Mohon tunggu...
Diana Pungky
Diana Pungky Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menyelami lautan literasi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Serba-serbi Bohong di Dunia

9 April 2023   23:10 Diperbarui: 10 April 2023   01:58 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maksud agama adalah menimbulkan  keteguhan jiwa manusia, keteguhan  menimbulkan kejujuran dan tidak  mengenal bohong. Sebab bohong adalah  hasil jiwa yang lemah. Didukung oleh  penjelasanya sebagai berikut :

1. Agama Yahudi

Kitab taurat banyak sekali mencela  kebohongan. Salah satu bunyinya  adalah “ Janganlah engkau menjadi  saksi dusta atas sesama manusia.”

2. Agama Narani

Nabi Isa Al-Masih berkata “ Lagi  pula kamu sudah mendengar barang  yang dikatakan orang terdahulu  kala. Janganlah engkau bersumpah  dusta, melainkan wajiblah engkau menyampaikan kepada Tuhan  segala sumpahmu itu” (Matius  5:17)

3. Agama Islam

Nabi Muhammad SAW.  menjelaskan pula bahwa diutusnya  beliau adalah “ membenarkan” atau  mengakui kitab Injil dan Taurat.  Jika diperiksa isi kitab Al-Qur’an  dengan ketelitian jiwa, tidaklah ia  mengiringi maksud kedua kitab  yang terdahulu (Taurat dan Injil) melainkan Al-Qur’an sebagai  penyempurna.. Allah SWT  Berfirman yang artinya “ wahai  orang-orang yang beriman!  Bertakwalah kamu kepada Allah  dan ucapkanlah perkataan yang  benar.” (Al-Ahzab:70)

KESIMPULAN

Penjelasan diatas telah  menguraikan tentang perilaku bohong yang  pada intinya adalah salah satu perilaku  tercela yang perbuatanya tidak  berkesesuaian dengan kenyataan atau fakta  yang ada. Bentuk kebohongan tentunya sangat  beragam karena disesuaikan dengan kepentingan seseorang, namun ruang  lingkupnya terdiri dari bohong dalam  perkataan, bohong diam atau samar, dan  bohong dalam perbuatan. Agama samawi  (Islam, Yahudi, Nasrani) ketiganya  mencela perbuatan bohong dengan caranya  masing-masing dalam menyikapi.

REFERENSI 

Abdulwaly, C. (2015). Hati-Hati Dalam  Berprasangka. Jakarta: Abdulwaly. Assad,  M. (2017). Breakthrough. Jakarta:  Gramedia Aunillah, I. N. (2011). Hamka  (2017). Bohong Di Dunia. Jakarta: Gema  Insani. Al-Ghazali (2005). Bahaya Lisan.  Jakarta: Qhisti Pres

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun