Sang puan tampak lelah setelah berjalan melewati naik turun terjalnya perjalanan. Puan pun mencari tempat untuk sejenak beristirahat, hingga ia temukan sebuah tempat yang nyaman untuknya melepas lelah.
Duduklah ia di sudut taman yang begitu sejuk dan teduh. Ada banyak abjad berkeliaran mengitari pikirannya, dan entah berapa banyak kata berlarian di kepalanya seperti hendak mencari selembar kertas tempatnya menuju.
Puan menarik napas panjang seakan ingin melepaskan beban di hatinya. Ia pun mengeluarkan sebuah buku dan pena dari tas kecil yang dibawanya setiap kali pergi keluar rumah. Puan menjatuhkan pandangannya pada kaki langit di ujung tatapannya di depan.Â
Danau luas yang terbentang di hadapannya memberikan keleluasaan padanya untuk menari bersama jemari menuliskan inspirasi. Telah lama sekali Puan melewatkan kesempatan seperti saat ini ia sedang berada di sini. Banyak sudah yang dilaluinya beberapa waktu ke belakang, semua telah merubah segalanya dan itu harus diterima Puan dengan segala perasaan.
Di penghujung tahun lalu Puan harus rela dengan keputusan dari dokter yang memvonisnya harus segera dioperasi usus buntu. Hal yang belum pernah dialami selama hidupnya, dengan mengumpulkan keberanian di hatinya Puan pun akhirnya menyerah di meja operasi sebuah rumah sakit. Ia pasrah dengan keadaan yang harus diterimanya.
Puan menyadari atas kesalahan dalam pola hidupnya selama ini. Sebagai seorang perempuan sudah seharusnya menjaga pola hidup  dan pola makan yang sehat. Akumulasi dari pola hidup yang dijalaninya selama ini harus ia terima sebuah konsekuensinya saat ini.
Perempuan yang seringkali disebut makhluk yang lebih lemah dibanding kaum pria memang harus dengan seksama memperhatikan kesehatan tubuhnya. Bermula dari pola makan sebagai kebutuhan yang sangat penting.Â
Perempuan yang seringkali sangat suka makan yang rasanya pedas apalagi dengan macam-macam makanan yang tidak sehat atau dikenal dengan junkfood. Lama kelamaan banyak racun mengendap di dalam tubuh. Dan itu sangat berpengaruh bagi kesehatan tubuh.
Sekuat apapun tubuh itu akhirnya tumbang juga dengan sebuah vonis dokter yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Seperti halnya Puan mendapatkan vonis tersebut. Selama ini Puan hanya beranggapan jika sakit yang terkadang datang mengganggunya ternyata menjadikan vonis berat harus diterimanya.
Puan hanya menganggap rasa sakit itu hanya hal sepele, sakit biasa pada perutnya yang bisa sembuh dengan sekali minum obat dari resep dokter. Puan belum pernah memeriksakan kondisi sakitnya secara berkala dan teratur. Puan hanya tahu sakitnya itu akan hilang setelah meminum obat tersebut.
Akhirnya Puan pun harus menerima kenyataan untuk dioperasi usus buntu saat itu juga. Lantas apa yang terjadi setelahnya? Puan pun harus membatasi pergerakannya karena perlu cukup waktu untuk pemulihan pasca operasi itu. Yang biasanya Puan banyak mengerjakan aktivitas di luar rumah, kini Puan hanya bisa menikmati hari-harinya dengan kegiatan inti saja yakni pekerjaannya. Tak ada hal lain selain rumah - tempat kerja - rumah. Dan Puan harus puas dengan keadaan tersebut.
Hingga waktu pun menginjak bulan kedua setelah Puan dioperasi, ada perasaan lain yang dirasakan pada tubuhnya. Mengapa Puan masih saja merasakan sakit pada perutnya? Dan rasa sakit itu pun kian lama kian tak dapat ditahan. Puan kembali tumbang di sebuah rumah sakit dengan kali kedua harus menerima vonis berat lagi.
Puan divonis mengidap kista, dan yang lebih parah lagi kistanya itu ada duah buah bersemayam di tubuhnya. Tentu saja itu harus segera diangkat dan dibuang demi kesehatan tubuhnya. Puan pun harus kembali mempersiapkan dirinya untuk dioperasi kali kedua. Dahsyat sungguh dengan kenyataan yang harus diterimanya ini.
Belum sampai seratus hari perutnya harus kembali dibedah dan dioperasi demi kembalinya sehat di tubuhnya. Puan hanya pasrah dengan keadaan tersebut. Puan kembali terkapar di sebuah ruang yang berbau obat-obatan. Sudah terbayangkan olehnya jika setelah ini Puan harus kembali menanti pulihnya kesehatan di tubuhnya.
Semilir angin menyadarkan Puan dari lamunannya. Ingatan Puan melayang dengan waktu ke belakang. Puan hanya bisa menitikkan air mata dengan ingatan tersebut. Kini Puan hanya bisa menuliskan luahan hatinya di buku catatan kecilnya. Semua adalah pengalaman, dan pengalaman adalah guru terbaik untuk pembelajaran.
Puan adalah Puan yang selalu berkeinginan menari dengan jemarinya di atas secarik kertas. Puan hanya ingin kembali dengan keadaan seperti semula, aktif menulis dan berliterasi bagi negeri. Puan memang sangat menyukai kegiatan menulis dan berliterasi. Dan puan mulai membenahi satu persatu beberapa tulisannya yang terpenggal karena sakitnya.
Puan kembali berinspirasi dan berimajinasi dengan kata-kata, dan ia pun berseru dengan beberapa puisinya melalui channelnya. Tak hanya itu saja Puan mulai bercuap-cuap dengan cerita imajinya. Dan kini Puan sedikit demi sedikit merasa kehidupannya mulai normal kembali.Â
Puan mulai menikmati hari-harinya walaupun masih ada sedikit perih di hatinya setelah apa yang terjadi pada dirinya. Ia tak ingin berlarut-larut dengan keadaan walaupun belum tuntas seratus hari setelah pasca operasi. Puan bertekad ingin segera pulih dengan kesehatan tubuhnya. Ia ingin segera bergerak kembali dengan melangkah perlahan demi kegiatan yang sangat disukainya. Walaupun kini ia hanya secara mandiri saja bergerak di literasi.
Tentu saja banyak kesempatan selama ini yang telah dilewatinya. Karena keadaannya telah banyak membuatnya kehilangan teman dan kesempatan. Dan itu menyadarkan dirinya tentang sebuah persahabatan. Mungkin ini sudah jalan terbaik baginya dari Tuhan, yang telah menunjukkan siapakah teman sejati itu.
Bukan semata tentang pemberian melainkan apa itu sebuah pengertian dan perhatian, di sanalah arti persahabatan sesungguhnya. Puan sangat menyadari akan kekurangan pada dirinya selama ini yang telah membuatnya kehilangan beberapa sahabat. Puan hanya bisa memohon ampunan pada Tuhan akan segala khilafnya selama ini. Semoga sahabatnya berbahagia walau tanpa ada kehadirannya.
Puan menutup perlahan buku kecilnya, dan ia kembali memandang jauh ke hadapan. Dilihatnya air beriak tersapu hembusan angin. Puan menikmati sejuknya udara di sudut taman. Hingga ia bangkit dari duduknya untuk pulang ke rumah.
Puan hanya ingin berbagi kisah perjalanan sebagai pengalamannya. Semoga tulisan ini bermanfaat dan menginspirasi.
Catatan Seorang Puan oleh Putri Kinasih menjelang Hari Kartini. Semoga Puan dan para perempuan di belahan dunia mana pun akan selalu menjadi pribadi yang lebih baik dan menginspirasi sesamanya.
Salam Literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H