Mohon tunggu...
Purnawan Kristanto
Purnawan Kristanto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Purnawan adalah seorang praktisi komunikasi, penulis buku, penggemar fotografi, berkecimpung di kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Menulis di blog pribadi http://purnawan.id/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menghitung Anggaran Tabloid Obor Rakyat

12 Juni 2014   09:02 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:07 3458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1402513038934478609

[caption id="attachment_310784" align="alignnone" width="630" caption="Sumber foto: Kompas.com"][/caption]

Pada musim kampanye pilihan presiden ini beredar tabloid "Obor Rakyat." Kalau dilihat dari tampilan fisiknya, tabloid ini digarap dengan profesional. Akan tetapi bila disimak isinya, semua tulisan di dalamnya bernada memojokkan Jokowi, salah satu kandidatnya. Sudah banyak media yang mengulas tentang content (isi) media itu. Kesimpulannya, media ini tidak menjalankan kaidah jurnalistik sehingga tidak memenuhi syarat disebut sebagai produk pers. Tabloid ini lebih tepat disebut pamflet atau alat propaganda.

Saya tertarik untuk mengulasnya dari sisi manajemennya. Dengan jumlah halaman sebanyak 16 halaman, dicetak separasi, dan menggunakan kertas HVS maka ongkos cetaknya sekitar Rp. 3.000,- eksemplar.  Berapa oplag tabloid ini? Tidak ada data yang pasti karena sampai sekarang belum diketahui dengan jelas siapa yang menerbitkan pamflet ini. Akan tetapi menurut laporan media, tabloid ini pertama kali beredar di pondok pesantren wilayah Jawa Timur, kemudian menyusul di Jawa Barat. Setiap pondok pesantren mendapat kiriman 10-50 eksmplar. Kita ambil angka tengahnya yaitu 30 eksemplar.

Jumlah pondok pesantren di Jawa Timur ada sekitar 3000 buah.  Taruh kata, hanya 1/3 pondok pesantren saja yang mendapat kiriman itu. Berarti ada sekitar 30.000 tabloid ini beredar di Jawa Timur. Belakangan ini ada laporan bahwa tabloid ini juga beredar di wilayah Jawa Barat.  Jika diasumsikan jumlah pondok pesantren di Jawa Barat hampir sama dengan di Jatim, maka ada sekitar 60 ribu eksemplar tabloid yang beredar.

Dari angka tersebut maka pemilik tabloid harus membayar Rp. 3.000,- x 60.000  eks= 180.000.000,- untuk ongkos cetak.  Kemudian untuk membayar honor 'redaksi', honor grafis, dan penulis luar dipatok pada angka Rp. 50.000.000,- per edisi. Penerbit juga harus menyediakan ongkos kirim. Mereka harus mengirimkan tabloid ke sekitar 2.000 alamat di Jawa Barat dan Jawa Timur. Jika untuk setiap pengiriman membutuhkan ongkos kirim sebesar Rp, 25.000,- maka dibutuhkan biaya sebanyak Rp. 50 juta untuk pengiriman. Kemudian untuk sewa kantor, komunikasi, internet dan biaya ATK, taruh kata Rp, 10 juta per edisi.

Mari kita total pengeluaran:

Ongkos cetak    = Rp. 180.000.000,-

Honor                 = Rp.  50.000.000,-

Ongkos kirim  = Rp.  50.000.000,-

Overhead        = Rp.   10.000.000,-

----------------------------------------------  +

TOTAL                     Rp. 290.000.000,- (Dua ratus sembilan puluh juta rupiah).


Angka yang didapatkan cukup fantastis.

Lalu dari mana penerbit mendapatkan pemasukan? Tabloid ini dibagikan dengan gratis dan tanpa iklan. Sebuah terbitan bisa saja dibagikan secara gratis, namun konsekuensinya media tersebut akan banyak menampilkan iklan karena ongkos produksinya didapatkan dari pemasang iklan. Atau bisa saja, sebuah penerbitan tidak menampilkan iklan sama sekali. Mereka mengandalkan pemasukan dari hasil penjualan.

Tabloid ini tidak kedua-duanya.

Iklan        =   Rp. 0,-

Penjualan= Rp. 0,-


Maka kemungkinan besar, penerbit mendanai tabloid ini dari kantongnya sendiri (atau dari orang lain), dan tidak berharap mendapat penghasilan dari sirkulasi. Penerbit rela menghabiskan 300 jutaan per edisi. Dan baru saja telah terbit edisi kedua. Tidak menutup kemungkinan akan terbit lagi edisi ketiga dan seterusnya sampai pilpres berakhir.

Angka yang saya tampilkan tentu saja tidak akurat karena tidak tersedia data yang cukup. Akan tetapi hitung-hitungan ini menunjukkan satu hal: Pamflet ini tidak diterbitkan oleh sembarang orang. Pamflet ini diterbitkan oleh orang yang menganggap kehilangan uang ratusan juta (bahkan mungkin dapat mencapai milyaran) itu sebagai uang recehan.

Tabloid ini diterbitkan pihak yang memang berambisi mengeruk keuntungan yang berlipat-lipat dari uang yang sudah dia buang untuk menerbitkan pamlet ini.

==================

UPDATE (16/6)

Pengelola pamfet ini mengaku mencetak sebanyak 100.000 eksemplar. Mereka membayar honor penulis pesanan  sebanyak Rp. 2 juta (di luar honor redaksi).

Total pengeluaran:

Ongkos cetak    = Rp. 3.000,- x 100.000,- = Rp. 300.000.000,-

Honor                 = Rp.  50.000.000,-

Ongkos kirim  = Rp.  50.000.000,-

Overhead        = Rp.   10.000.000,-

----------------------------------------------  +

TOTAL                     Rp. 410.000.000,- (Empat ratus sepuluh juta rupiah).

Pamflet ini telah terbit 2 x sehingga menghabiskan setidaknya Rp. 810.000.000,-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun