Angka yang didapatkan cukup fantastis.
Lalu dari mana penerbit mendapatkan pemasukan? Tabloid ini dibagikan dengan gratis dan tanpa iklan. Sebuah terbitan bisa saja dibagikan secara gratis, namun konsekuensinya media tersebut akan banyak menampilkan iklan karena ongkos produksinya didapatkan dari pemasang iklan. Atau bisa saja, sebuah penerbitan tidak menampilkan iklan sama sekali. Mereka mengandalkan pemasukan dari hasil penjualan.
Tabloid ini tidak kedua-duanya.
Iklan     =  Rp. 0,-Penjualan= Rp. 0,-
Maka kemungkinan besar, penerbit mendanai tabloid ini dari kantongnya sendiri (atau dari orang lain), dan tidak berharap mendapat penghasilan dari sirkulasi. Penerbit rela menghabiskan 300 jutaan per edisi. Dan baru saja telah terbit edisi kedua. Tidak menutup kemungkinan akan terbit lagi edisi ketiga dan seterusnya sampai pilpres berakhir.
Angka yang saya tampilkan tentu saja tidak akurat karena tidak tersedia data yang cukup. Akan tetapi hitung-hitungan ini menunjukkan satu hal: Pamflet ini tidak diterbitkan oleh sembarang orang. Pamflet ini diterbitkan oleh orang yang menganggap kehilangan uang ratusan juta (bahkan mungkin dapat mencapai milyaran) itu sebagai uang recehan.
Tabloid ini diterbitkan pihak yang memang berambisi mengeruk keuntungan yang berlipat-lipat dari uang yang sudah dia buang untuk menerbitkan pamlet ini.
==================
UPDATE (16/6)
Pengelola pamfet ini mengaku mencetak sebanyak 100.000 eksemplar. Mereka membayar honor penulis pesanan  sebanyak Rp. 2 juta (di luar honor redaksi).
Total pengeluaran: