Mohon tunggu...
Puji Khristiana
Puji Khristiana Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga 2 anak yang hobi menulis

Bekerja sebagai penulis konten dan blogger

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Laki-laki Biasa

3 November 2020   10:01 Diperbarui: 3 November 2020   10:16 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemasukan selalu minus. Barang-barang berharga telah habis terjual untuk sekedar membayar kontrakan yang tidak bisa telat sedikitpun. Berbagai jenis bantuan dari pemerintah tidak pernah sampai ke tangan mereka dengan alasan mereka tidak terdata sebagai penduduk setempat karena status mereka hanya kontrak rumah saja.

Hari demi hari, bulan demi bulan pandemi belum juga kunjung selesai. Hutang semakin menumpuk, hidup semakin terhimpit. Harga diri laki-laki biasa itu kian terkikis habis. Tak masalah jika tubuh kurusnya semakin mengurus karena sering menahan lapar. Tapi dia tidak akan pernah tega membiarkan perut istri dan kedua anaknya seperti perutnya.

Dia terus membawa motor matic tua menyusuri jalan berharap ada orderan yang menyambangi smartphonenya yang hampir rusak. Motor matic tua dan smartphone adalah alat kerja yang tidak boleh rusak. Tanpa dua benda itu, tidak ada lagi makanan yang bisa mereka makan. Karena warung sebelah kontrakan sudah tidak mau lagi memberi hutangan.

Mereka seperti terkurung dalam letihnya ibu kota. Berharap bisa kembali ke kampung untuk bisa hidup seadanya mengandalkan sepetak ladang yang menumbuhkan berbagai jenis tanaman dan rumput liar untuk sekedar teman makan nasi. Sekalipun bersatatus pengangguran, hidup di kampung masih bisa memberi harapan karena berbiaya rendah.

Tapi lagi-lagi. Untuk bisa pindah ke kampung juga diperlukan biaya yang tidak sedikit. Jangankan untuk membeli tiket bus pulang kampung. Untuk makan besok saja belum ketemu uangnya.

Laki-laki tua itu nyaris putus asa. Hari semakin senja. Tapi belum ada satupun orderan yang masuk hari ini. Jika pulang tanpa membawa uang, sudah pasti istrinya akan marah sekuat tenaga.

Bukan suara keras emosi istrinya yang membuat gentar. Justru rasa cinta yang teramat sangat pada istri dan kedua anaknyalah yang membuat dia hampir saja jatuh ke jurang putus asa. Laki-laki mana yang sanggup melihat keluarga yang disayanginya tidur dalam keadaan perut lapar.

Dia selalu paham. Istrinya juga mengalami hal yang sama dengannya. Hampir saja putus ada dengan segala keadaan yang ada. Ekonomi sulit, hidup semakin terhimpit. Inilah alasn kenapa laki-laki biasa itu tetap tertunduk tanpa melawan saat istrinya berteriak seperti kesetanan.

Apapun yang terjadi, dia harus membawa uang untuk makan istri dan anaknya malam ini. Laki-laki biasa itu tidak mempedulikan lagi teriakan pemilik kontrakan yang menagih dengan cara kasar. 

Hanya memberi dua pilihan. Bayar atau keluar. Tidak ada sedikitpun dispensasi sekalipun selama punya pekerjaan tetap dia selalu membayar tepat waktu.

Harapan untuk hari ini sangat sederhana. Mendapat uang yang halal demi makan anak istrinya. Dia tidak peduli lagi dengan kulitnya yang semakin menghitam karena sering terpapar matahari dan hujan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun