Dalam beberapa tahun terakhir, isu terkait tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)---yang kini berubah menjadi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek)---terus menjadi perhatian. Tukin yang menjadi hak dosen sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi hingga kini tak kunjung terealisasi sejak 2020.
Situasi ini menjadi ironi, mengingat peran dosen yang sangat strategis dalam mencetak generasi unggul bangsa untuk menyongsong visi Indonesia Emas 2045. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 447/P/2024, dosen ASN dijamin berhak mendapatkan tunjangan kinerja. Namun, janji tersebut hingga kini belum juga diwujudkan.
Janji Manis yang Belum Terbukti
Permen Nomor 447/P/2024 sempat memberikan harapan besar bagi para dosen ASN di bawah Kemdiktisaintek. Regulasi tersebut secara tegas menyebutkan bahwa tunjangan kinerja dosen ASN akan mulai dibayarkan pada 1 Januari 2025. Pernyataan ini kala itu memberikan secercah optimisme setelah bertahun-tahun hak mereka terabaikan.
Sayangnya, hingga saat ini, belum ada tanda-tanda konkret yang menunjukkan kesiapan pemerintah untuk merealisasikan janji tersebut. Tidak ada kejelasan terkait alokasi anggaran, mekanisme pencairan, maupun langkah teknis lainnya. Hal ini membuat janji tersebut kembali terasa seperti fatamorgana semu yang mengecewakan.
Hak yang Terabaikan
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, tenaga pendidik, termasuk dosen ASN, berhak mendapatkan penghargaan setara dengan kontribusi mereka. Namun, sejak 2020, tukin bagi dosen ASN di bawah Kemdiktisaintek tidak pernah dibayarkan.
Sementara itu, dosen di bawah kementerian lain telah menerima tunjangan kinerja mereka secara rutin. Ketimpangan ini mencerminkan kurangnya perhatian serius terhadap kesejahteraan dosen, meskipun beban kerja mereka terus meningkat dengan tuntutan tri dharma perguruan tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Bertahan di Tengah Ketidakpastian
Banyak dosen ASN di bawah Kemdiktisaintek kini harus mencari pekerjaan sampingan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Mulai dari memberikan les privat, menjadi konsultan, hingga menjalankan usaha kecil-kecilan, berbagai langkah dilakukan agar tetap bertahan.
Kondisi ini jelas berdampak pada fokus dan kualitas pengajaran di perguruan tinggi. Waktu yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kompetensi, melakukan riset inovatif, dan mengabdi kepada masyarakat terpaksa tersita untuk mencari penghasilan tambahan.
Tuntutan kepada Pemerintah
Pemerintah, khususnya Kemdiktisaintek, harus segera menindaklanjuti janji yang tertuang dalam Permen Nomor 447/P/2024. Realisasi pembayaran tukin pada 1 Januari 2025 bukan hanya soal menepati janji, tetapi juga soal penghormatan terhadap peran dan dedikasi para dosen ASN.
Transparansi terkait alokasi anggaran dan mekanisme pembayaran menjadi hal yang sangat mendesak untuk diwujudkan. Selain itu, perlu ada jaminan bahwa kasus serupa tidak akan terulang di masa depan dengan membangun sistem yang adil dan konsisten.
Visi besar Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai tanpa dukungan penuh terhadap tenaga pendidik sebagai salah satu pilar utamanya. Tukin bukan sekadar bentuk penghargaan, tetapi juga hak yang harus diwujudkan. Jangan biarkan janji ini terus menjadi fatamorgana semu bagi dosen ASN di bawah Kemdiktisaintek.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI