Mohon tunggu...
WINDAYU ALUH
WINDAYU ALUH Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

KEPERAWATAN

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pengaruh Pola Didik terhadap Kesehatan Mental

18 Oktober 2022   13:12 Diperbarui: 18 Oktober 2022   13:17 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Kekuatan kedamaian mental adalah kuncinya hari ini. Bahkan untuk anak-anak jika mereka memilikinya, mereka akan dapat melakukan apa yang ingin mereka lakukan"

Tahukan anda kenapa kebanyakan orang tua di Indonesia tidak suka mendengarkan pendapat anaknya?

Karena pada saat mereka kecil pola didik orang tua yang diterapkan seperti itu, alhasil sikap anak "yang merasa selalu benar" terbawa sampai dewasa yang diakibatkan oleh tidak adanya diskusi antara anak dan orang tua. Generasi tua yang mengadopsi pola didik penjajah Jepang, selalu benar berpola didik yang paling benar.

Pola didik adalah suatu cara atau proses yang bertujuan untuk meningkatkan serta mendukung perkembangan anak baik dari fisik, finansial, emosional, sosial, dan intelektual seorang anak sejak bayi hingga dewasa.

Kohn (Taty Krisnawaty, 1986: 46) menyatakan bahwa pola didik merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anak nya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anak.

Tidak mudah membentuk pola baru dalam mendidik anak, terlebih lagi harus menyesuaikan pola didik yang didapatkan suami dari orang tuanya. Membuat visi misi baru antara dua orang yang berbeda karakter itu sangat tidak mudah.

Terdapat lima pola didik yang biasa diterapkan oleh orang tua di berbagai negara terhadap anaknya yaitu:

1) Gaya didik otoriter

Gaya didik otoriter mempunyai aturan dan harapan yang kaku, menegakkan dengan ketat, cenderung mngekang, dan overprotective. Perilaku anak yang terlihat dari gaya didik ini adalah mudah terlibat konflik, mudah tersinggung, retan terhadapt stress, emosi tidak stabil, dan sulit mengambil keputusan.

2) Gaya didik permisif

Gaya didik permisif mempunyai aturan atau harapan tidak jelas, tidak konsisten dalam menerapkan disiplin atau memberikan umpan balik, memberikan preferensi anak, dan jangan memaksa anak untuk sesuai dengan standar orang tua.

3) Gaya didik penolakan

Gaya didik penolakan adalah gaya didik yang mempunyai aturan dan harapan yang kaku, tidak perhatian terhadap kebutuhan anak, dan jarang memiliki harapan terhadap anak. Perilaku anak yang terlibat adalah tidak dewasa atau kekanak-kanakan dan memiliki masalah psikologis.

4) Gaya didik tidak terlibat

Pola ini mempunya gaya didik dengan aturan dan harapan yang tidak jelas, mengabaikan, membiarkan anak selama tidak mengganggu orang tua. Perilaku anak yang terlibat adalah menarik diri, soliter atau menyendiri, dan kurang berprestasi.

5) Gaya didik authoritative style

Gaya didik authoritative sytle adalah gaya didik yang mempunyai aturan dan harapan yang jelas, pada kedekatan dan kontrol, bersikap terbuka pada anak, dan memberikan umpan balik. Perilaku anak yang terlibat adalah mandiri, ceria, mampu mengelola stress, dan beprestasi.

Setiap orang tua memiliki pola didik yang berbeda-beda. Kebanyakan orang tua di Indonesia menggunakan pola didik otoriter yang dilakukan dengan cara memaksa, mengatur, dan bersifat keras terhadap anak. Orang tua menuntut anak mereka agar selalu mengikuti atau menuruti semua keinginan sesuai kehendak mereka, padahal tak jarang pula yang mereka inginkan tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak.

Pola didik orang tua yang otoriter ini dapat menimbulkan banyaknya tekanan terhadap emosional, psikis, bahkan kesehatan mental anak, sehingga banyak dari sebagian anak memilih untuk menyakiti bahkan mengakhiri hidupnya. Pola didik ini memberikan dampak besar bagi kesehatan mental serta kesejahteraan hidup anak.

Kesehatan mental adalah keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan lingkungannya, memiliki kemampuan untuk dapat mengatasi tekanan hidup, serta mampu memberikan kontribusi terhadap sesamanya.

Sesorang dengan mental sehat akan berpengaruh pula pada kondisi fisik juga kualitas hidup. Ketika seseorang sejahtera secara psikologis, sosial, maupun emosional, maka tidak dikatakan bahwa individu tersebut memiliki mental yang sehat. Mental yang sehat juga merupakan cikal bakal bagi diri kita untuk terus berkembang.

Akan tetapi disisi lain , masih banyak orang tua yang belum memahami dan memperhatikan bahwa pola didik yang diberikan oleh orang tua terhadap anaknya akan berdampak pada perkembangan dan kesehatan mental anak. Orang tua cenderung masih tidak perduli terhadap pola didik yang mereka terapkan pada anaknya.

Pola didik yang sehat menunjukkan gaya pengasuhan yang dapat mendorong pengembangan kompetensi psikososial yang sehat dan berpengaruh pada prestasi anak. Jika orang tua menerapkan gaya didik yang sehat yang sehat terhadap anak dapat berpengaruh pada hubungan yang positif terhadap orang lain. Pola didik yang sehat kuncinya adalah orang tua yang kompak, yang pada akhirnya bermuara pada keharmonisan keluarga dan terjaganya kesehatan mental anak.

Zaman semakin berkembang, maka pola pikir orang tua juga harus berkembang, kita tidak bisa menyamakan cara didik orang tua kita dahulu dengan masa sekarang karena pola didik sangan berdampak pada kesehatan mental anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun