Mohon tunggu...
pungkaspung
pungkaspung Mohon Tunggu... Buruh - Hanya buruh yang butuh nulis

Hanya peminum kopi tanpa disertai senja, karena dominasi kopi dan senja akan membuat saya tidak kerja.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Tidak Semudah Itu Membuat Krisis

27 Mei 2019   09:33 Diperbarui: 29 Mei 2019   12:40 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: SatuMedia.net

Akhir-akhir ini banyak sekali isu atau ajakan-ajakan yang tidak masuk akal lalu lalang di sosial media ataupun di WA grup keluarga. Mayoritas menyatakan negeri ini sudah mulai ngeri, dengan berbagai isu dari berbagai unsur mulai politik hingga ekonomi. 

Mulai dari impor tenaga kerja cina sampai ajakan untuk menarik uang di bank. Seakan ekonomi kita sudah menjadi nasi berkat hajatan yang dibawa pulang untuk dibagi-bagi ke orang. Tentunya nasi berkat tersebut adalah ekonomi negeri ini dan orang-orang yang membagi adalah negara-negara lain, nah pembaginya adalah pemerintah negeri ini.

Apa benar akan semudah itu untuk membagi-bagi ekonomi negeri ini? Sehingga rakyat Indonesia sendiri akan kesusahan dan saat ini dibayang-bayangi krisis ekonomi yang siap menghajar? Ditambah lagi adanya isu ajakan untuk menarik uang di bank agar terjadi rush money. Seakan sudah di ambang pintu kehancuran saja.

Saya sangat tertarik membahas isu rush money, selain isu ini sudah bertebaran mulai tahun 2014, pun juga isu ini agaknya sangat efektif untuk menghancurkan negeri ini. Bila kita pernah belajar ekonomi di SMA, salah satu sebab inflasi adalah membanjirnya uang cash di masyarakat. Sehingga inflasi akan melambung naik, pemerintah akan kewalahan dan negara pasti akan bangkrut.

Namun sebuah buku penjelasan makroprudential dari BI seakan menampar teori itu dan berkata "tidak semudah itu ferguso!". Kebijakan makroprudential ini adalah kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dunia. 

Antar lembaga keuangan dan non keuangan bergandengan tangan untuk menjaga stabilitas ekonomi, sehingga lembaga-lembaga ini tidak saling bersaingan saja, tapi juga saling berjabat tangan.

Cara kerja kebijakan ini adalah membatasi risiko dari berbagai lembaga-lembaga penyalur kredit. Seumpama bank tidak akan serta-merta memberikan kredit ke sembarang orang, hanya karena ekonomi masih stabil. 

Tapi juga harus ada pembatasan, fungsinya jika sewaktu-waktu ada gagal bayar kerugian bank tidak terlalu membengkak. Karena jika kerugian bank membengkak pasti akan ada nasabah yang tidak percaya, seperti kasus Bank Century.

Selain itu juga dalam buku yang dikeluarkan BI pada tahun 2016 tersebut mengatakan bahwa bank tidak hanya memiliki uang pas-pas an. Sehingga ketika nasabah mengambil uang tabungannya pasti masih ada cadangan cash yang ditaruh di BI dalam bentuk giro. 

Canggihnya lagi kebijakan ini dapat menjangkau lembaga keuangan non perbankan. Seperti lembaga perkreditan yang dapat dijadikan instrumen "penggoda" kita untuk membelanjakan sesuatu. Dan dari berbagai hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak semudah itu membuat krisis. 

Meskipun kita ngeshare ajakan untuk mengambil uang di 10 grup WA keluarga, kalau sudah kita ambil lalu ada kredit motor cicilan murah -karena kebijakan makroprudential- ya sia-sia tenagamu untuk mengajak mengambil uang. Ekonomi tetap stabil karena adanya kebijakan makroprudential.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun