Mohon tunggu...
Purnama Tambunan
Purnama Tambunan Mohon Tunggu... Tutor - Badminton Lover

""Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya" tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar. Terimalah dan hadapilah." (Soe Hok Gie)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Kerahkan Pelapis, Putra Indonesia Juara Badminton Asia Team Championships 2016

21 Februari 2016   23:17 Diperbarui: 22 Februari 2016   00:01 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pebulu tangkis Indonesia melanjutkan tren positif membawa pulang gelar juara. Setelah berturut-turut mendapatkan gelar juara turnamen perorangan di Malaysia, India, dan Thailand, kali ini gelar Juara Beregu Putra Asia berhasil dibawa pulang dari India. Indonesia menjadi negara pertama yang mengangkat Piala Badminton Asia Team Championships kategori putra setelah mengalahkan Jepang dengan skor tipis 3-2.

Dilihat dari status unggulan, yang digunakan sejak babak perempat final, di atas kertas, sudah sepatutnya Indonesia (unggulan 2) mampu mengatasi Jepang (unggulan 3/4). Hal ini berlaku karena memperhitungkan posisi tiga tunggal dan dua ganda berperingkat terbaik, yang menjadi tim kualifikasi Thomas Cup. Namun, bila melihat pebulu tangkis yang diturunkan hari ini, di atas kertas, Jepang lebih diunggulkan. Keunggulan Jepang ini belum mampu menghentikan langkah Indonesia untuk mengumandangkan lagu Indonesia Raya di GMC Balayogi Indoor Stadium, Hyderabad.

Saat membuka akun twitter federasi bulu tangkis Indonesia (PBSI), @INABadminton, siang tadi, saya terkejut melihat nama-nama pebulu tangkis Indonesia yang akan tampil melawan Jepang di final. Demi memberikan pengalaman bertanding, PBSI lebih memilih menyimpan Juara Dunia 2013 & 2015, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, dan memercayakan posisi ganda pertama ke tangan Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi. Sedangkan di nomor tunggal, sebenarnya yang akan diturunkan sebagai tunggal pertama untuk melawan Kento Momota adalah Tommy Sugiarto. Namun, Tommy batal tampil karena sakit. Sebagai gantinya, tidak ada pilihan lain selain menurunkan Ihsan Maulana Mustofa sebagai tunggal pertama.

Kesempatan Bagi yang Muda
Indonesia sebenarnya punya catatan manis saat menurunkan pebulu tangkis muda di turnamen beregu. Peraih medali emas Olimpiade tunggal putri pertama, Lucia Francisca Susy Susanti, mengangkat Piala Sudirman pada tahun 1989 saat berusia 18 tahun.

Masih ingat Mia Audina Tjiptawan? Mia “Si Anak ajaib”, pemegang dua medali perak Olimpiade, menorehkan prestasi fenomenal. Saat menjadi penentu kemenangan tim Uber Cup pada tahun 1994 dengan mengalahkan pebulu tangkis China, Zhang Ning, usianya belum genap 15 tahun.

Taufik Hidayat, pemegang medali emas Olimpiade, pertama kali meraih medali emas turnamen beregu saat berusia 17 tahun di Asian Games tahun 1998. Tahun berikutnya, Taufik dipercaya tampil pada turnamen beregu Sudirman Cup. Taufik belum genap berusia 18 tahun saat meraih medali perunggu di turnamen itu.

Belakangan ini, PBSI sudah mulai melibatkan pebulu tangkis muda di turnamen beregu. Dimulai dari turnamen Thomas Cup dan Asian Games 2014, yang melibatkan Ihsan di nomor tunggal putra. Tahun 2015 pada turnamen Sudirman Cup, tunggal putera Indonesia diperkuat Jonatan Christie, Firman Abdul Kholik, dan Ihsan. Tak lama berselang, di turnamen beregu Sea Games, Indonesia menurunkan pebulu tangkis pelapis dan berhasil meraih medali emas beregu putra.

Saya yakin, sejumlah kesempatan yang telah diberikan PBSI kepada pebulu tangkis muda tak akan pernah sia-sia, meskipun hasilnya mungkin masih belum sesuai harapan. Lewat kesempatan itu, mereka mendapatkan pengalaman bertanding yang amat berharga. Mereka mendapatkan pengalaman berhadapan dengan lawan dari berbagai karakter, sehingga memperkaya strategi bermain saat menghadapi lawan. Mereka juga mendapatkan pengalaman bertanding di berbagai situasi, sehingga dapat melatih fokus dan mental di berbagai kondisi: saat tertinggal, saat unggul, saat berada di poin-poin kritis (misalnya, saat adu setting), saat berhadapan dengan keputusan wasit atau hakim garis yang merugikan, saat bertanding dengan kondisi lapangan yang kalah atau menang angin, saat dituntut menjadi penentu kemenangan tim, atau saat menghadapi tekanan sorak-sorai penonton yang mendukung lawan saat bertanding di kandang lawan. Seluruh pengalaman ini didapat saat terjun di lapangan tanding.

Susy, Mia, dan Taufik memang berbakat. Ketiganya sudah mampu bersaing di level dunia saat usia belia. Namun, bakat ini tak kan terasah jika PBSI tidak memberikan mereka kesempatan. Tanpa kesempatan, tak akan ada kisah indah mereka dalam buku catatan sejarah bulu tangkis Indonesia bahkan dunia. Tanpa kesempatan, tak kan ada pula kisah manis mengejutkan hari ini: pebulu tangkis pelapis Indonesia mampu mengalahkan Jepang yang berkekuatan penuh.

Terima kasih, PBSI, sudah memberikan tantangan sekaligus kesempatan besar kepada pebulu tangkis muda hari ini. Semoga PBSI tidak jemu-jemu memberikan kesempatan pada para pebulu tangkis muda di semua sektor.

Selamat atas gelar juaranya, tim Thomas Cup Indonesia. Jangan cepat puas atas capaian hari ini. Pertandingan yang sesungguhnya akan dihadapi di bulan Mei nanti. Semoga bisa tampil lebih baik di putaran final Thomas Cup. Bisa tidak ya kisah manis senior di Guangzhou, China, 14 tahun lalu terulang di Kunshan?

Sumber gambar:
@badmintonupdate
gettyimages.com

Alur Laut, 21 Februari 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun