Mohon tunggu...
Purnawan Kristanto
Purnawan Kristanto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Purnawan adalah seorang praktisi komunikasi, penulis buku, penggemar fotografi, berkecimpung di kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Menulis di blog pribadi http://purnawan.id/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Begini Modus yang Biasa Digunakan Penipu Melalui Telepon

31 Januari 2017   05:01 Diperbarui: 31 Januari 2017   08:43 25609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SumberL http://money.cnn.com

Saya sudah berkali-kali menerima panggilan telepon dari penipu. Sampai sekarang, saya belum terjerat jebakan betmen mereka. Usaha yang terakhir adalah penipu mencoba memperdaya konsumen pengguna rekening ponsel (telepon seluler). Saya menjadi nasabah sebua bank yang yang memungkinkan transaksi hanya menggunakan nomor ponsel. Penelepon mengaku dari sebuah bank, tapi anehnya menggunakan nomor seluler (0818386182). Ini tidak lazim untuk praktik perbankan. Modusnya adalah menginformasikan perubahan tarif biaya untuk pengguna fasilitas ini. Dia mengatakan bahwa nasabah akan dikenai biaya Rp. 150 ribu yang langsung dipotong dari saldo nasabah.

Biaya ini sangat besar dan tentu mengejutkan nasabah. Tapi karena sudah curiga bahwa ini penipuan, maka saya pura-pura masuk dalam perangkapnya. Padahal saya tidak pernah membuka rekening ponsel. Penelepon itu lalu mengatakan jika saya menolak perubahan skema tarif itu, maka dia menawarkan untuk melakukan pengkinian data. Untuk itu, dia meminta saya menyebutkan user ID saya. Saya lalu ingat SMS yang dikirim berkali-kali dari pihak bank yang mengnformasikan bahwa pihak bank tidak pernah meminta user id, pin, passcode, password dengan alasan apa pun. Saya menolak memberikan. Karena dia mendesak, maka saya mengujinya dengan memintanya menyebutkan nomor rekening saya, bukan nomor ponsel. Dia menjadi jengkel, sampai keceplosan ngomong, "goblok."

Saya bilang, "Kamu ini CS, kok bisa ngomong begitu?"

Dia semakin marah, hingga menyebut saya sebagai "pecundang!" sebelum akhirnya menutup sambungan telepon. Berikut ini rekaman pembicaraan teleponnya:

Petugas Customer Service yang asli tidak akan pernah memaki konsumen. Saya yakin bahwa orang yang menelepon saya adalah seorang penipu. Sayangnya saya belum sempat mengetahui modus penipuannya karena percakapan terhenti. Akan tetapi, setelah saya menelusuri di internet, saya menemukan modusnya:

Awal mulanya, sama dengan yang saya alami. Karena konsumen menolak tarif baru, maka konsumen diminta untuk kode one time pin (OTP) yang akan dikirimkan pihak bank ke ponsel calon korban. (Kemungkinan besar, penipu memasukkan nomor handphone ke permintaan transfer. Seperti biasa, pihak bank akan mengirimkan kode verifikasi lewat SMS).
Pada menit itu juga, sebuah kode OTP dari nomor  resmi bank. Seharusnya pihak nasabah tidak boleh memberikan info kode ini pada siapa pun. 

Setelah mendapatkan kode , penelepon minta password.  Segera setelah calon korban menyebutkan password, maka saldo rekening akan segera terkuras. 

***

Modus lainnya adalah menyaru sebagai polisi.  Dia mengaku berdinas di polda Jatim. Karena saya tidak "memakan umpannya", dia lalu buru-buru menutup telepon. Setelah saya telusuri di internet, ternyata modusnya adalah lelang mobil murah. Pelaku menawarkan lelang mobil sitaan polisi dengan harga lebih murah dari pasaran.

Modus yang digunakan pelaku untuk menipu dilakukan dengan menawarkan berbagai merk mobil, dan meminta calon korban menyerahkan uang muka menjadi peserta lelang sebesar Rp5 juta sampai Rp30 juta.  Uang muka diminta pakai transfer. Tawaran ini adalah penipuan karena Polda Jatim tidak pernah melaksanakan lelang kendaraan, baik mobil sitaan atau kendaraan dinas. 

***

Bagi para pengguna telepon seluler tentu sudah tidak heran lagi menjadi sasaran percobaan penipuan. Hampir setiap hari kita mendapat kiriman SMS telah memenangkan undian. Ujung-ujungnya, kita diminta uang.  Pengalaman pertama saya ditelepon oleh penipu adalah pada tahun 2007. Modusnya memberitahukan bahwa saya menang undian. Saat itu, penipuan berkedok undian belum semarak sekarang ini. Ceritanya dapat dibaca di sini. 

Tidak hanya perseorangan. Bahkan institusi gereja pun pernah jadi sasaran penipuan. Usai gempa tqhun 2006, ada orang yang mengaku dari pejabat di Departemen Agama. Dia menyebutkan bahwa Departemen Agama berjanji akan memberikan bantuan kepada gereja-gereja yang rusak karena digoyang gempa. Namun dia meminta uang lebih dulu agar bantuan itu dapat dicairkan. Ceritanya dapat dibaca di sini.

Dari hari ke hari, penipu berusaha mencari cara-cara baru untuk memperdaya masyarakat. Mereka semakin menyempurnakan tekniknya sehingga orang yang waspada sekali pun dapat terjerat masuk perangkap. Tentu ini menggelisahkan. Meski polisi sudah berkali-kali membongkar sindikat penipuan ini, tapi jumlahnya seolah tak berkurang. Lalu bagaimana menyikapi situasi ini? Bagaimana caranya supaya tidak tertipu? Prinsipnya adalah waspada jika ditawari mendapat uang atau hadiah dengan mudah. Ada istilah dalam bahasa Inggris bahwa kita harus curiga jika tawaran itu to good to be true. Maksudnya, jika penawaran itu terlalu muluk dan menggiurkan, kita justru harus waspada. 

Hendaknya kita tidak mengumbar data atau informasi pada orang asing. Jangan sembarangan memberikan data tentang nomor telepon, nama lengkap, tanggal lahir, nama ibu kandung, alamat, dan juga kode rahasia (PIN, password, nomor ID) pada orang yang tidak terpercaya karena rentan untuk disalahgunakan.

Semoga tulisan ini bermanfaat memberikan peringatan kepada orang lain. Jika Anda punya pengalaman serupa, sudilah kiranya berbagi cerita atau tautannya pada bagian komenta di bawah.

Salam!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun