Mohon tunggu...
Purnama Putra
Purnama Putra Mohon Tunggu... Guru - guru

guru matematika

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Impian yang Tak Bisa Dihalangi

9 Agustus 2018   21:53 Diperbarui: 9 Agustus 2018   22:03 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Guru adalah impianku ku dari kecil, disaat teman-temanku sibuk dengan bermain bola, lompat tali, petak umpet, dan lain-lain, aku menyibukkan diri dengan mengumpulkan beberapa teman bermain peran guru dengan teman-temanku.  Karena cita-cita itu, tamat SMA saya mendaftarkan kuliah di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. 

Di masa kuliah tahun 2001, aku mengaji di sebuah pesantren. Di pesantren saya dipercayakan oleh tengku untuk  berbagi ilmu kepada santri-santri rutin setiap malam.  Disamping pesantren juga  ada sebuah Madrasah swasta.  Madrasah itu bernama MIS Tuanku Hastem Banta Muda yang terletak di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie, Aceh.   Setiap pagi aku terpaku melihat anak-anak sekolah di madrasah tersebut.  Ingin  rasanya berbagi ilmu kepada mereka.

Suatu hari kepala madrasah menyapaku di sebuah pondok pesantren, namanya Ibu Rachmawati,S.Pd.  Ibu tersebut mewawancarai keahlian yang aku miliki. Madrasah tersebut membutuhkan tenaga pengajar.  Karena pada tahun 2001, guru sangat sedikit yang ada.   Pada saat itu, aku belum mempunyai ijazah untuk mengajar, tetapi kepala Madrasah mengajakku untuk membantu mengajar di madrasah tersebut. 

Aku menerima tawarannya.  Di minggu pertama, aku tidak langsung masuk ke kelas, tetapi hanya melihat guru-guru senior mengajar. Minggu ke dua baru aku mulai masuk kelas untuk mendidik anak-anak di madrasah tersebut.  

Ternyata apa yang aku lakukan di Madrasah ternyata membuahkan hasil.  Banyak hal yang bisa aku lakukan disana, dan banyak prestasi-prestasi murid di tingkat kecamatan dan kabupaten bisa saya angkat.

Kesuksesan mengajar di Madrasah, sehingga masyarakat ada yang menghubungiku mengajar les private bagi anak-anaknya.  Disamping itu, sekolah-sekolah di sekitar mengundangku untuk mengajar. Diantaranya : SD Negeri 1 Padang Tiji, SD Negeri 2 Padang Tiji, SMA N 1 Padang Tiji, MAN Padang Tiji bahkan ada yang diluar kecamatan yaitu SMPN 2 Delima. Waktuku dipenuhi mengabdi mengajar anak-anak sambil kuliah di S1 FKIP Matematika Universitas Jabal Ghafur Sigli.

Tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dan tsunami di Aceh.  Alhamdulillah di tempatku tidak terkena tsunami karena daerah tempat tinggalku  jauh dari laut.  namun, di daerah dekat dengan laut terkena tsunami.    

Sehingga banyak guru yang menjadi korban pada bencana itu.  ketika melihat televisi dan surat kabar pada masa itu, tergerak hatiku untuk mengambil murid-murid yang selamat di daerah tsunami.  Aku merasa sedih karena mereka kehilangan keluarga, guru, teman, rumah, dan sekolah.

Sebulan setelah tsunami , aku baca surat kabar SERAMBI INDONESIA bahwa ada pengumuman dari DOMPET DHUAFA  bagi relawan-relawan yang ingin mengajar anak-anak korban tsunami. 

Menurutku ini suatu peluang aku bisa mengabdi untuk melakukan kegiatan sosial.  Aku yakin bisa masuk ke tim guru relawan itu.  oleh karena itu, aku meminta pamit kepada ibu untuk berangkat ke Banda Aceh.  Keberangkatanku ke Banda Aceh, hanya memiliki sejumlah uang yang cukup untuk transpor dan makan sehari-hari. 

Setiba di Banda Aceh, aku mencari posko DOMPET DHUAFA. Dari terminal ke posko itu aku berjalan kaki dengan jarak 10 km.   niat yang ikhlas dan tulus, membuat aku tidak merasa lelah.  Hingga Allah SWT mempertemukan aku dengan posko itu.  sesampai disana aku menyerahkan berkas untuk pengajuan diri menjadi  guru relawan.  Berkas yang aku bawa, bukan ijazah.  Tetapi, pengalamanku mengajar di kampung halaman dan surat keterangan selesai kuliah.  Setelah penyerahan berkas, aku pulang ke kampung kembali.

Setelah 3 hari dari Banda Aceh, aku mendapat telepon dari salah seorang karyawan dari DOMPET DHUAFA, katanya berkas saya diterima dan lulus administrasi.  Kelulusan administrasi mewajibkan aku ikut seleksi tahapan demi tahapan. Dimulai dari tes tulis, tes mengajar, dan wawancara. Alhamdulillah tahapan itu aku lewati dengan sempurna sehingga aku lulus di terima sebagai guru relawan yaitu guru CERIA di kota Banda Aceh.  

Karena sudah dinyatakan lulus sebagai guru CERIA, aku meminta pamit kepada ibu, keluarga, teman-teman dan anak-anak didikku yang di pesantren maupun di sekolah-sekolah.

Sebelum ditugaskan sebagai guru relawan, kami semua guru di beri bimbingan dan pelatihan dari DOMPET DHUAFA.  Banyak hal yang diajarkan oleh mereka. Bukan saja ilmu pedagogiknya, tetapi juga ada ilmu tentang psikologi anak bahkan ilmu untuk membangkitkan mental anak yang terkena musibah tsunami.  Usai pelatihan itu, kami dibagi tugas oleh ketua tim untuk terjun ke lapangan. 

Tugas pertama aku di tempat pengungsian Desa Nusa Kabupaten Aceh Besar. Disana kami tinggal di bawah tenda-tenda, karena posko pengungsi di desa itu.  Disana saya mengajar di alam bebas.  Jika cuacanya panas dan hujan, anak-anaknya belajar dibawah tenda.  Sungguh sangat rintangan mengajari anak-anak yang sedang trauma. 

Butuh kesabaran yang besar menghadapi anak-anak untuk membuat mereka mau belajar kembali dan melupakan kejadian-kejadian bencana yang mereka alami serta membuat mereka bisa tersenyum lagi.  Terkadang dalam mengajar, ketika aku menyuruh mereka menggambar, umumnya anak-anak di pengungsian menggambar gambar tsunami. Aku  sangat sedih melihat hasil karya mereka yang masih berbekas dengan tsunami.

Sebulan di desa nusa, lalu aku dipindahkan ke barak lhong raya.  Disana kehidupannya sudah sedikit berbeda. Dulu pengungsi nginapnya di tenda, sekarang mereka nginap di barak. Tempat mengajar mereka di meunasah-meunasah umum yang dibuat khusus untuk para pengungsi.  Meski ditempat yang baru, aku harus menyesuaikan diri juga dengan anak-anak disini. Karena mereka adalah anak-anak baru juga yang baru ku kenal. 

Bulan selanjutnya aku dipindahkan lagi ke lambaro, Aceh Besar.  Disana sama juga tempatnya seperti di lhong raya.  Mengajari mereka sore hingga malam. Paginya anak-anak sekolah di sekolah terdekat di Lambaro, karena daerah di Lambaro tidak terkena tsunami.  Aku inap di barak ini juga.

Sungguh terasa sekali pedihnya jadi pengungsian, hal itu aku rasakan disaat mengajar di sekolah pengungsian ini.  6 bulan setelah tsunami, DOMPET DHUAFA ada menyumbangkan membuat sekolah baru kepada SDN 47 BANDA ACEH dan SMAN LHOONG ACEH BESAR.  Beberapa dari tim guru CERIA dilanjutkan kerjanya di SDN 47 Banda Aceh, salah satunya saya terpilih tetap bisa bergabung dengan tim relawan guru CERIA.

Disaat sedang aku mengajar, sorenya dapat info dari harian Serambi Indonesia bahwa ada penerimaan tes Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD).  Untuk Kabupaten Pidie ada dibuka formasi guru matematika SMA daya tampungnya 8 orang.  Ingin merubah nasib, mungkin jalur inilah yang aku tempuh agar aku bisa menjadi guru PNS.  Solusinya harus pulang kampung untuk ikut tes. 

Walau berat meninggalkan anak-anak pengungsian, saya meminta doa dan restu kepada anak-anak supaya anak-anak rela memberi saya untuk pulang sebentar ke kampung untuk ikut tes.  Pada waktu itu, walaupun anak-anak berat melepaskan aku pulang, tetapi mereka selalu mendoakan kesuksesan aku  selalu agar aku bisa lulus dari tes.

Ketika aku pulang ke kampung halaman dan mau mempersiapkan berkas untuk daftar CPNS, banyak halangan dan ejekan kepadaku  dari orang-orang.  Mereka berkata jangan pernah bermimpi jadi PNS jika tidak punya uang sogok 100 juta dan mempunyai orang dalam dalam pengurusan CPNS.  Perasaanku  pada waktu itu sangat sedih. Yang membuat aku sedih lagi, ada yang berkata aku tidak pantas untuk mendapatkan SK PNS karena aku adalah anak yatim yang miskin.  

Apa yang dikatakan orang-orang itu fakta terjadi pada diriku. Awalnya aku goyah dan menunda pendaftaran. karena kata-kata itu rata-rata aku dengarkan dari mulut-mulut orang. Namun pada akhirnya aku menekatkan diri dengan bismillah, aku daftarkan diriku menjadi pelamar CPNS.

Setelah proses pendaftaran, beberapa hari kemudian kulalui kisah ku dengan mengikuti tes.  Tes yang di uji berupa tes tulis mencakup pengetahuan umum, tes bakat skolastik, pengetahuan agama, dan tes matematika yang dijawab dengan menggunakan Lembar Jawaban Komputer (LJK).  Bermodalkan ilmu yang kumiliki, alhamdulillah soal tes bisa aku jawab. Selesai mengikuti tes, aku langsung kembali lagi ke Banda Aceh untuk mengajari anak-anak korban tsunami.

Beberapa bulan kemudian, ketika aku sedang mengajar anak-anak pengungsian di banda Aceh, aku terima telepon dan sms dari kawan-kawan mengucapkan selamat kepadaku karena telah lulus jadi CPNS.  Aku ragu benar lulus atau tidak, kata kawan-kawan pengumuman itu ada di harian SERAMBI INDONESIA. Lalu kucari koran itu ke warung-warung terdekat. Ketika kutemukan dan kubaca langsung ternyata ada namaku lulus sebagai guru SMA.  

Aku terharu sekali dan sujud syukur setelah membaca pengumuman itu. Allah Maha mendengar doa hambanya. Dan berkat doa ibuku, keluargaku dan anak-anak pengungsian, anak-anak miskin, anak-anak yatim / piatu / yatim piatu, anak-anak didikku di balai pengajian aku bisa menggapai cita-cita itu. yaitu menjadi guru tetap atau guru PNS.

Doa adalah senjata yang paling ampuh. Ketika mendapat SK dari bupati Pidie, aku mendapat tugas di SMAN 1 DELIMA  dari tanggal 1 April 2006 sampai dengan sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun