Guru adalah impianku ku dari kecil, disaat teman-temanku sibuk dengan bermain bola, lompat tali, petak umpet, dan lain-lain, aku menyibukkan diri dengan mengumpulkan beberapa teman bermain peran guru dengan teman-temanku. Â Karena cita-cita itu, tamat SMA saya mendaftarkan kuliah di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan.Â
Di masa kuliah tahun 2001, aku mengaji di sebuah pesantren. Di pesantren saya dipercayakan oleh tengku untuk  berbagi ilmu kepada santri-santri rutin setiap malam.  Disamping pesantren juga  ada sebuah Madrasah swasta.  Madrasah itu bernama MIS Tuanku Hastem Banta Muda yang terletak di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie, Aceh.  Setiap pagi aku terpaku melihat anak-anak sekolah di madrasah tersebut.  Ingin  rasanya berbagi ilmu kepada mereka.
Suatu hari kepala madrasah menyapaku di sebuah pondok pesantren, namanya Ibu Rachmawati,S.Pd. Â Ibu tersebut mewawancarai keahlian yang aku miliki. Madrasah tersebut membutuhkan tenaga pengajar. Â Karena pada tahun 2001, guru sangat sedikit yang ada. Â Pada saat itu, aku belum mempunyai ijazah untuk mengajar, tetapi kepala Madrasah mengajakku untuk membantu mengajar di madrasah tersebut.Â
Aku menerima tawarannya. Â Di minggu pertama, aku tidak langsung masuk ke kelas, tetapi hanya melihat guru-guru senior mengajar. Minggu ke dua baru aku mulai masuk kelas untuk mendidik anak-anak di madrasah tersebut. Â
Ternyata apa yang aku lakukan di Madrasah ternyata membuahkan hasil. Â Banyak hal yang bisa aku lakukan disana, dan banyak prestasi-prestasi murid di tingkat kecamatan dan kabupaten bisa saya angkat.
Kesuksesan mengajar di Madrasah, sehingga masyarakat ada yang menghubungiku mengajar les private bagi anak-anaknya. Â Disamping itu, sekolah-sekolah di sekitar mengundangku untuk mengajar. Diantaranya : SD Negeri 1 Padang Tiji, SD Negeri 2 Padang Tiji, SMA N 1 Padang Tiji, MAN Padang Tiji bahkan ada yang diluar kecamatan yaitu SMPN 2 Delima. Waktuku dipenuhi mengabdi mengajar anak-anak sambil kuliah di S1 FKIP Matematika Universitas Jabal Ghafur Sigli.
Tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dan tsunami di Aceh.  Alhamdulillah di tempatku tidak terkena tsunami karena daerah tempat tinggalku  jauh dari laut.  namun, di daerah dekat dengan laut terkena tsunami.  Â
Sehingga banyak guru yang menjadi korban pada bencana itu. Â ketika melihat televisi dan surat kabar pada masa itu, tergerak hatiku untuk mengambil murid-murid yang selamat di daerah tsunami. Â Aku merasa sedih karena mereka kehilangan keluarga, guru, teman, rumah, dan sekolah.
Sebulan setelah tsunami , aku baca surat kabar SERAMBI INDONESIA bahwa ada pengumuman dari DOMPET DHUAFA Â bagi relawan-relawan yang ingin mengajar anak-anak korban tsunami.Â
Menurutku ini suatu peluang aku bisa mengabdi untuk melakukan kegiatan sosial. Â Aku yakin bisa masuk ke tim guru relawan itu. Â oleh karena itu, aku meminta pamit kepada ibu untuk berangkat ke Banda Aceh. Â Keberangkatanku ke Banda Aceh, hanya memiliki sejumlah uang yang cukup untuk transpor dan makan sehari-hari.Â
Setiba di Banda Aceh, aku mencari posko DOMPET DHUAFA. Dari terminal ke posko itu aku berjalan kaki dengan jarak 10 km.  niat yang ikhlas dan tulus, membuat aku tidak merasa lelah.  Hingga Allah SWT mempertemukan aku dengan posko itu.  sesampai disana aku menyerahkan berkas untuk pengajuan diri menjadi  guru relawan.  Berkas yang aku bawa, bukan ijazah.  Tetapi, pengalamanku mengajar di kampung halaman dan surat keterangan selesai kuliah.  Setelah penyerahan berkas, aku pulang ke kampung kembali.