Hilda menghela napas panjang setelah lelaki yang ditolongnya itu sadar dari pingsannya.Â
"Syukurlah, akhirnya kau sadar juga." Ujar Hilda sambil tersenyum.
"Siapakah kau? Ada di mana aku sekarang?" Tanya lelaki itu pada Hilda.
Hilda pun menceritakan apa yang sudah terjadi pada lelaki itu hingga dibawa ke rumahnya. Dengan serius lelaki itu mendengarkan Hilda bercerita.
"Terima kasih, Hilda. Namaku Mahesa, senang bisa bertemu seorang perempuan baik seperti dirimu." Lelaki itupun akhirnya menimpali Hilda yang telah selesai bercerita.
"Jangan kau sungkan, Mahes. Anggap saja aku ini temanmu." Begitu jawab Hilda.
"Baiklah, mulai sekarang kita berteman." Jawab Mahesa sambil mengajak Hilda berjabat tangan.
Entah mengapa, Hilda merasa percaya jika lelaki di hadapannya adalah seseorang yang baik dan dapat dipercaya. Ia hanya berkeinginan jika pertemanan ini akan berbuah baik bagi keduanya.
Setelah kejadian itu mereka pun kian lama kian akrab saja seperti sepasang sahabat yang sudah lama tak bersua. Mahesa yang kemudian menceritakan keadaan sebenarnya mengapa ia mabuk pada saat itu. Karena memang Mahesa tengah frustasi dengan keadaan kedua orang tuanya yang bercerai dan itu membuatnya lari dari kegelisahan dengan menjadi pemabuk. Karena Mahesa bisa melupakan keadaan rumah dan keluarganya yang setiap hari hanya dipenuhi dengan ketidaknyamanan.
Ayah Mahesa yang selingkuh telah membuat ibunya sakit-sakitan. Kian hari keadaan rumah menjadi jauh dari ketenangan, karena ibunya tak ingin dimadu seringkali menangis ketika ayah Mahesa pulang ke rumah membawa istri barunya. Mahesa yang memang hanya anak tunggal tak bisa sedikit pun berbuat apa-apa selain menghibur ibunya yang sakit hati oleh ayahnya.