Mohon tunggu...
Ina Widyaningsih
Ina Widyaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Staf TU SMPN 3 Pasawahan

Penyair Pinggiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa Kabar Hai Perempuan?

27 September 2020   15:19 Diperbarui: 27 September 2020   15:23 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin, ketika saya sedang berada di pojok baca milikku kedatangan seorang ibu untuk membaca buku. Saya mengenalnya karena memang tetanggaan. Sebut saja dia "Kak Ain".

Awalnya dia asyik memilih buku yang akan dibacanya. Saya pun tak berniat mengganggu keseriusannya membuka-buka buku. Hingga kudengar dia berkata, "Hebat ya... Teteh bisa mempunyai buku karya sendiri!"

"Alhamdulillah, saya bisa mengekspresikan diri dengan menulis." Saya menimpali perkataannya dengan kebanggaan tersendiri.

Duduklah Kak Ain di hadapanku dengan raut wajah seperti ingin memulai bercerita. Dan tak lama kemudian dia mencurahkan isi hatinya pada saya. "Mungkin dia sedang resah," pikirku.

Dari curhatannya aku bisa memberi kesimpulan tentang bagaimana seorang perempuan dalam menghadapi kehidupan. 

Menurutnya, "Perempuan itu ternyata sangat sempit dunianya."

Dimulai dengan kebebasannya di masa remaja hingga waktu putih abu. Perempuan masih bisa berlenggak-lenggok mengekspresikan dirinya di dunia bebas. Hingga datanglah seorang lelaki melamarnya untuk dijadikan istri. 

Sejak saat itulah dunia pun menjadi tertutup baginya. Menjadi seorang ibu rumah tangga yang notabene selama 24 jam penuh menghabiskan waktu untuk mengurusi keluarganya. Belum lagi karena tinggal dengan mertua rasanya jauhlah kebebasan itu.

Itu telah menjadi konsekuensi perempuan di kehidupannya. Dan Kak Ain bernasib demikian pun tentu saja tidak hanya untuk disesali. Akan ada sisi lain yang sangat bisa untuk disyukuri, begitu aku berpikir.

Kak Ain tidak harus susah payah mencari nafkah karena biaya hidupnya telah dijamin oleh sang suami. Ketika bersama mertua di sanalah tuntutan yang sudah seharusnya bersikap bijaksana menghadapinya.

Mungkin teori lebih mudah dibanding praktek, karena kehidupan Kak Ain sangat jauh berbeda denganku. Kembali kepada diri kita bagaimana dalam menyikapi kehidupan ini.

Teringat lagi dengan cerita dari sahabatku, yang dengan berbagai masalah mereka harus menghadapi kehidupan dengan segala konsekuensi yang harus dihadapinya.

Semua dapat disimpulkan bahwa perempuan dengan apa adanya tetaplah perempuan yang harus ikhlas menerima kodratnya. Namun semua itu selayaknya tidak menjadikan perempuan untuk berkecil hati.

Sesekali cobalah kita lihat di sekitar dengan seksama. Bagaimana perempuan-perempuan yang berjuang di atas kakinya sendiri.

Jiwa yang tangguh telah menjadikan mereka sebagai perempuan hebat dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Semua sesuai dengan porsinya begitu Tuhan telah menciptakan.

Perempuan bisa dua kali lipat lebih kuat dibandingkan laki-laki. Ketika keadaan menjadikannya sebagai single parent. Dua fungsi langsung dikerjakannya dengan sikap lapang dada yang sudah seharusnya. Menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya.

Seperti ibuku yang hingga kini masih menjalani kehidupannya tanpa bersuami lagi sepeninggal ayah. Ibu bagiku adalah seorang pahlawan. Tak ada yang setegar beliau dalam menghadapi segala ujian kehidupan. Beliaulah teladan yang nyata di depan mata.

Duhai perempuan, dahulu pada masanya R. A. Kartini pun dengan lantang memperjuangkan hak kebebasan bagi perempuan. Maka dari itulah di masa kini kita hanya tinggal menikmati masa kebebasan dengan penuh rasa tanggung jawab yang semestinya. Dan kita harus selalu ingat dengan kodrati perempuan.

Menjalani kehidupan dengan segala tantangannya adalah sebuah jalan pendewasaan diri. Dari kepahitan kita bisa belajar prihatin, dari kebahagiaan kita jangan pernah lupa untuk bersyukur dan berbagi.

Teruntuk Kak Ain, saya berharap semoga Kakak bisa memanfaatkan waktu luangmu untuk sedikit berkreasi, mungkin dengan menuliskan curahan hati menjadi sebuah goresan yang lebih berarti dan dapat menginspirasi perempuan-perempuan di luar sana.

Bergerak lebih maju dengan diawali pemikiran yang sederhana hingga bisa menghasilkan sebuah karya. Apapun itu tetap berjalan di garis batas kodrati kita sebagai perempuan. 

Yuk...mari berekspresi dengan berliterasi sebagai salah satu cara emansipasi. Jangan hanya menunggu waktu, lebih baik mencari waktu untuk maju.

Perempuan juga bisa!

Perempuan itu kuat!

Semangat!

(Muhasabah diri, tulisan ini terinspirasi dari curhatan Kak Ain)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun