Akhirnya rapat evaluasi pun digelar untuk merumuskan solusi bagi masalah pelik yang seharusnya bisa dicegah ini. Banyak gagasan dan ide disuarakan, banyak pro-kontra yang terjadi, lalu disepakatilah satu solusi yang dianggap paling pas untuk memecahkan issue ini, solusinya adalah, “loloskan saja”. Tak ubahnya give away yang seringkali dilakukan oleh selebgram, bedanya ini diselenggarakan negara, dan pemenangnya warga yang udah priviledge dari lahir.
Solusi ini, dari kacamata orang luar bisa saja dimaknai pemborosan waktu, tenaga, dan anggaran. Tapi bisa juga dimaknai lain oleh para pemangku kepentingan. Memang selalu tak mudah mengambil kebijakan yang melibatkan jutaan masyarakat dan cara mereka mencari makan. Terlebih jika issue nya ditarik ke kepentingan politis pengusa. Memang, ini adalah solusi paling mudah diambil mengingat potensi kericuhan nya paling sedikit, tapi sebagai warga yang puluhan tahun menikmati layanan publik yang alakadarnya, bolehlah sedikit banyak curhat tentang rasa keadilan yang tercederai ini.
Pantas saja negara kita biasa-biasa aja, pantas saja kebersihan dan tata kotanya agak kurang, pantas saja antrian di kantor pelayanan public masih mulai jam setengah 10 ketika seharusnya jam 8, ternyata ini sebabnya. Para pekerja yang seharusnya diisi orang-orang terbaik bangsa, malah diisi oleh partisan pemimpin daerah dan atau keponakan/sanak saudara pejabat tinggi, yang sayangnya, dibuktikan-dengan-hasil-test mereka, tidak cukup kompeten.
Untungnya, ini tidak terjadi di negeri kita saja, baru-baru ini Pak Tito Karnavian, Menteri dalam negeri negara sebelah, Indonesia, mengatakan hal serupa: