"Bismillahir rahmaanir rahim". "asyhadualla Illaha Illallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulillah".
"Saya berbaiat kepada Allah, bahwa saya akan selalu taat kepadapimpinan saya Jma'ah Mujahidin Ansshorullah selama pimpinan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan saya berjanji, saya akan selalu:
- Tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun.
- Mendirikan Sholat.
- Melaksanakan Puasa di bulan ramadhoan.
- Melaksanakan Perintah Allah dan Rosul-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
- Berjuang menegakan agama Allah.
- Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Surat dakwa'an Jaksa Penuntut Umum yang ditandatangani Roedjito pada tanggal 6 Maret 1982 tersebut di atas, dijawab secara tegas oleh Ustadz Abu dan Ustadz Abdullah Sungkar secara terpisah melalui Pledoinya masing-masing.
Ustadz Abu membuat Pledoi, yang intinya membantah tuduhan Jaksa, dengan mengatakan; "bahwa Saya menyetujui ajakan Hispran untuk melaksanakan maksudnya", adalah tidak benar sama sekali. Mengenai tuduhan Jaksa tentang pelaksanaan syariat Islam, Ustadz Abu menjelaskan bahwa: "sebagai seorang muslim, tujuan dan tugas hidup saya sudah digariskan dengan tegas dalam Al-Qur'an, yaitu hanya untuk mengabdi kepada Allah saja".
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut di atas, meskipun tidak dapat dibuktikan secara keseluruhan, namun Pengadilan Negeri Sukoharjo tetap menjatuhkan vonis terhadap Ustadz Abu dan Ustadz Abdullah Sungkar bersalah dengan hukuman 9 tahun penjara.
Tetapi pada tingkat banding, Ustadz Abu dan Ustadz Abdullah Sungkar dijatuhi vonis 4 tahun penjara, persis seperti lamanya masa tahanan yang telah mereka tempuh. Artinya Ustadz Abu dan Ustadz Abdullah Sungkar dibebaskan demi hukum.
Setelah 3 tahun menghirup udara bebas, berdasarkan vonis banding Pengadilan Tinggi Jawa Tengah. Pada bulan April tahun 1985, datang surat panggilan dari Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk mendengarkan putusan kasasi dari Mahakamah Agung (MA) terhadap Ustadz Abu dan Ustadz Abdullah Sungkar.
Menyadari akan resiko yang bakal dihadapi, dan atas saran dari pembela serta sahabat-sahabatnya, mereka mengabaikan panggilan tersebut, karena diyakini hanya akal-akalan untuk menjebloskan kembali ke penjara. Keyakinan itulah yang menjadi dasar pertimbangan, sehingga Ustadz Abu dan Ustadz Abdullah Sungkar memutuskan untuk meninggalkan Indonesia menuju Negeri jiran Malaysia.
Sejak pelarian mereka dari tahun 1985--1999, otomatis aktivitas dakwah Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dan Abdullah Sungkar di Malaysia dan Singapura. Di Johor Malaysia, Ustadz Abu dan Ustadz Sungkar mendirikan sebuah Pondok Pesantren yang diberi nama Lukmanul Hakim. Selain berdakwah, Ustadz Abu berdagang obat-obatan dan madu, berkebun serta berternak ayam kampung kecil-kecilan.
Pada sebuah kesempatan, penulis mewawancarai Ustadz Abu sekitar bulan Agustus pada tahun 2003 bertempat di Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngeruki, Ustadz Abu mengenang kembali pelariannya menuju Malaysia. Berangkat dari Solo --Jakarta-Lampung-Medan secara tersembunyi, menghindari penangkapan oleh aparat Militer, yang pada saat itu Panglima ABRI Leonardus Benny Moerdani, memerintahkan "tangkap, hidup atau mati".
Ketika pelariannya sampai di Medan, semula rombongan Ustadz Abu berencana menuju Arab Saudi, tetapi kemudian pilihannya menuju ke Malayasia dengan menaiki perahu kecil, ombak bergulung, menghempas badan perahu yang dimuatioleh banyak penumpang terus berlayar sembari diguyur hujan lebat.