Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Pak, Belikan HP Android, Aku Disuruh Belajar Online"

18 Maret 2020   12:24 Diperbarui: 18 Maret 2020   12:31 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliah Online dari teman dosen / dokpri

Selasa, 17 Maret 2020 cerita hari ke dua social distancing ternyata ada satu (1) hal yang menurutku perlu direnungkan lebih lanjut. Kebijakan merumahkan anak-anak sekolah dengan kewajiban menggantinya dengan pembelajaran online. 

Ternyata tidak semua anak sekolah punya HP yang bisa digunakan untuk mengakses pembelajaran online. Tidak semua orang tua punya pegangan HP semacam itu. Bahkan ada orang tua yang malah tidak punya HP sama sekali. 

Aku mendengar cerita dari suamiku yang seorang kepala madrasah. Madrasahnya juga tidak di wilayah pinggiran, masih di dekat kota kabupaten, namun ternyata tidak semua siswanya / orang tuanya mempunyai HP yang bisa digunakan untuk akses pembelajaran. 

Ada 1 kelas yang jumlah siswanya 38 anak namun yang punya Hp hanya 23, artinya ada 15 anak yang tidak punya akses untuk pembelajaran online.

Karena ditanya masalah HP, malah ada anak yang langsung minta dibelikan HP android untuk media pembelajaran.  "Pak, belikan HP android, aku disuruh belajar online", Kata Bu Guru sekarang belajarnya di rumah, tugas-tugasnya juga dikirim lewat HP, Aku ga punya HP seperti teman-teman." 

Mendengar permintaan anaknya tersebut, orang tua merasa nelangsa karena tidak bisa membelikan. Kemudian menyampaikan kepada guru tentang permasalahan ini. 

Orang tua anak tersebut bukanlah seorang yang memiliki kecukupan materi untuk membelikan anaknya sebuah HP, apalagi HP dengan fitur khusus yang bisa digunakan untuk akses pembelajaran. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya saja masih kekurangan, selama ini biaya sekolahnya juga masih mengalami keterbatasan.

Sebuah kebijakan memang selalu ada sisi lain yang tidak dikehendaki. 

Ketika menerapkan social distancing, dimana semua orang diminta untuk tidak banyak bepergian ke akses pelayanan publik dan bertemu dengan banyak orang termasuk anak-anak sekolah juga dirumahkan, ternyata tidak seluruhnya siap dengan kondisi seperti itu. 

Bagaimana menanggapi permasalahan ini? 

Saat ini akses komunikasi berupa HP memang kelihatannya sudah menyeluruh. Semua orang hampir dikatakan punya, bahkan mungkin bisa 2-3 HP mereka pegang. Namun bagi sebagian yang lain ternyata kondisinya tidak semacam itu. Mereka belum mampu untuk memiliki benda yang dikatakan mewah tersebut. 

Alhasil pembelajaran online yang dikatakan sebagai salah satu solusi untuk anak-anak sekolah yang dirumahkan ternyata belum bisa diakses secara maksimal. Kepada anak-anak yang belum punya HP tersebut awalnya mereka diminta untuk ikut melihat ke HP temannya . Namun solusi itu juga malah membahayakan kesehatan  mereka karena masih harus berinteraksi dengan orang lain.

" Dalang ora kewuhan lakon", "Guru tidak kehabisan kreatifitas"

Jalan lain masih ada, ketika akses lewat HP tidak bisa, kepada siswa yang tidak bisa menyetorkan tugas lewat HP, mereka diminta untuk membuatnya di atas buku. Mencatat dan mengerjakan di buku tugas untuk nantinya disetorkan pada saat mereka masuk.

Ada-ada saja cerita tentang social distancing ini.

Berbeda lagi dengan putriku sendiri, yang sedang kuliah di luar kota. Dia tidak mau pulang ke rumah, karena merasa mengalami kesulitan untuk akses sinyal. Kami memang tinggal di daerah pegunungan, di lereng gunung Slamet, yang tidak semua akses sinyal bisa ditangkap dengan baik. 

Saya sendiri sering kali mengalami kesulitan kalau harus bekerja dengan internet di rumah. Mungkin itu yang membuat anakku malas pulang ke rumah dan lebih memilih tinggal di kosnya yang memang sudah menyediakan akses wifi. 

Namun kami pesankan kepadanya untuk mengikuti pprosedur dengan tetap berada di dalam kosnya dan tidak kemana-mana selama dalam masa sosial distancing ini. Untuk urusan makan, lebih sering menggunakan go food, ataupun masak sendiri dengan menu sederhana. 

Berbeda dengan anakku yang kedua yang sekolah dan tinggal di asrama. Awalnya dari pihak sekolah tidak meliburkan siswa. Mereka tetap berada di asrama dan melaksanakan pembelajaran seperti biasa. Hanya tidak boleh kemana-mana dan tidak boleh dijenguk oleh siapapun dari luar termasuk orang tua.  Namun ternyata kebijakan tersebut langsung berubah sehari kemudian.

Kami orang tua diminta untuk menjemput para siswa. Karena mereka tidak boleh pulang dengan naik kendaraan umum. Mereka dipulangkan ke rumah masing-masing karena pihak sekolah ternyata tidak bisa menjamin kalau keberadaan anak-anak di asrama bebas dari kemungkinan penularan. Walaupun prosedur pemeriksaan kesehatan untuk masuk ke madrasahnya diterapkan namun jaminan tidak tertular dan menularkan tidak bisa dipastikan.

Akhirnya anak kami pulang bersama dengan teman-teman satu daerahnya dengan mobil jemputan khusus dari salah satu wali murid yang bersedia menjemput ke sekolahnya. 

Saya berharap kondisi ini  akan lekas berlalu. Hidup dalam cekaman ketakutan membuat stres, tidak nyaman, tidak bebas bergerak, saling curiga apakah teman / orang di sebelah kita tidak menularkan.

Namun, apapun itu sebagai hamba yang beriman, kita harus tetap tenang. Kita harus tawakkal pada Allah, menyerahkan segala sesuatunya adalah takdir yang sudah menjadi ketetapan dari Nya. Kita harus mau mengambil hikmah dari semua kejadian yang ada. 

Keberadaan virus ini mungkin untuk membuat kita lebih mawas diri. Keberadaan virus ini mungkin harus membuat kita introspeksi diri. Keadaan kita akan lebih baik ke depannya. Dengan gaya hidup lebih sehat, kita akan menjadi orang yang semakin sehat.  

Dengan lebih meningkatkan keimanan kita maka kita akan menjadi manusia yang lebih bertakwa. Tidak akan terlihat lebih baik di hadapan Allah kecuali perbedaan ketaqwaannya.

Kalau selama ini kita lebih banyak berinteraksi di luar rumah, sekarang kita kembali ke rumah. Merangkul anggota keluarga untuk bersama-sama meningkatkan nilai ibadah.

Tak ada yang negatif jika kita kita bisa memandang segala sesuatu dengan positif. Tak ada yang tidak baik jika kita bisa melihat bahwa segala sesuatu ketentuan yang diberikan kepada kita dari Yang Maha Kuasa adalah baik adanya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun