Kedua, pernyataan SBY menggambarkan realitas politik yang yang terjadi pada era pemerintahan Jokowi terkait dengan pemilihan kepala daerah 27 Juni 2018, bukanlah Hoax. SBY merespon apa yang sedang berkembang pada saat menjelang Pilkada.
Pengangkatan Jenderal Polisi aktif untuk menjadi Pejabat Gubernur dan beberap hari kemudian, PJ. Gubernur Jawa Barat, tiba-tiba memeriksa rumah dinas calon gubernur yang diusung Partai Demokrat, menjadi indikasi kuat adanya ketidaknetralan tersebut @kumparannews/deddy-mizwar-benarkan-rumah-dinasnya-diperiksa-pj-gubernur-jabar?
Netralitas aparat negara dalam Pilkada diuji, apakah aparatur-aparatur negara bekerja untuk kepentingan dan masa depan negara-bangsa, atau menjadi pengabdi pada kepentingan pragmatis penguasa dengan mengorbankan kepentingan negara dan bangsa.
Pertemuan Wakapolda dengan petinggi PDIP yang merupakan partai penguasa, mengisyaratkan apa yang disebut SBY sebagai adanya ketidaknetralan aparatur negara, mendekati kebenarannya (beritasatu.com)
Menyelamatkan Demokrasi-Pilkada adalah menyelamatkan NKRI dari tangan jahil oknum-oknum lembaga-lembaga negara seperti yang disebutkan SBY. Komitmen menjaga netralitas lembaga-lembaga negara pada prosesi Demokrasi-Pilkada, harus menjadi komitmen Presiden sebagai Kepala Negara. Tanpa komitmen kepala negara, demokrasi-pilkada di negeri ini akan menuju era kegelapan.
Peringatan SBY tentang ketidaknetralan oknum-oknum aparat, seperti BIN, Polri dan TNI pada pemilihan kepala daerah, perlu disikapi secara proporsional dan profesional oleh petinggi lembaga-lembaga negara tersebut. Tahapan pemungutan dan perhitungan Pilkada menjadi cerminan utuh prilaku oknum lembaga-lembaga negara dan tidak tertutup kemungkinan praktek seperti ini akan dilakukan pada pemilihan umum Presiden dan pemilihan umum anggota legislatif pada tahun 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H