Belum selesai kami dikagetkan dengan erupsi Gunung Semeru yang memakan banyak korban. Kini kami harus dikejutkan lagi dengan berita penendangan sesajen di Gunung Semeru. Tepatnya di Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang.
Mirisnya lagi, yang melakukan itu adalah salah satu dari relawan Gunung Semeru. Yang seharusnya bertugas memberi pertolongan pada warga. Bukan malah membuat keributan dan menyakiti keyakinan masyarakat setempat.
Bang HF dimanapun Abang sekarang berada. Entah masih jadi buronan atau sudah diamankan. Izinkan saya sebagai salah satu warga negara Indonesia yang beragama Islam mengatakan sesuatu untuk Abang.
Saya hanya ibu rumah tangga biasa yang tinggal nun jauh di pedalaman Bogor. Ibu rumah tangga yang keseharian hanya mengurus anak dan suami. Yang punya keinginan menjadi relawan tapi belum kesampaian karena keadaan.Â
Dan yang lebih penting dari itu semua, saya adalah ibu rumah tangga yang punya keyakinan seperti Abang. Dimana sesajen memang tidak diperbolehkan dalam agama Islam.
Tapi apakah perlu mengumumkan apa yang kita yakini itu dengan cara frontal? Hingga merasa berhak untuk menyakiti keyakinan orang lain?
Saya sependapat dengan Mbak Alissa Wahid. "Meyakini bahwa sesajen itu tidak boleh, monggo saja. Tapi memaksakan itu pada orang yang meyakininya, itu yang tidak boleh."
Pendapat Mbak Alissa Wahid ini sama persis seperti pendapat Opahnya Upin Ipin. Abang HF pernah melihat serial Upin Ipin yang berjudul "Hasil Jerih Payah"? Belum pernah?
Baiklah. Saya paham. Mungkin Abang memang cukup sibuk berdakwah. Sehingga tidak sempat melihat tontonan anak-anak seperti Upin Ipin ini.Â
Tapi tidak masalah. Saya akan ceritakan kisah Upin Ipin dengan judul "Hasil Jerih Payah" ini.
Dikisahkan Upin Ipin sedang bermain kejar-kejaran. Tiba-tiba datanglah Mei Mei yang berjalan dengan tergesa-gesa sambil membawa seplastik jeruk mandarin. Entah karena apa, plastik wadah jeruk tersebut robek. Membuat buah jeruk di dalamnya tumpah berhamburan.
Melihat Mei Mei kerepotan, Upin Ipin berisiatif membantunya. Membawakan jeruk itu sampai di rumah Mei Mei. Setelah bilang terima kasih dan meminta Upin Ipin menunggu sebentar di luar, Mei Mei langsung masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Upin Ipin yang masih berdiri di luar.
Pandangan Ipin tertuju pada sebuah piring sesajen yang diletakkan di halaman rumah Mei Mei. Piring itu berisi beberapa batang dupa dan beberapa jeruk limau. Nyaris saja Upin Ipin mengambil jeruknya. Beruntung Mei Mei langsung datang dan berteriak agar dua teman kembarnya meletakkan kembali jeruk itu di piringnya.
Mei Mei mengatakan bahwa jeruk itu untuk sembahyang. Yang diperuntukkan sebagai makanan hantu. Mei Mei juga menjelaskan bahwa dalam kepercayaan orang China, bulan ini adalah bulan tidak baik alias bulan hantu. Dimana semua hantu bergentayangan.
Sebab itu Mama Mei Mei melarang Mei Mei main air, tidak boleh pulang terlambat dan tidak boleh jalan sendirian. Dia juga memberi pesan pada Upin Ipin agar ketika ada orang yang memanggil mereka jangan menoleh ke belakang. Karena mungkin itu bukan orang, tapi hantu.
Tak banyak berkomentar, apalagi menyanggah. Dua kembar nakal itu langsung pulang terbirit-birit. Bahkan ketika Mei Mei memanggil mereka untuk memberi buah jeruk Mandarin sebagai tanda terima kasih, mereka tetap lari. Mengira itu bukan suara Mei Mei, tapi suara hantu.
Sesampainya di rumah, Upin Ipin langsung bertanya pada Opah. Memvalidasi apakah bulan ini bulan hantu atau tidak?
Abang HF tahu apa jawaban Opah? Opah berkata, "Betul. Menurut kepercayaan orang China, bulan ini pintu surga dan neraka mereka dibuka. Jadi semua orang mati turun ke bumi. Itu sebabnya bulan ini disebut bulan hantu."
"Betulkah Opah? Berarti hantu itu ada?" Kembali Upin bertanya memastikan.
"Itu kepercayaan orang China lah. Kita harus menghormati. Kalian jangan berani mengambil buah yang digunakan untuk sembahyang di pinggir jalan itu." Kali ini Kak Ros yang gantian menjawab.
Itulah toleransi yang Indah, Bang. Tidak memaksakan orang lain yang berbeda keyakinan mengikuti apa yang kita yakini. Karena kita juga tidak mau dipaksa untuk meyakini apa yang diyakini oleh orang lain yang berseberangan dengan keyakinan kita.
Bayangkan seandainya Upin Ipin bertanya tentang hantu ada atau tidak. Lantas Opah menjawab, "hantu itu tidak ada. Kalau ada sesajen yang kalian temui di jalan, tendang saja! Buang! Itu perbuatan sia-sia para pemuja setan."
Atau, "Inilah yang justru mengundang murka Allah, hingga Allah menurunkan azabnya. Allahu Akbar"
Ya bisa langsung Ambyaarrr!
Opah tidak meminta cucunya yang Islam untuk mempercayai adanya hantu dan fungsi sesajen untuk sembahyang. Opah hanya memberi penjelasan agar Upin Ipin menghormati kepercayaan suku dan agama orang lain.
Toleransi antar ummat beragama di Kampung Durin Runtuh lainnya juga bisa digunakan sebagai pelajaran indah untuk saling menghormati. Tentang bagaimana warga muslim bergotong royong membantu persiapan perayaan Deevapali Uncle Muthu. Atau datang pada pekan raya Imlek Gong Xi Fa Cai.
Atau sebaliknya. Bagaimana Uncle Muthu dan Jarjit yang seorang Hindu datang makan-makan di rumah Upin Ipin saat lebaran tiba. Begitu pula Uncle Ah Tong dan Mei Mei juga turut bahagia turut serta dalam jamuan lebaran itu.
Mereka datang membantu. Ikut serta hadir saat pesta ada. Tapi tidak pernah ikut dalam prosesi sembahyangan agama dan kepercayaan orang lain.
Inilah pelajaran berharga tentang toleransi yang digambarkan oleh serial animasi anak-anak. Tentang pentingnya persatuan di tengah hiruk pikuk keberagaman.Â
Belajar bagaimana cara menumbuhkan kerukunan di atas keberagaman agama dan kepercayaan. Serta nilai toleransi yang tinggi tanpa perlu merasa saling memaksakan dan dipaksakan.
Sekali lagi untuk Abang HF. Tidak ada salahnya sesekali nonton Upin Ipin. Selain seru dan lucu, akan banyak pelajaran berharga yang bisa Abang peroleh.
Nggak percaya? Anak saya yang kecil saja sampai teriak-teriak nangis kalau Upin Ipin terjeda iklan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H