Mohon tunggu...
Puji Hastuti
Puji Hastuti Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ganti "Sontoloyo" dengan Tidak Santun?

25 Oktober 2018   07:35 Diperbarui: 25 Oktober 2018   08:50 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kegaduhan yang terjadi di negeri ini harus disikapi dengan bijak. Diam, tidak ikut menyebarkan, introspeksi diri dan berbuat baik demikian sikap yang saya usulkan guna menghindarkan diri dari keterlibatan pada kegaduhan yang terjadi pada negeri ini. Bagaimana tidak gaduh kalau ada sesuatu yang terjadi semua orang ikut berkomentar, banyak pihak yang malah menjadikannnya sebagai senjata untuk menyerang pihak lawan.

Diam bukan berarti kita tidak terlihat. Diam bukan berarti kita kalah. Diam bukan berarti kita tidak peduli. Namun diam adalah emas. Emas jika kita menggunakan diam tersebut bukan karena ketidakpedulian kita. Namun diam akan menjadi emas jika kita bisa mengambil semua kegaduhan yang terjadi sebagai hikmah bagi diri.

Coba bayangkan kalau seandainya kita diam pada saat kasus kebohongan RS misalnya. Hikmah yang bisa kita ambil salah satunya agar kita tidak berbuat semacam itu. Hikmah agar kita tidak mudah berkata dusta. Apabila kita tidak ikut berkomentar, kita tidak ikut menyebarkan berita tersebut. Bisa jadi kasus itu tidak akan seheboh sekarang ini.

Kebohongan memang tidak benar. Kedustaan memang sesuatu yang salah. Namun kalau kita tidak ikut menyebarkan berita, hujatan  kepada orang yang berbuat semacam itu mungkin kasus sudah selesai. Biarlah urusan kebohongan itu antara dia dengan Tuhannya.

Zaman sekarang ini adalah masa di mana sebuah berita dalam sekejap bisa menjadi viral. Semua orang, besar kecil, tua muda bisa dengan mudah mengaksesnya. Dalam hitungan detik milyaran orang bisa mengetahui langsung di tempat dimana dia berada pada waktu yang sama.

Kecanggihan teknologi di abad ini memungkinkan seseorang mengetahui aib orang lain saat itu juga. bukan karena dia pergi ke tempat kejadian berada, namun hanya dari gerakan jari pada gagdjetnya.

Kata "Sontoloyo" misalnya, selama ini mungkin tidak banyak yang tahu kata tersebut. Namun karena yang mengatakan itu adalah orang nomor satu di negeri ini, maka dalam sekejap seluruh rakyat negeri ini jadi tahu. Apa itu sontoloyo? Bagi mereka yang tidak tahu, pasti bertanya-tanya.  Mahluk jenis apa itu?

Gambaran yang saya berikan untuk sontoloyo ini mungkin tidak seratus persen benar. Namun setidaknya saya memberikan definisi sepanjang yang saya pahami sebagai orang Jawa yang pernah mendengar kata tersebut sebelumnya.

Predikat sontoloyo diberikan kepada mereka yang kurang bekerja keras, mentalnya rendah, suka menggantungkan diri pada orang lain, tidak semangat, bersikap plin plan. Kata-kata tersebut biasanya diucapkan untuk bahasa ejekan.

Ganti kata "Sontoloyo" dengan "tidak santun". Mengapa harus diganti? Bukankah kata-kata sontoloyo itu sudah menggambarkan kondisi yang sebenarnya dari pihak yang ingin kita kata-katai tersebut? Bukankah predikat yang kita berikan itu sudah pas?

Berpijak dari sebuah "private training magnet rezeki" yang pernah saya ikuti, kata-kata yang kita ucapkan hakekatnya akan kembali pada diri kita. Termasuk kata-kata negatif yang kita ucapkan. Kata adalah doa.

Artinya apapun yang kita ucapkan itu hakekatnya merupakan doa bagi diri kita juga termasuk kata negatif yang kita ceploskan. Kalau kita berkata sontoloyo misalnya maka itu bisa berarti kita sedang mendoakan diri " Ya Tuhan, sontoloyokan diri ini, sontoloyokan negeri ini, sontoloyokan semuanya".

Dalam training tersebut, kita dianjurkan untuk selalu berkata-kata yang positif. Disiplin kata. Segala kata yang berbau negatif ganti dengan kata yang lebih positif. Otak kita merespon apa yang kita ucapkan. Maka berusahalah untuk mengucapkan kata-kata yang positif. Ganti kata negatif yang mau kita ucapkan dengan memilih kata yang lebih positif.

Seperti kata sontoloyo tersebut, jika memang kita ingin mengucapkannya maka ganti dengan kata tidak santun misalnya, maka kata santunlah yang direspon oleh otak kita. Otak tidak merespon kata tidak.  Dengan diganti kata 'tidak santun" tersebut itu berarti doa bagi diri kita " Ya Tuhan, Santunkan diriku, Santunkan negeriku, Santukan semuanya". Alangkah indahnya negeri ini jika semua orang santun.

Ketika kita mendengar, membaca berita-berita yang tidak mengenakkan, cobalah tahan diri, jangan ikut menyebarkan. Bukankah kita diperintah untuk menutup aib orang lain? Bukankah kita dilarang untuk menyebarkannya?

Tahanlah diri untuk tidak membagikannya. Kalau kita membaca berita yang negatif, langsung ditutup dan jangan dibaca secara detail. Berita negatif tersebut akan membuat diri kita tidak nyaman. Membuat hati dan perasaan kita terganggu.

Banyak-banyaklah untuk introspeksi diri. Kita koreksi diri kita adakah sifat-sifat negatif itu ada pada diri kita. Bermuhasabah, menghitung kesalahan diri. Jadikan apa yang terjadi di lingkungan kita sebagai pelajaran bagi diri untuk tidak berbuat yang demikian.

Perbaiki diri, tingkatkan diri, banyakin perbuatan baik walau sekecil mungkin. Dengan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan mudah-mudahan akan kembali kepada diri kita, anak keturunan kita. Tidak akan menghianati perbuatan baik tersebut. Kalaupun kita tidak langsung memetiknya insya Allah suatu saat kita akan menikmati hasilnya pada waktu dan saat yang tepat.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun