Kematian itu ternyata begitu dekat. Kematian itu tidak bisa diprediksikan. Kematian itu bisa terjadi sewaktu-waktu. Entah apakah pada saat kita siap menghadapi kematian? Ataukah justru pada saat kita bersenang-senang menikmati kehidupan? Kehidupan di dunia yang hanya bersifat sementara, namun menjadi penentu bagi kehidupan kita selanjutnya di alam sana.Â
Tutor kami itu merasa begitu terhenyak. Ternyata dirinya yang segar bugar seperti ini, bisa saja meninggal sewaktu-waktu. Dan beliau belum merasa siap sekarang ini. Beliau merasa ibadahnya masih belum istiqomah. Sholatnya masih belum benar-benar terlaksana sesuai dengan waktunya. Sholat masih belum menjadi agenda utama dalam kehidupannya. Masih dikerjakan sesempatnya di antara sela-sela kesibukannya.Â
Berbeda dengan seorang rekan kerjanya di kantor. Sebut saja Bapak M, beliau merasa kalau rekan kerjanya tersebut orang yang sangat memperhatikan sholat. Sholat wajib selalu dikerjakan secara berjamaah di mesjid terdekat dengan kantor. Tepat  waktu dan tidak menunda-nunda. Walau rekannya itu sangat terlihat bersahaja dalam kehidupannya, namun terasa tidak ada kesusahan yang menimpa. Dia merasa rekannya tersebut selalu bahagia dan berserah diri walau sesekali kesulitan dalam kehidupan dirasakannya.
Kedua hal tersebut memicu dirinya untuk merubah diri ke arah yang lebih baik. Tutor kami itu merasa tersentak  dengan dirinya yang selama ini merasa adem ayem, aman-aman saja, walau ibadahnya sangat jauh dari dikatakan sempurna.Â
Ternyata kehidupan itu tidak abadi, kesehatan itu tidak selamanya datang. Kematian itu bisa datang kapan saja terhadap dirinya, dan dia tidak mau itu terjadi pada saat dirinya sedang melakukan perbuatan dosa.
Atas dasar itulah, akhirnya kesadaran itu datang. Kesadaran untuk merubah dirinya menjadi insan yang lebih baik. Kesadaran diri untuk melaksanakan sholat yang lebih sempurna. Kesadaran diri bahwa hidup itu tidak abadi.
Beliau merasa ini adalah saat terbaik untuk berubah, Kapan lagi perubahan itu akan dilaksanakan jika tidak sekarang. Kapan lagi dirinya akan lebih baik jika tidak diawali dari mulai sekarang memperbaiki sholat. Bukankah sholat adalah amalan yang akan dihisab pertama kali. Jika sholatnya baik, maka amal lainpun akan diperhitungkan baik. Namun jika sholatnya buruk maka amal lainpun akan terhitung buruk pula. Sungguh sebuah kerugian yang besar. Beliau tidak mau menjadi manusia yang bangkrut pada akhirnya.
#ditulisberdasarkancerita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H