Mohon tunggu...
Syarif Ahmad
Syarif Ahmad Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Mbojo

#PoliticalScience- #AnakDesa Penggembala Sapi, Kerbau dan Kuda! #PeminumKahawa☕️ *TAKDIR TAK BISA DIPESAN SEPERTI SECANGKIR KOPI*

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pesta Politik dan Politik Pesta di Tengah Ketidakpastian Pilkada Kabupaten Bima Tahun 2020

20 Agustus 2020   22:18 Diperbarui: 20 Agustus 2020   22:31 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Politik menjadi menarik, karena tersimpan rahasia tentang ketidakpastian. Tidak ada yang pasti dalam dunia politik praktis, kecuali ketidakpastian itu sendiri. Kajian tentang  politik adalah mengkaji tentang prilaku manusia, sebagai obyek kajian dari pespektif behavioral atau tingkah laku berkaitan dengan kekuasaan. 

Pada tulisan ini penulis memaknai politik sebagai siasat yang berhubungan dengan kekuasaan. Maka politik dalam konteks pemilihan kepala daerah (Pilkada) atau apa pun yang berkaitan dengan kontestasi dalam "mendapatkan" atau "mempertahankan" kekuasaan, kita cuma bisa memprediksi ke mana arah angin berhembus, tetapi tak bisa memastikan ke mana awan akan bergerak. 

Sehingga Pilkada dalam sistem demokrasi (pemilihan langsung), menjadi pesta politik dan politik pesta untuk mendapatkan kebahagiaan bagi seluruh rakyat. Meskipun secara faktual, bahwa dalam sistem politik demokrasi (Pilkada), bahwa pesta politik dan politik pesta sebaga pesta dalam ketidkpastian.

Rakyat berpesta dan beratraksi sebagai simbol-simbol kebahagiaan dalam demokrasi langsung dan dalam konteks pemilihan Kepala Daerah, politik pesta dimulai dari pemenuhan persyaratan pasangan Bakal Calon (Balon) menjadi pasangan calon melalui jalur perseorangan dan jalur partai politik. 

Pada Pilkada tahun 2020 ini, tak ada pesta politik dari jalur perseorangan. Karena tidak ada pasangan jalur perseorangan yang terpenuhi persyaratan pencalonan jalur perseorangan yang ada pada undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, pada pasal 41 bahwa calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap.

Politik pesta pada pilkada Kabupaten Bima tahun 2020 ini, hanya ada pada bakal calon pasangan jalur partai politik. 

Persyaratan dalam UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala daerah pada pasal 40 ayat 1, partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan suara paling sedikit 20% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah bersangkutan. 

Artinya pemenuhan syarat pencalonan bagi pasangan bakal calon menjadi bagian dari rangkaian tahapan-tahapan pesta dari pasangan calon dan para pendukungngnya.

Politik pesta, terkonfirmasi pada pasangan bakal calon Bupati-Wakil Bupati Bima periode 2020-2025 melalui jalur partai politik. Selembar surat, entah apa pun namanya dari Pimpinan Pusat Partai Politik menjadi "alunan melodi musik" yang mengiringi pesta kebahagian para pasangan bakal calon dan para pendukungnya. 

Pemenuhan syarat pencalonan adalah sebuah prestasi politik ditengah ketidakpastian. Tak ada kepastian dalam politik, jika politik ditinjau dari perspektif the art atau seni dan itulah yang menjadikan politik sebagai sesuatu yang menarik diperbincangkan dan diperdebatkan sepanjang usia manusia. Dan perdebatan-perdebatan tersebut mengisi ruang media-media sosial (facebook, Twitter, Instagram, Group Watsapp dan sebagainya).

Sebagai sebuah kontestasi politik demokrasi pada tingkat lokal, Pemilihan Kepala daerah Kabupaten Bima tahun 2020 ini, dapat dicermati dalam tiga fase pesta pasangan bakal calon bersama para pendukung dan pemujanya, yaitu: pertama, dukungan partai politik. Kedua, pemungutan suara dan ketiga, implementasi visi-misi dan janji politik. 

Politik pesta dapat ditemukan secara vulgar pada fase pertama dan politik pesta pada fase kedua menjadi bagian dari taktik dan strategi show of force atau dengan bahasa lain adalah unjuk kekuatan dukungan, yang bertujuan untuk meningkatkan elektabilitas masing-masing pasangan calon dalam rangka menuju hari pemungutan suara. Sementara fase ketiga merupakan realisasi janji-janji politik oleh pasangan calon yang memenangkan Pilkada, pada tulisan ini disebut sebagai pesta politik.

Pada fase politik pesta dan fase pesta politik tersebut, ditinjau dari perspektif  teori demokrasi partisipatoris, ini menggembirakan. Pada fase pertama dan fase kedua adalah politik pesta, artinya rakyat mengekspresikan dan mengeksploitasi diri dengan menunjukan dukungan pada masing-masing pasangan calon. 

Rakyat menunjukan dukungan dalam berbagai bentuk media, menggambarkan aura tentang sebuah pesta, meskipun belum ada yang pasti. Sementara pada fase ketiga adalah fase pesta politik, yaitu fase pembuktian bagi pasangan pemenang dalam mewujudkan apa yang telah diucapkan pada fase pertama dan kedua.

Politik Pesta 

Dari 270 pemerintah daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah pada tanggal 9 Desember tahun 2020. Kabupaten Bima menjadi salah satu daerah yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah, aura demokrasi berdenyut beriringan dengan musik-musik politik penuh janji, puja-pujian dan bahkan sumpah-serapah, menjadi penanda pesta sedang berlangsung terpotret secara terbuka pada media sosial (facebook). 

Para bakal pasangan calon kontestan melakukan pesta dengan beragam antarksi, seperti konvoi Surat Rekomendasi partai politik pendukung, arak-arakan Surat Keputusan  dukungan dari partai politik atau pun pesta Surat Tugas dari partai politik. Pesta dengan segala bentuk atraksi adalah potret tumbuh dan berkembangnya suasana demokrasi.

Pesta dengan berbagai atraksi penyambutan surat dukungan partai politik, masih menjadi pesta di tengah ketidakpastian, karena berdasarkan tahapan dari  Komisi Pemilihan Umum (KPU), bahwa pendaftaran pasangan calon kepala daerah baru dimulai pada pada tanggal 4 -- 6 September tahun 2020 dan verifikasi syarat pencalonan tanggal 4- 6 Septemebr 2020 serta pengumuman dokumen calon pada tanggal 4 -- 8 September 2020. 

Maka mengacu pada jadwal tahapan pemilihan kepala daerah tersebut, pesta yang pasti tentang dukungan partai politik adalah ketika pasangan calon ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai calon kepala daerah pada tanggal 23  September 2020.

Berdasarkan undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala daerah, sebelum penetapan bakal calon menjadi pasangan calon kepala daerah oleh KPU, bukanlah sebuah kepastian sebagai calon. Oleh sebab itu, politik selalu terbuka peluang ketidakmungkinan menjadi mungkin, begitulah politik dimaknai oleh Kanselir Bismarck dihadapan parlemen Jerman. Tentu saja seni yang dimaksud Bismarck adalah seni memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. 

Sebagai The Art atau seni, politik mengandung kepastian dalam ketidakpastian. Maka Surat Rekomendasi, Surat Keputusan maupun Surat Tugas yang dipegang oleh bakal calon kepala daerah, belumlah dianggap sebagai sebuah kepastian politik sebagai pasangan calon, selama belum didaftarkan pada KPU.

Pesta Politik 

Setelah dipenuhi persyaratan sebagai pasangan calon dan ditetapkan secara resmi oleh lembaga penyelenggara pemilu KPU, pesta kedua adalah pesta pemungutan suara. Pada fase  pesta pemungutan suara, pesta yang dilakukan oleh semua pasangan calon yang ditetapkan KPU sebelumnya.

Pesta pada perhitungan suara dan penetapan calon terpilih oleh KPU, cuma dilakukan oleh satu pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak atau pemenang. Begitulah azas demokrasi-mayoritasisme dipraktekan, namun yang kalah tak menjadikan pesta demokrasi sebagai petaka, pesta sesungguhnya adalah pesta kemenangan rakyat yang telah menentukan pilihannya dibalik bilik suara, semua orang sama dengan prinsip-prinsip one man one vote adalah prinsip demokrasi.

Pada fase ini, keteladanan elit-elit politik dipertaruhkan dengan menerima konskuensi logis dari sebuah kompetisi. Bukan hanya menerima kemenangan, tetapi juga menerima kekalahan. Kekalahan dan kemenangan adalah  fakta politik. Karena setiap kompetisi pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Maka pada fase ini terbelah dua, yaitu ada yang pesta kebahagiaan dan ada yang tidak bahagia (berkabung secara politik). 

