandara Umbu Mehang Kunda, Waingapu, Sumba Timur. Kami mengambil bagasi di terminal kedatangan darurat. Rasanya selama bertahun-tahun pembangunan bandara ini belum rampung juga. Kolom-kolom tiang masih terlihat telanjang. Pendeta Naftali menjemput. Selama sekitar 3 jam kami menyusuri jalan yang sepi dan gelap sepanjang seratusan kilometer. Jelang tengah malam kami sudah sampai dan segera tidur.
Keesokan harinya, kami merangkai baja ringan sebagai kerangka penahan panel surya. Ada sepuluh panel surya yang akan dipasang. Semuanya dikerjakan oleh warga secara bergotong royong. Jelang makan siang, rangka panel surya sudah selesai dirangkai, lalu kami bawa ladang di pinggir sungai. Om Heru memberikan pengarahan untuk pemasangan jaringan listrik. Ternyata mereka sudah membuat pondok di pinggir sungai sehingga bisa dipakai untuk pemasangan kotak kontrol dan dua buah aki penyimpan daya. Matahari sudah terbenam ketika instalasi PLTS itu pun akhirnya terpasang. Dengan memanfaatkan sisa-sisa matahari sore, panel itu dapat menangkap cahaya matahari untuk selanjutnya tersimpan di dalam aki. Akan tetapi, pompa submersible belum sempat terpasang sehingga kami harus bersabar menunggu hari berikutnya.
Keesokan paginya saat matahari muncul, om Heru mulai menghidupkan PLTS. Hanya dalam dua jam, baterai dapat terisi penuh. Itu artinya, PLTS berfungsi sempurna untuk mengubah sinar matahari menjadi tenaga listrik. Agenda berikutnya adalah memasang pompa air di dalam sungai. Aliran sungai ini cukup stabil. Meskipun pada musim kemarau selalu saja ada air yang mengalir. Sepanjang tidak ada penebangan pohon secara ugal-ugalan maka aliran sungai ini tetap terjaga. Saat mengamati aliran sungai ini, timbul gagasan untuk mencoba budi daya ikan sistem keramba. Saya mengajukan ide itu kepada mereka.
"Tapi bagaimana kalau ada orang yang menangkap ikan dengan setrum? Atau membuang racun ke sungai?" tanya salah satu warga.
Pendeta Naftali berkata, "Kita perlu mendorong pemerintah untuk membuat peraturan untuk melarang aktivitas yang dapat merusak sungai. Jika tidak bisa dikeluarkan di tingkap pemerintah kabupaten, kita bisa mendesak pemerintah desa untuk membuat peraturan desa."
Mereka mengangguk setuju. Saya senang mendengarnya. Batu yang dilemparkan di tengah kolam yang berair tenang telah menimbulkan riak-riak gelombang.
Seorang pemuda mencebur ke dalam sungai setinggi dada untuk memasang pompa. Om Heru lalu menyambungkan kabel listrik dan selang plastik pada pompa. Inilah saat-saat yang mendebarkan. Apakah listrik tenaga surya dapat memberi tenaga pada pompa? Apakah debit air yang diangkat cukup memadai untuk bertanam sayur?
Klik! Om Heru memencet saklar pompa.
Seeeerrrrr! Bunyi pompa mulai bekerja.