Mohon tunggu...
Purnama Tambunan
Purnama Tambunan Mohon Tunggu... Tutor - Badminton Lover

""Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya" tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar. Terimalah dan hadapilah." (Soe Hok Gie)

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

First Date Wow Enggak Harus di Tempat Wow

22 Juni 2024   15:28 Diperbarui: 24 Juni 2024   04:00 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
First Date Wow Enggak Harus di Tempat Wow (Dokumen pribadi)

"Iya, kelihatan dari mukanya, tegang sekali," komentar dokter seraya mencermati saya. Sepertinya nervous menghadapi first date dan ekspresi menahan rasa perih di lambung berpadu dan tercermin jelas di wajah saya.

"Saya mau ketemuan sama cowok, Dokter," ujar saya malu-malu. Saya berharap dengan bercerita, nervous saya dapat berkurang. Ternyata tidak.

"Saya doain semoga jadi calon suami ya," kata dokter sambil tersenyum, lalu menyerahkan resep yang segera saya tebus.

Tepat di halte depan rumah sakit, Iban (begitu saya memanggil lelaki yang tadi didoakan dokter jadi calon suami) menjemput saya.

Dari atas motornya, Iban membawa kami ke mal terdekat. Dia memesan minuman dan makanan ringan di sebuah gerai. Karena di gerai tersebut tidak tersedia meja dan kursi, kami pindah dan bercakap-cakap di depan gerai lain yang menyediakannya untuk pengunjung mal.

Iban berinisiatif membuka percakapan. Ajaib, meskipun lambung masih terasa perih, nervous saya hilang. Pembawaannya yang supel mampu menyurutkan ketegangan saya. 

Saat berkenalan via aplikasi pesan, saya sempat menceritakan sedikit kepribadian bahwa saya seorang introvert dan pendiam. Mungkin karena ini dia lebih banyak berinisiatif memancing percakapan.

Kami sama-sama memberikan atensi selama kencan berlangsung. Kebetulan, saat itu ponsel saya berada di dalam tas dan entah kenapa tidak ada niat sama sekali untuk mengeluarkannya. Sedangkan Iban, meskipun dia meletakkan ponsel di meja, hanya sesekali saja mengengoknya. Kami tetap menjaga kontak mata saat berbicara. Hal ini tidak sulit karena saya tipe orang yang menatap mata lawan bicara saat berbicara.

Topik percakapan yang diinisiasinya juga fokus untuk saling mengenal, tidak melebar kemana-mana, mulai dari yang ringan hingga yang cukup menantang. Di luar dugaan, dia bahkan mengungkapkan keseriusannya membangun hubungan. Saya dapat memakluminya karena usia kami sudah lumayan matang. Dari percakapan yang terjalin, saya bahkan sudah dapat menangkap perbedaan di antara kami yang bagi saya krusial. Saya pun mengutarakan perbedaan ini.

Suasana tempat kami bercakap sebenarnya agak riuh, namun saya masih bisa menyimak dan menikmati percakapan kami. Benar-benar tidak menyangka, saya, si pendiam ini, ternyata bisa juga bertukar cerita dengan lelaki yang baru dikenal. 

Durasi percakapan kami bahkan lebih dari empat jam, sampai diusir suara announcer yang mengingatkan bahwa jam berkunjung sudah habis. Saking asyiknya bercakap, saya sampai melewati jadwal minum obat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun