Aku dan mbak Tina secara bergantian menyampaikan materi tentang cara mengajar sekolah minggu yang efektif dan menarik. Peserta kali ini berasal dari guru sekolah minggu dari berbagai gereja di Purwokerto. Bahkan gereja Katolik juga mengutus peserta. Peserta yang paling jauh berasal dari Cilacap. Untuk menyegarkan suasana, lebih dulu aku ajak mereka bermain-main. Setelah menyampaikan materi, aku mengajak guru sekolah minggu dari berbagai gereja itu untuk membuat alat peraga. Ternyata mereka sangat antusias. Sayangnya karena waktu yang terbatas, mereka tidak bisa berkarya secara maksimal. Selanjutnya giliran mbak Tina membagikan contoh-contoh berbagai alat peraga untuk membangkitkan ide di antara GSM. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Karya GSM"]
[/caption] Pukul setengah sembilan malam, kami mengakhiri acara terakhir dan bersiap pulang. Namun sebelumnya, kami harus mencari makan malam lebih dulu. Kami mampir di warung bakmi nyemek. Pengunjungnya cukup banyak. Ini menunjukkan bahwa masakan warung makan itu mungkin enak. Saat kami melirik meja lain, setidaknya ada lima meja yang sedang menunggu pesanan makanan. Jika setiap meja terdapat tiga orang maka setidaknya ada 15 orang kelaparan yang menunggu pesanan datang. Sayangnya, hanya ada satu koki yang memasak. Jika satu pesanan membutuhkann waktu 4 menit, maka setidaknya kami harus menunggu satu jam sebelum bisa mengisi perut. Itu terlalu lama. Kami putuskan untuk mencari tempat makan lain saja. Sesampai di Sokaraja, kami mampir di Di warung
soto "Seger" di jl Jendral Sudirman 200, Sokaraja, terjadi dialog ini: Pelayan: "Minumnya apa pak?" Aku: "Lemon tea hangat." Pelayan: "Maaf, tidak ada pak." Aku: "Kalau begitu, saya pesan teh hangat, terus diperesi jeruk nipis. Ada?" Pelayan: "Ada pak." Pelayan berlalu. Aku, Arie Saptaji, Agustina Wijayani, dan Agus Dwi Cahya ngakak.
Soto adalah kuliner unggulan Sokaraja. Keunikannya soto Sokaraja adalah pada kaldunya yang kental dan ketupat sebagai pengganti nasi. Setengah sepuluh malam, kami meluncur ke arah Jogja.
Memasuki hutan Pager Alang kami masih melihat pengemis yang mengharapkan remah-remah rejeki dari pengendara yang lewat (baca tulisansebelumnya). Di sepanjang jalan kami sering berpapasan dengan bus malam jurusan Jakarta dan Bandung. Sisi jalan sebelah kiri dari Purwokerto menuju Jogja ternyata lebih buruk daripada arah sebaliknya. Pukul 1:30, kami sudah sampai di Jogja. Kami mengantarkan mbak Tina ke rumahnya lebih dulu. Selanjutnya mas Agus dan mas Arie mengantarkan aku pulang ke Klaten. Sampai di rumah pukul dua dini hari. Aku segera melepaskan kantuk yang aku tahan-tahan selama empat setengah jam perjalanan.
Tulisan sebelumnya: Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Lihat Travel Story Selengkapnya