Bagi pasangan calon yang kalah, pesta berakhir pada saat penghitungan suara oleh KPU dan ditetapkan calon pemenang. Tetapi bagi pasangan dan tim yang kalah, bukanlah sebuah akhir. Sistem demokrasi menyimpan nilai lebih untuk terus mengawasi pemerintahan terpilih dan mempersiapkan diri lagi untuk kompetisi pada perode selanjutnya. Kekuasaan demokrasi adalah kekuasan terbatas yang dibatasi oleh undang-undang, maupun waktu (periodesasi).

Pesta Kemenangan

Politik itu unik, pesta kemenangan pada fase ini bukan lagi menjadi politik pesta untuk menarik dukungan pemilih. Pada fase pesta kemenganan adalah pesta politik, karena bukan lagi politik pesta yang berorientasi pada kebutuhan suara pada bilik-bilik suara di TPS. Pasangan calon yang ditetapkan dan dilantik menjadi kepala daerah, menjadi milik semua rakyat di daerah tanpa terkecuali. 

Pada fase pesta kemenangan adalah pesta politik. Semua dirangkum menjadi satu kesatuan politik warga negara. Polarisasi dukung-mendukung diakhiri, demi kepentingan rakyat banyak. Karena dukung mendukung dalam Pilkada, bukan lahir dari alasan yang bersifat ideologis untuk mempertahankan disharmonisasi sosial sebagaimana teori pertentangan kelas Karl Marx dalam pemilihan kepala daerah. Karena argumentasi berbasis polarisasi politik pada pemilihan kepala daerah adalah argumentasi kepentingan pragmatis, bukan ideologis.  

Pada fase pesta kemenangan, bagi pendukung yang kalah pun dapat berpesta, ketika pasangan yang menang merayakan pesta kemenangan. Secara historis, bahwa realitas politik menunjukan bahwa pesta-pesta, bagi pemenang, belum tentu menjadi jaminan bagi para pendukung pasangan pemenang untuk berpesta sepanjang periode kepemimpinan pasangan calon terpilih. 

Pesta pada awal kemenangan bagi para pendukung atau pun pemuja calon terpilih, belum pasti menjadi pesta sepanjang  musim (periode). Politik selalu menyisahkan tentang ketidakpastian. Politik pesta (fase pertama dan kedua) dan pesta politik pemenang (fase ketiga) tak selamanya linear dengan kebahagiaan para pendukung pasangan calon terpilih, politik selalu tersisa ruang dinamis. Karena pendukung maupun pemuja pada fase Pilkada, bisa berubah menjadi pembenci dan begitupun sebaliknya, bagi pembenci bisa berubah menjadi pemuja.

Bagi para pendukung dan pemuja (militan) pasangan pemenang, pesta kemenangan pilkada akan berakhir, ketika pasangan yang dimenangkan tersebut tak lagi memperhatikan pendukung maupun para pemuja atau pun dengan bahasa lain, tidak lagi konsisten dalam melaksanakan visi-misi dan merealisasikan janji-janji politik pada fase pemilihan. 

Begitupun bagi pendukung pasangan yang kalah pada kompetisi pemilihan kepala daerah tak selamanya "berkabung dalam duka", bisa jadi mereka-mereka ini, justru ikut menikmati dan berpesta (pesta politik) dengan pendukung pasangan calon terpilih yang pada fase pemungutan suara tidak didukungnya.

Begitulah dinamika perjaanan politik, dapat berubah sewaktu-waktu, sebagaimana pada paragraf awal tulisan ini dikatakan bahwa "politik dimaknai sebagai siasat, maka kita cuma bisa prediksi ke mana arah angin, tetapi tak bisa memastikan ke mana awan bergerak". Karena ketika pasangan pemenang mengakomodir kepentingan pendukung pasangan calon yang kalah. Maka kebencian dan hujatan pada saat tahapan pesta Pilkada berlangsung, seketika akan sirna. 

Pemenuhan kepentingan oleh pasangan pemenang atau diakomodirnya kepentingan oleh pasangan terpilih melaui paket-paket kebijakan yang berpihak pada kepentingan publik, maka pesta sesungguhnya akan terjadi, rakyat sebagai pemenang, sistem politik demokrasi lebih punya nilai manfaat bagi rakyat. Bukan untuk kepentingan segelintir elit-elit oligarki dan mengorbankan rakyat banyak. Karena sistem politik demokrasi tak hanya siap untuk menang, tetapi juga siap untuk kalah.

  • Bima, 20 Agustus 2020
  • Pendiri Nusa Tenggara Riset Center

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun