Mohon tunggu...
punk 73
punk 73 Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis wanna be

saya buat akun ini untuk belajar menulis,sehingga suatu saat saya mampu menerbitkan buka karangan saya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rekrutment Giveaway

15 September 2023   09:52 Diperbarui: 15 September 2023   10:13 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Serambinews.com

Akhir 2022, di sebuah negeri dongeng nan jauh disana, pemerintah mengadakan seleksi bagi para calon pegawai pemerintah baru. Tak seperti test-test sebelumnya yang terbuka untuk umum, test kali ini hanya diperuntukan bagi tenaga honorer yang sudah mengabdi sebelumnya. Alasannya, pemerintah kadung mengesahkan aturan dimana tenaga honorer wajib dihapus per akhir 2023, jadi ga ada pilihan lain selain mengangkat para timses dan saudara pejabat  pahlawan pelayanan public ini menjadi ASN.

 

Rapat-rapat pun dilaksanakan demi memastikan semua proses berjalan lancar, baik dari segi perencanaan, pelaksanaan, maupun nanti pasca penyelenggaraan. Biaya rapat yang banyak dan sering itupun keluar demi memastikan kualitas rangkaian kegiatan yang akan berlangsung berbulan-bulan itu paripurna.

 

Waktu demi waktu berlalu, akhirnya waktu test pun tiba. Semua honorer dari seluruh penjuru negeri yang pernah mengabdi, mengikuti rangkaian seleksi dengan serius. Ini kesempatan yang sudah lama dinanti, demi kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik, meskipun kalo boleh jujur, sebelumnya pun ga susah-susah amat karena masih disokong uang dan pengaruh orang tua yang kebetulan pejabat tinggi di daerah masing-masing.

 

Selesai mengerjakan soal melalui system computer assisted test atau CAT, para peserta keluar dengan lega. Entah karena memang bisa mengerjakan test, atau sudah yakin bahwa apapun hasilnya, orang tua mereka bisa bantu sedikit banyak mengubah takdir, toh selama ini juga begitu, pikir mereka. Jikapun tidak, ada sebagian lowongan dengan jumlah kuota lebih besar daripada jumlah pendaftar, imbas dari kebijakan yang boleh melamar hanya yang sudah terdaftar sebagai honorer setempat saja, diluar itu, tidak boleh. Padahal test jadi honorer pun bisa dibilang tanpa prosedur yang jelas, apalagi transparan.

 

Berbulan berlalu, hari yang dinantikan pun tiba. Hari dimana pengumuman hasil test kemarin dibagikan ke publik. Suprisingly, (or not so supprisingly) ternyata mayoritas tidak lulus test. Kebanyakan peserta tidak memenuhi standar minimum nilai yang ditetapkan pemerintah. Entah ekspektasi pemerintah berlebihan mengingat kualitas SDM kita selama ini, atau memang ternyata SDM yang selama ini bekerja tidak memenuhi standar kompetensi yang seharusnya? Entah.

 

Pemerintahpun bingung. Amanat undang-undang sudah jelas bahwa pada waktunya, semua honorer harus sudah tidak ada, tapi,  Ketika di test, ternyata mayoritasnya tidak lulus. Jika harus terjadi PHK, jumlahnya ternyata cukup banyak untuk membuat kegaduhan yang tidak perlu di tengah masyarakat. Terlebih, dalam waktu dekat juga akan ada pemilu presiden dan wakil presiden yang mau tidak mau, membutuhkan suara dari golongan ini.  Jika sampai kepentingan honorer tidak terakomodir, akan jadi preseden buruk bagi partai penguasa dan bakal calon presiden nya.

 

Akhirnya rapat evaluasi pun digelar untuk merumuskan solusi bagi masalah pelik yang seharusnya bisa dicegah ini. Banyak gagasan dan ide disuarakan, banyak pro-kontra yang terjadi, lalu disepakatilah satu solusi yang dianggap paling pas untuk memecahkan issue ini, solusinya adalah, “loloskan saja”. Tak ubahnya give away yang seringkali dilakukan oleh selebgram, bedanya ini diselenggarakan negara, dan pemenangnya warga yang udah priviledge dari lahir.

 

Solusi ini, dari kacamata orang luar bisa saja dimaknai pemborosan waktu, tenaga, dan anggaran. Tapi bisa juga dimaknai lain oleh para pemangku kepentingan. Memang selalu tak mudah mengambil kebijakan yang melibatkan jutaan masyarakat dan cara mereka mencari makan. Terlebih jika issue nya ditarik ke kepentingan politis pengusa. Memang, ini adalah solusi paling mudah diambil mengingat potensi kericuhan nya paling sedikit, tapi sebagai warga yang puluhan tahun menikmati layanan publik yang alakadarnya, bolehlah sedikit banyak curhat tentang rasa keadilan yang tercederai ini.

 

Pantas saja negara kita biasa-biasa aja, pantas saja kebersihan dan tata kotanya agak kurang, pantas saja antrian di kantor pelayanan public masih mulai jam setengah 10 ketika seharusnya jam 8, ternyata ini sebabnya. Para pekerja yang seharusnya diisi orang-orang terbaik bangsa, malah diisi oleh partisan pemimpin daerah dan atau keponakan/sanak saudara pejabat tinggi, yang sayangnya, dibuktikan-dengan-hasil-test mereka, tidak cukup kompeten.

 

Untungnya, ini tidak terjadi di negeri kita saja, baru-baru ini Pak Tito Karnavian, Menteri dalam negeri negara sebelah, Indonesia, mengatakan hal serupa:

 

Sumber: Nasional.kompas.com
Sumber: Nasional.kompas.com

Meskipun tidak mengubah perasaan sakit hati karena rasanya pegawai pemerintah bisa diisi oleh insan-insan yang lebih baik, setidaknya mengetahui bahwa hal ini juga terjadi ditempat lain, sedikit banyak menenangkan. Karena sepertinya banyak warga lain yang merasakan hal yang penulis rasakan, hehe…

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun