Penelitian oleh UNICEF pada 2023 mengungkapkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin di Indonesia sering kali mengalami diskriminasi dalam bentuk perlakuan tidak adil di sekolah, seperti kurangnya perhatian dari guru atau akses yang terbatas ke program-program tambahan.
Ketidaksetaraan dalam pendidikan juga memberi dampak psikologis yang mendalam bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Mereka sering merasa terisolasi, tidak dihargai, atau bahkan tidak kompeten ketika berhadapan dengan siswa yang berasal dari keluarga kaya yang memiliki akses lebih besar terhadap fasilitas pendidikan.
 Dampak psikologis ini, seperti rasa rendah diri dan kurangnya motivasi, memperburuk ketimpangan sosial dan memperkuat rasa putus asa terhadap kemungkinan perubahan status sosial.
Lebih dari itu, sistem pendidikan sering kali justru mempertahankan struktur kelas sosial yang ada. Pendidikan tidak hanya menciptakan jurang ketimpangan, tetapi juga menghambat pergerakan vertikal dalam masyarakat.Â
Sekolah-sekolah elit yang mengandalkan biaya tinggi dan seleksi ketat, misalnya, memperkecil kesempatan bagi mereka yang tidak memiliki akses finansial, sementara kebijakan pendidikan sering kali tidak cukup mendukung kebutuhan siswa dari kalangan marginal.Â
Penelitian yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Sosial Universitas Indonesia pada 2022 menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia sering kali memperkuat pembagian kelas ini, dengan akses yang lebih mudah diberikan pada anak-anak dari keluarga kaya.,
Lebih jauh lagi, pendidikan berfungsi sebagai wadah reproduksi ideologi yang mendukung kekuasaan kelas atas. Sistem pendidikan seringkali tanpa disadari mendistribusikan ideologi yang mempertahankan dominasi politik dan ekonomi kelompok elit.Â
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Institute for Policy Studies pada 2023, ditemukan bahwa kurikulum di Indonesia tidak cukup mencerminkan keberagaman sosial dan ekonomi negara, dengan lebih banyak memfokuskan pada nilai-nilai yang mendukung status quo dan memperkuat struktur kekuasaan yang ada.
Di Indonesia, kesenjangan pendidikan antara kelompok kaya dan miskin masih sangat mencolok. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, lebih dari 30% anak-anak dari keluarga miskin di daerah pedesaan tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA, sementara hanya 6% anak dari keluarga kaya yang menghadapi hal yang sama.Â
Ketidaksetaraan ini berdampak langsung pada mobilitas sosial mereka, dengan kelompok miskin kesulitan mengakses pekerjaan bergaji tinggi, memperburuk ketimpangan ekonomi dan sosial di negara ini.
Berdasarkan laporan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2023, meskipun ada kemajuan dalam kebijakan pendidikan untuk daerah 3T, seperti program Sekolah Penggerak dan peningkatan akses internet melalui Gerakan 100 Smart City, ketidaksetaraan pendidikan di daerah terpencil masih tetap menjadi tantangan.Â