Mohon tunggu...
Purnawan Kristanto
Purnawan Kristanto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Purnawan adalah seorang praktisi komunikasi, penulis buku, penggemar fotografi, berkecimpung di kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Menulis di blog pribadi http://purnawan.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Podcast Imajiner dengan Pontius Pilatus

2 April 2021   10:51 Diperbarui: 2 April 2021   11:01 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu hanya faktor sampingan. Faktor utama adalah perkataan dari Imam Kayafas. Saat itu dengan santun Imam Besar itu berbisik: "Tugas Anda di sini adalah mempertahankan adat kebiasaan kami. Kalau Anda gagal melakukan ini, maka Anda bukan lagi sahabat kaisar."

Kata-kata itu menusuk tajam di dalam telinga saya. Rupanya Imam Besar itu sudah tahu bahwa Kaisar Tiberius belum sepenuhnya percaya pada kesetiaan saya. Penyebabnya karena saya pernah bersahabat dengan  Sejanus. Padahal Sejanus ini adalah musuh kaisar Tiberius. Jika mahkamah Sanhedrin melapor ke Tiberius, maka tamatlah karier. Tidak hanya itu, mungkin dia dan keluarganya juga akan ditumpas juga. Yang semakin membuat saya risau adalah bisikan Claudia Procula, isteri saya.

Menurut catatan Matius, isteri Anda mengirimkan pesan: "Jangan lakukan sesuatu apa pun terhadap Orang benar itu. Tadi malam aku bermimpi tentang Dia dan aku sangat terganggu." Mengapa dia berkata begitu?

Saat saya bertugas di Yudea, Procula memang mulai tertarik pada ajaran Yesus. Akan tetapi karena posisi saya memangku jabatan penting dalam kekaisaran Romawi, maka dia tidak berani terang-terangan menunjukkan minatnya.

Nah, jika mereka melaporkan hal ini juga kepada kaisar, maka makin berat beban saya.

Lalu Anda akhirnya terpaksa menjatuhi hukuman mati?

Secara yuridis, saya tidak menjatuhi hukuman mati kepada pemuda itu. Saat itu saya berkata kepada massa, "Dengarkanlah aku, hai orang-orang Israel. Pengadilan ini tidak menyatakan bahwa Yesus dari Nazaret ini bersalah, tapi karena Mahkamah Senhedrin menghukum mati, dan karena prefek Roma harus menghormati dan melindungi hukum agama Yahudi, maka orang ini akan disalibkan."

Sesudah itu saya membasuh tangan di depan orang banyak. Itu sebagai pertanda bahwa saya tidak bersalah terhadap darah orang ini.

Kalau disimak dari obrolan kita tadi, Anda bisa tahu kan bahwa saya tidak ujug-ujug menjatuhi hukuman mati. Saya menggunakan segala cara untuk membebaskan pemuda dari Galilea itu. Soal tindakan simbolik mencuci tangan itu, coba Anda pikirkan dalam posisi saya. Saya harus mempertimbangkan kepentingan saya dan keluarga. Apakah saya harus mengorbankan karier dan keselamatan keluarga demi pemuda desa yang bahkan tidak aku kenal secara pribadi?

Ngomong-omong, sebenarnya Anda telah berjasa terhadap kekristenan. Sebab dengan mati tersalib, Yesus telah menjadi Juruselamat dunia. Jadi Anda bisa memaknai penyebutan nama Anda pada pengakuan iman sebagai bentuk apresiasi terselubung. Tanpa peran Anda, mungkin ceritanya akan lain.

Syukurlah. Sekarang saya merasa lega dan dapat beristirahat dengan tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun