Mohon tunggu...
Syarif Ahmad
Syarif Ahmad Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Mbojo

#PoliticalScience- #AnakDesa Penggembala Sapi, Kerbau dan Kuda! #PeminumKahawa☕️ *TAKDIR TAK BISA DIPESAN SEPERTI SECANGKIR KOPI*

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ustadz Abu Bakar Ba'asyir: Dari Subversi ke Terorisme

24 Januari 2019   21:58 Diperbarui: 25 Januari 2019   18:05 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah laut, beberapa kali mesin perahu ngadat, kami hanya bertawaqal dan memohon perlindungan dari Allah. Begitulah kenangan pelarian mereka menuju Malaysia yang disampaaikan oleh Ustadz Abu.

Ustadz Abu dan Tuduhan Terorisme

Kembali dari Malaysia pada tahun 1999, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir terlibat dalam pengorganisasian dan pendirian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang merupakan salah satu dari sekian banyak organisasi Islam baru yang tumbuh pada masa awal-awal reformasi, yang menghendaki amandemen terhadap UUD 1945 dengan tuntutan pemberlakuan syariat Islam, sebagai kewajiban bagi umat Islam sebagaimana yang tertuang dalam Piagam Jakarta. Sementara Ustadz Abdullah Sungkar dalam perjalanan pulang dari Malaysia, terpaksa kembali ke Malaysia untuk berobat dan meninggal dunia di Malaysia.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo Roedjito, pada tanggal 10 Januari 2002 menyampaikan sebuah berita yang menyatakan bahwa pihak Kejari akan segera melakukan eksekusi terhadap putusan Kasasi Mahkamah Agung terhadap Amir  MMI Ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Dalam mempersiapkan eksekusi tersebut, Kejari Solo melakukan koordinasi dengan Polres dan Kodim Sukoharjo, dan pada tanggal 25 Januari 2002 memenuhi panggilan klarifikasi di Mabes Polri didampingi Tim Pengacara Muslim (TPA) Achmad Michdan. Pada konfresi pers tersebut Achamad Michdan mengatakan, bahwa pemanggilan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir oleh Mabes Polri bukan bagian dari upaya Interpol untuk memeriksa Ustadz Abu. "Pemanggilan itu merupakan klarifikasi dan pengayoman terhadap warga negara.

Pernyataan Menteri Senior Singapura Lee Kuan Yew pada tanggal 28 Peberuari 2002, dengan menyatakan bahwa Indonesia, khususnya kota Solo sebagai sarang teroris. Pernyataan Lee Kuan Yew tersebut ditujukan kepada Ustadz Abu Bakar Ba'asyir Ketua Majelis Mujahidin Indonesia dan pada tanggal 19 April 2002, Ustadz Abu menolak eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA), untuk menjalani hukuman pidana selama sembilan tahun atas dirinya, dalam kasus penolakannya terhadap Pancasila sebagai asas tunggal pada masa Orde Baru yaitu pada tahun 1982. Abu Bakar Ba'asyir menganggap, bahwa eksekusi atas keputusan MA tersebut merupakan pesanan Amerika Serikat dan Basyir menyatakan kasus tersebut sudah kadaluwarsa.

Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, pada tanggal 20 April 2002  meminta perlindungan hukum kepada pemerintah kalau dipaksakannya untuk menjalani hukuman sesuai putusan kasasi MA tahun 1985. Ustadz Abu, mengatakan bahwa dasar hukum untuk penghukuman dirinya adalah Undang-Undang Nomor 11/PNPS/1963 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Subversi dan kini UU tersebut tak berlaku lagi dan pemerintah pun sudah memberi amnesti serta abolisi kepada tahanan dan narapidana politik (tapol/napol), dan pada bulan April 2002, pemerintah masih mempertimbangkan akan memberikan amnesti kepada tokoh MMI tersebut.

Ustadz Abu Bakar Ba'asyir yang pada tahun 1985 dihukum selama sembilan tahun oleh Mahkamah Agung (MA), karena dinilai melakukan tindak pidana subversi yaitu penolakan terhadap kebijakan asas tunggal Pancasila. Dari pengecekan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh dan HAM) Yusril Ihza Mahendra, ternyata Ustadz Abu Bakar Ba'asyir memang belum termasuk tahanan politik/narapidana politik (tapol/napol) yang memperoleh amnesti dan abolisi dalam masa pemerintahan Presiden Habibie maupun Abdurrahman Wahid.

Kejaksaan Agung (Kejagung) pada tanggal 8 Mei 2002, akhirnya memutuskan tidak akan melaksanakan eksekusi terhadap Ustadz Abu Abu atas putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menjalani hukuman pidana selama sembilan tahun penjara. Alasannya, dasar eksekusi tersebut, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 11/ PNPS/1963 mengenai tindak pidana subversi sudah dicabut dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebaliknya, Kejagung menyarankan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sukoharjo (Jawa Tengah) untuk meminta amnesti bagi Ustadz Ba'asyir kepada Presiden Megawati Soekarnoputri.

Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada tanggal 8 Agustus 2002 mengadakan kongres I di Yogyakarta untuk membentuk pimpinan Mujahidin. Terpilihlah Ustadz Abu Bakar Ba'asyir sebagai Amir Majelis Ahli Hali Wal Aqdi (AHWA), yang merupakan pimpinan tertinggi dari MMI. Tetapi pada tanggal 23 September 2002, majalah TIME menulis berita dengan judul Confessions of an Al Qaeda Terrorist dimana dituliskan bahwa Abu Bakar Ba'asyir disebut-sebut sebagai perencana peledakan di Mesjid Istiqlal. Majalah TIME menulis secara tendensius tentang dugaan Abu Bakar Ba'asyir sebagai bagian dari jaringan terorisme internasional yang beroperasi di Indonesia.  Berdasarkan dokumen CIA, Majalah TIME mengutip dokumen CIA bahwa pemimpin spiritual Jamaah Islamiyah adalah Abu Bakar Ba'asyir dengan bermodalkan pada pengakuan Umar Al-Faruq. Mengenai Umar Al-Faruq adalah pemuda berkebangsaan Yaman berusia 31 tahun yang ditangkap di Bogor pada bulan Juni 2001 dan dikirim ke pangkalan udara di Bagram, Afganistan, yang diduduki AS dan tak ada kabar beritanya.  Meskipun beberapa bulan bungkam, Al-Faruq membuat sebuah pengakuan--kepada CIA bahwa dirinya adalah operator Al-Qaeda di Asia Tenggara dan mengaku memiliki hubungan dekat dengan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir.

Untuk memperkuat tuduhan keterlibatan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, laporan intelijen yang dikombinasikan dengan investigasi Majalah TIME, membuat sebuah laporan yang menempatkan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir sebagai pemimpin spiritual kelompok Jamaah Islamiyah (JI) yang bercita-cita membentuk negara Islam di Asia Tenggara. Majalah Time mengisahkan Abu Bakar Ba'asyir sebagai penyuplai orang-orang untuk mendukung gerakan Faruq. Bahkan dengan karangan bebasnya, Majalah Time mengisahkan Ustadz Abu sebagai dalang yang berada di belakang peledakan bom di Masjid Istiqlal tahun 1999. Dalam Majalah TIME edisi 23 September 2002, Al-Farouq juga mengakui keterlibatannya sebagai otak rangkaian peledakan bom pada tanggal 24 Desember 2000.

Majalah Tempo, menurukan liputan khusus wawancara dengan Ustadz Abu, menceritakan bahwa selama di Malaysia ia tidak membentuk organisasi atau gerakan Islam apapun. Selama di Malaysia Ustadz Abu dan Abdullah Sungkar hanya mengajarkan pengajian dan mengajarkan sunah Nabi. "Saya tidak ikut-ikut politik". Sebulan atau dua bulan sekali saya juga datang ke Singapura. Kami memang mengajarkan jihad dan ada di antara mereka yang berjihad ke Filipina atau Afganistan. Semua sifatnya perorangan." Ungkapnya. (Majalah Tempo, 25 september 2002).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun