Mohon tunggu...
Syarif Ahmad
Syarif Ahmad Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Mbojo

#PoliticalScience- #AnakDesa Penggembala Sapi, Kerbau dan Kuda! #PeminumKahawa☕️ *TAKDIR TAK BISA DIPESAN SEPERTI SECANGKIR KOPI*

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peringatan SBY tentang Netralitas BIN, Polri, dan TNI

25 Juni 2018   11:00 Diperbarui: 25 Juni 2018   11:25 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: nasional.kompas.com)

Susilo Bambang Yudoyono (SBY) tiba-tiba bersuara dengan mengingatkan agar Badan Intelejen (BIN), Polisi Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI)  netral dalam pemilihan kepala daerah. Peringatan ini bukan sembarang peringatan. SBY adalah mantan Presiden Reprublik Indonesia Dua Periode (10 tahun) dan juga adalah Ketua Umum Partai Politik

Pernyataan SBY ini, tak bisa dianggap main-main. Sebagai mantan Presiden dan ketua umum partai politik, pernyataan ini juga bukan asal bunyi (Asbun). SBY yg dikenal dengan Jenderal ahli strategi dan politisi yang penuh dengan kehati-hatian, tentu punya bukti yang akurat, tentang adanya gerakan ketidaknetralan dari oknum-oknum dari lembaga negara tersebut. 

Peringatan SBY, tentu lahir berdasarkan pengalamannya sebagai Jenderal, Presiden dan sebagai Ketua Umum Partai politik, sehingga peringatan ini menarik dicermati dari sisi politik, yaitu:

Pertama, penyataan adanya gejala ketidaknetralan beberapa institus yang disebut SBY, tentu dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat membaca secara cermat adanya gerakan dari lawan-lawan politiknya, khususnya gerakan yang dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai penguasa yang memiliki akses langsung terhadap komando ketiga lembaga tersebut. Seperti biasa, pernyataan SBY dikemas dengan gaya bahasa komunikasi yang santun, menyebut ada oknum-oknum yang tidak netral dalam pemilihan kepala daerah. 

Pernyataan dengan memberi penekanan penggunaan kata peringatan pada lembaga-lembaga negara, tentu tidak bermakna hanya oknum, tetapi begitulah gaya komunikasi SBY membongkar ada ketidakberesan dalam tubuh BIN, Polri dan TNI dalam menghadapi Pilkada. Apa yang disebut sebagai Abuse of Power penyalahgunaan kekuasaan, tentang oknum-oknum yang bertindak tidak netral dalam Pilkada. SBY Bicara Abuse of Power, Jokowi: Tidak Ada Kekuasaan Absolut

Pengalaman pilkada DKI, menjadi salah satu dasar peringatan dari SBY mengenai netralitas Polri. SBY memberikan contoh, misalnya pemeriksaan oleh Polisi terhadap calon wakil gubernur DKI Syilviana Murni yang merupakan calon wakil gubernur dari Agus Harimurti Yudoyono (AHY), pada pilkada DKI tahun 2017, menjadi bukti ketidaknetralan Polisi dalam Pilkada tahun 2017. Dari pengalaman tersebut, SBY memperingatkan bahwa ada oknum BIN, Polri dan TNI tak netral. (cnnindonesia.com)

Dalam Demokrasi, prinsip Pilkada adalah berkaitan dengan netralitas Pemerintah, dalam hal ini adalah penyelenggara Pilkada, BIN, Polri, TNI dan sebagainya, menjadi ukuran apakah penyelenggaraan Pilkada demokratis atau tidak. Pemihakan terhadap salah satu partai atau pasangan calon merupakan pelanggaran terhadap ketentuan dan norma-norma Pilkada yang demokratis dan berpotensi penjerumusan negara pada jurang konflik horizontal.

Peringatan SBY atas netralitas BIN, Polri dan TNI dapat dipahami, tidak saja sebagai pernyataan dalam kapasitas sebagai politisi Partai Demokrat, tetapi sebagai mantan Presiden yang mengklaim kenetralannya selama 10 tahun menjadi Presiden dengan tidak melibatkan perangkat negara untuk memihak partai politik tertentu termasuk Partai Demokrat. (jawapos.com)

Potensi Kecurangan, tidak saja dilakukan oleh penyelenggara Pilkada, tetapi ketidaknetralan Polri sebagaimana laporan Indonesian Police Watch (IPW) tentang netralitas Polri dalam Pilkada. (liputan6.com)

Sikap ketidaknetralan seperti ini mengkhawatirkan bagi perkembangan demokrasi. Implikasi dari keterlibatan oknum polisi dapat memicu ketidakpercayaan rakyat atas hasil Pilkada dan bisa menjadi pemicu lahirnya perlawanan rakyat dan negeri  berpotensi terjadinya disharmonisasi sosial. Konflik horizontal ada di depan mata. (cnnindonesia.com)

Berdasarkan UU, bahwa azas pemilu yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Ketidaknetralan institusi-intitusi negara adalah pelanggaran terhadap azas pemilu, sebagai prasyarat Pilkada yang demokratis.

Kedua, pernyataan SBY menggambarkan realitas politik yang yang terjadi pada era pemerintahan Jokowi terkait dengan pemilihan kepala daerah 27 Juni 2018, bukanlah Hoax. SBY merespon apa yang sedang berkembang pada saat menjelang Pilkada.

Pengangkatan Jenderal Polisi aktif untuk menjadi Pejabat Gubernur dan beberap hari kemudian, PJ. Gubernur Jawa Barat, tiba-tiba memeriksa rumah dinas calon gubernur yang diusung Partai Demokrat, menjadi indikasi kuat adanya ketidaknetralan tersebut @kumparannews/deddy-mizwar-benarkan-rumah-dinasnya-diperiksa-pj-gubernur-jabar?

Netralitas aparat negara dalam Pilkada diuji, apakah aparatur-aparatur negara bekerja untuk kepentingan dan masa depan negara-bangsa, atau menjadi pengabdi pada kepentingan pragmatis penguasa dengan mengorbankan kepentingan negara dan bangsa. 

Pertemuan Wakapolda dengan petinggi PDIP yang merupakan partai penguasa, mengisyaratkan apa yang disebut SBY sebagai adanya ketidaknetralan aparatur negara, mendekati kebenarannya (beritasatu.com)

Menyelamatkan Demokrasi-Pilkada adalah menyelamatkan NKRI dari tangan jahil oknum-oknum lembaga-lembaga negara seperti yang disebutkan SBY. Komitmen menjaga netralitas lembaga-lembaga negara pada prosesi Demokrasi-Pilkada, harus menjadi komitmen Presiden sebagai Kepala Negara. Tanpa komitmen kepala negara, demokrasi-pilkada di negeri ini akan menuju era kegelapan. 

Peringatan SBY tentang ketidaknetralan oknum-oknum aparat, seperti BIN, Polri dan TNI pada pemilihan kepala daerah, perlu disikapi secara proporsional dan profesional oleh petinggi lembaga-lembaga negara tersebut. Tahapan pemungutan dan perhitungan Pilkada menjadi cerminan utuh prilaku oknum lembaga-lembaga negara dan tidak tertutup kemungkinan praktek seperti ini akan dilakukan pada pemilihan umum Presiden dan pemilihan umum anggota legislatif pada tahun 2019. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun