Pernah suatu hari hatiku serasa hancur. Semua itu hanya karena di sebuah forum rapat, atasan membeberkan pegawai yang  telat dan Aku termasuk di dalamnya. Dalam kesempatan itu beliau memberikan pengarahan panjang lebar. Tanpa tedeng aling-aling beliau sampaikan di depan forum rapat nama-nama yang telat tersebut. Aku yang memang pernah sekali telat sekitar 2 menit karena ada urusan yang harus diselesaikan merasa kaget. Tidak biasanya dibeberkan seperti itu.
Sebelumnya jika ada rekapan pegawai yang telat, maka yang bersangkutan akan dipanggil dan diberi pengarahan serta menandatangani pernyataan sudah diberi pembinaan.
Entah waktu itu suasana hati sedang tidak nyaman, entah terpancing emosi tiba-tiba karena merasa dipermalukan. Yang jelas waktu itu suasana hati menjadi tidak karuan. Bad mood nya tidak hanya sehari, berhari-hari tidak hilang juga rasa tidak nyaman itu. Kerja menjadi tidak semangat lagi.
Padahal mungkin niatnya adalah menasehati, memberikan pembinaan, namun mengapa yang kuterima seolah-olah penghinaan?
Untuk dapat menerima nasehat, kita memang harus menempatkan hati kita pada posisi merendah, tidak membantah, tidak ngeyel, tidak konfrontasi dan menghargai. Diamlah ketika kita sedang menerima nasehat. Pikirkan dan resapi maknanya sehingga kita dapat menerima dengan baik. Turuti nasehat tersebut dan menjalankannya dengan hati yang lapang.
                                                           Adab menerima nasehat / dokpri
Ketika rendah hati sudah kita pasang, maka kesombongan akan menghilang. Apa yang orang sampaikan akan mudah meresap dan masuk dalam lubuk sanubari yang paling dalam. Namun ketika kita merasa tinggi hati, ada sifat sombong, ada rasa tidak suka, ada rasa tidak senang dengan nasehat tersebut, bisa jadi nasehat yang sebenarnya seindah berlian menjadi lumpur dan kotoran yang kita terima. Tidak mudah sepertinya untuk masuk di hati.Â
Apalagi jika kita sudah pasang sifat suka membantah, ngeyelan dan senang konfrontasi, tentu saja nasehat itu akan terbang begitu saja. Bahkan mungkin saja kita malah jadinya bertengkar, bermusuhan dengan orang yang menasehati tersebut. Semua itu bukan karena orang yang menasehati tidak benar sikapnya, namun emosi diri kita yang membuat kita tidak mudah menerima dan ingin menyerangnya. Seolah-olah diri kita sedang dipermalukan, dihinakan dengan nasehatnya tersebut.
Alangkah lebih terhormatnya ketika kita menerima nasehat, maka kita diam dan dengarkan dengan baik. Resapi apa yang disampaikannya, pikirkan dengan hati yang jernih tanpa ada rasa dengki dan buruk sangka. Kita hargai apa yang disampaikan, kita hargai orang yang menyampaikan. Akui pada diri kita bahwa orang yang sedang menasehati itu, hakekatnya adalah sayang pada kita. Tidak ingin kita berada dalam lumpur dosa atau terjerumus dalam kesalahan.
Dengan pengakuan semacam itu maka hati kita akan merasa lapang. Kita akan merasa berterima kasih dengan apa yang disampaikannya. Kita hargai kasih sayangnya. Kita hormati kebenaran apa yang disampaikannya. Kita laksanakan dengan hati yang terbuka dan mau belajar dari mana saja.
Dalam menerima nasehat kita juga harus banyak bersabar. Barang siapa yang tidak sabar mendengar pahitnya nasehat guru, dia tidak akan pernah merasakan manisnya ilmu. Jamu itu pahit, tapi membuat badan sehat. Sirup itu manis, tapi bisa bikin penyakit.Â
Berbeda dengan situasi ketika kita dalam posisi dinasehati, ketika kita mau menasehati juga ada adab-adab yang musti diperhatikan. Adab tersebut kita lakukan agar apa yang kita lakukan  bernilai ibadah. Nasehat yang kita berikan dapat diterima dan orang yang kita nasehati tidak merasa dipermalukan.
Di antara adab-adab yang dilaksanakan ketika memberi nasehat adalah pertama niatkan karena Allah. Niat ini penting, karena niat adalah pangkalnya amal. Amal akan dihitung sebagai amal baik jika kita niatkan karena Allah. Ikhlas semata-mata untuk beribadah. Ikhlas karena kita menginginkan kebaikan pada orang lain.Â
Berbeda halnya jika kita melakukan sesuatu karena ada motivasi lain. Kita memberikan nasehat hanya karena ingin melakukan pembinaan misalnya. Maka hanya pembinaan  itu yang kita dapat.  Kita memberikan nasehat karena ingin dihormati, maka penghormatan itu saja yang akan kita dapatkan. Jadi apapun akan kita dapatkan sesuai dengan yang kita niatkan. Untuk itu niatkan apa yang dilakukan adalah ikhlas karena Allah.Â
Adab yang kedua adalah cukup empat mata, antara orang yang menasehati dan yang dinasehati. Jangan berikan nasehat itu di tempat umum, di hadapan orang banyak. Walaupun nasehat itu baik, namun karena dilakukan di depan orang banyak, biasanya orang yang dinasehati akan merasa seolah-olah dipermalukan, ditelanjangi kesalahannya dan tentu saja hatinya tertutup menerima nasehat tersebut.
Adab yang ketiga adalah berikan nasehat dengan kata-kata yang lemah lembut. Kata-kata yang lembut akan mudah diterima, akan meudah diresapi dibanding dengan kata-kata yang keras lagi kasar. Kata yang  keras lagi kasar hanya akan masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan.  Sampaikan nasehat kita dengan dilatari kasih sayang, bukan marah-marah dan mengumbar emosi.Â
Untuk memberi kebebasan dalam melaksanakan apa yang dinasehatkan, seorang teman memberikan nasehat dalam pepatah Jawa
CULNO SIRAHE CEKEL BUNTUTE
Lepaskan kepalanya, pegang ekornya.
Ketika memberikan nasehat kita bebaskan namun dibatasi. Misalnya  dalam mendidik anak dan keluarga, tidak harus keras, tapi tegas, kasih kebebasan tapi harus ada batasan, jangan dipaksa tapi dirayu, jangan disuruh tapi diajak, jangan tergesa gesa, baja yang keras butuh waktu untuk mencairkanya. Batu yang keras bisa berlubang dengan tetesan air yang lembut.
Adab yang ke empat adalah berikan nasehat dengan ilmu bukan dengan nafsu. Pastikan kita memberi nasehat sesuai dengan ilmu yang mumpuni dan pernah kita pelajari serta bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sekedar mengikuti hawa nafsu. Keinginan untuk memberikan nasehat karena kita merasa bisa, merasa lebih tahu, merasa lebih berhak, merasa berkuasa dan sebagainya.
Adab yang kelima adalah nasehati diri sendiri dulu sebelum memberi nasehat kepada orang lain. Yang Utama adalah bertambah baiklah kita setiap hari. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini. Dengan seringnya kita menasehati pada diri sendiri sebelum kepada orang lain maka, diri kita akan semakin baik nantinya.Â
Adab ke enam adalah tetap bersabar. Kesabaran itu bukan hanya milik orang yang dinasehati, agar dia menerima dengan baik. Namun kesabaran ini juga miliknya sang penasehat. Seandainya nasehat kita tidak diterima, seandainya nasehat kita tidak dilaksanakan maka tetaplah kita memberikan nasehat karena ikhlas. Tetaplah berniat untuk bermanfaat kepada orang lain sebagai ladang dakwah bagi kita. Sebagaimana hadist yang sering kita dengar . sumber
"Sampaikanlah dariku, meskipun satu ayat." (HR. Bukhari no. 3461)Â
Kenapa kita harus saling menasehati? Itu semua adalah karena Allah sudah memerintahkan kepada kita dalam  (QS. Al 'Ashr: 1-3) : sumber
(1) (2)
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS. Al 'Ashr: 1-3)
Sudah sewajarnya kita sebagai orang muslim untuk saling menasehati. Sudah seharusnya kita menginginkan kebaikan pada diri maupun orang lain. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah dia yang bermanfaat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H