Pebulu tangkis Indonesia melanjutkan tren positif membawa pulang gelar juara. Setelah berturut-turut mendapatkan gelar juara turnamen perorangan di Malaysia, India, dan Thailand, kali ini gelar Juara Beregu Putra Asia berhasil dibawa pulang dari India. Indonesia menjadi negara pertama yang mengangkat Piala Badminton Asia Team Championships kategori putra setelah mengalahkan Jepang dengan skor tipis 3-2.
Dilihat dari status unggulan, yang digunakan sejak babak perempat final, di atas kertas, sudah sepatutnya Indonesia (unggulan 2) mampu mengatasi Jepang (unggulan 3/4). Hal ini berlaku karena memperhitungkan posisi tiga tunggal dan dua ganda berperingkat terbaik, yang menjadi tim kualifikasi Thomas Cup. Namun, bila melihat pebulu tangkis yang diturunkan hari ini, di atas kertas, Jepang lebih diunggulkan. Keunggulan Jepang ini belum mampu menghentikan langkah Indonesia untuk mengumandangkan lagu Indonesia Raya di GMC Balayogi Indoor Stadium, Hyderabad.
Saat membuka akun twitter federasi bulu tangkis Indonesia (PBSI), @INABadminton, siang tadi, saya terkejut melihat nama-nama pebulu tangkis Indonesia yang akan tampil melawan Jepang di final. Demi memberikan pengalaman bertanding, PBSI lebih memilih menyimpan Juara Dunia 2013 & 2015, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, dan memercayakan posisi ganda pertama ke tangan Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi. Sedangkan di nomor tunggal, sebenarnya yang akan diturunkan sebagai tunggal pertama untuk melawan Kento Momota adalah Tommy Sugiarto. Namun, Tommy batal tampil karena sakit. Sebagai gantinya, tidak ada pilihan lain selain menurunkan Ihsan Maulana Mustofa sebagai tunggal pertama.
Kesempatan Bagi yang Muda
Indonesia sebenarnya punya catatan manis saat menurunkan pebulu tangkis muda di turnamen beregu. Peraih medali emas Olimpiade tunggal putri pertama, Lucia Francisca Susy Susanti, mengangkat Piala Sudirman pada tahun 1989 saat berusia 18 tahun.
Saya yakin, sejumlah kesempatan yang telah diberikan PBSI kepada pebulu tangkis muda tak akan pernah sia-sia, meskipun hasilnya mungkin masih belum sesuai harapan. Lewat kesempatan itu, mereka mendapatkan pengalaman bertanding yang amat berharga. Mereka mendapatkan pengalaman berhadapan dengan lawan dari berbagai karakter, sehingga memperkaya strategi bermain saat menghadapi lawan. Mereka juga mendapatkan pengalaman bertanding di berbagai situasi, sehingga dapat melatih fokus dan mental di berbagai kondisi: saat tertinggal, saat unggul, saat berada di poin-poin kritis (misalnya, saat adu setting), saat berhadapan dengan keputusan wasit atau hakim garis yang merugikan, saat bertanding dengan kondisi lapangan yang kalah atau menang angin, saat dituntut menjadi penentu kemenangan tim, atau saat menghadapi tekanan sorak-sorai penonton yang mendukung lawan saat bertanding di kandang lawan. Seluruh pengalaman ini didapat saat terjun di lapangan tanding.
Susy, Mia, dan Taufik memang berbakat. Ketiganya sudah mampu bersaing di level dunia saat usia belia. Namun, bakat ini tak kan terasah jika PBSI tidak memberikan mereka kesempatan. Tanpa kesempatan, tak akan ada kisah indah mereka dalam buku catatan sejarah bulu tangkis Indonesia bahkan dunia. Tanpa kesempatan, tak kan ada pula kisah manis mengejutkan hari ini: pebulu tangkis pelapis Indonesia mampu mengalahkan Jepang yang berkekuatan penuh.
Terima kasih, PBSI, sudah memberikan tantangan sekaligus kesempatan besar kepada pebulu tangkis muda hari ini. Semoga PBSI tidak jemu-jemu memberikan kesempatan pada para pebulu tangkis muda di semua sektor.
Selamat atas gelar juaranya, tim Thomas Cup Indonesia. Jangan cepat puas atas capaian hari ini. Pertandingan yang sesungguhnya akan dihadapi di bulan Mei nanti. Semoga bisa tampil lebih baik di putaran final Thomas Cup. Bisa tidak ya kisah manis senior di Guangzhou, China, 14 tahun lalu terulang di Kunshan?
Sumber gambar:
@badmintonupdate
gettyimages.com