Mohon tunggu...
dr Puji Elmiasih SpPK
dr Puji Elmiasih SpPK Mohon Tunggu... Dokter - Mahasiswi S2 Hukum Kesehatan FH Univ. Hang Tuah Surabaya

Ka. Instalasi Laboratorium RSUD dr H Koesnadi Bondowoso

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mahalnya Biaya Pendidikan Dokter di Indonesia, Tanggung Jawab Siapa?

19 November 2022   17:54 Diperbarui: 21 November 2022   19:37 1355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan dokter Fakultas Kedokteran. (sumber: Unsplash/Luiz Melendez via kompas.com)

Penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat, yang meliputi pemenuhan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan.

Itu tentu saja sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan tanggung jawab Pemerintah terhadap warganya. 

Dalam rangka mencapai pelayanan kesehatan yang merata di seluruh wilayah Indonesia, maka pasal 16 Undang-undang Kesehatan tersebut menjelaskan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat. 

Kebutuhan sumber daya di bidang kesehatan juga termasuk kebutuhan akan sumber daya manusia (tenaga kesehatan) untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

Pemenuhan tenaga kesehatan ini yaitu dengan menyelenggarakan pendidikan dan/atau pelatihan untuk mencetak tenaga kesehatan yang berkualitas, salah satunya adalah pendidikan dokter yang diharapkan bisa mencetak dokter-dokter yang dibutuhkan dalam upaya kesehatan.

Pendidikan dokter ini merupakan pendidikan formal yang terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesi pada jenjang pendidikan tinggi yang program studinya terakreditasi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi di bidang kedokteran atau kedokteran gigi.

Tujuan dari pendidikan dokter ini salah satunya untuk memenuhi kebutuhan dokter maupun dokter gigi di seluruh wilayah Indonesia, sehingga meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan kedokteran gigi.         

Saat ini sudah berkembang cukup banyak Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan program studi kedokteran/kedokteran gigi dalam bentuk Fakultas Kedokteran (FK) / Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), yang tidak hanya dibuka oleh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tapi juga oleh Perguruan Tinggi Swasta, yang berbentuk Universitas maupun Institut.

Terdapat sekitar 38 Fakultas Kedokteran dari kampus negeri se- Indonesia, dan sekitar 51 dari kampus swasta. Untuk Pendidikan Dokter Gigi, baru sekitar 39 kampus di seluruh Indonesia yang mempunyai Fakultas Kedokteran Gigi. 

Masing-masing perguruan tinggi tersebut berupaya mencapai target mutu yang sudah ditargetkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dalam menyelenggarakan Pendidikan Dokter maupun Dokter Gigi. 

Semakin banyak PTN maupun PTS berupaya memenuhi persyaratan penyelenggaraan program studi kedokteran, sarana prasarana laboratorium maupun Rumah Sakit Pendidikan sebagai sarana penunjang program studi ini.   

Didukung oleh sistem penerimaan mahasiswa yang sekarang ini tidak hanya satu jalur tes, disertai perubahan prosentase kuota mahasiswa yang diterima di masing-masing jalur pemerimaan, mendorong semakin bertambah banyaknya perguruan tinggi swasta yang menyelenggarakan program studi kedokteran ini. 

Sisi positif dari perkembangan ini, tentu semakin membantu upaya Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yaitu tenaga dokter. 

Namun yang menjadi sorotan masyarakat adalah semakin mahalnya biaya program studi (Pendidikan Dokter) ini, yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tidak hanya di PTS tapi juga di PTN, sehingga seolah yang bisa mengikuti program studi ini hanyalah mahasiswa dari kalangan berada. 

Sebenarnya ada beberapa program beasiswa yang sangat membantu pembiayaan kuliah di program studi kedokteran ini, namun masih terbatas peruntukannya yaitu untuk mahasiswa dari keluarga miskin. 

Sehingga berkembang persepsi bahwa yang bisa masuk program studi kedokteran ini adalah mahasiswa dari keluarga kaya dan yang dari keluarga miskin, sedangkan yang dari keluarga menengah, mereka sulit menjangkau pembiayaannya karena terhitung mahal. 

Dalam hal ini masih belum terlaksana amanah secara penuh dari Undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter pasal 33 ayat (3) dan (4).

Mahasiswa dapat memperoleh beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan pertimbangan prestasi dan/atau potensi akademik tanpa kewajiban mengikat dalam rangka memenuhi program afirmasi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk mencapai mutu pendidikan, dalam hal ini pendidikan kedokteran yang bermutu tinggi, diperlukan kelengkapan sarana prasarana maupun kualifikasi tenaga pengajarnya, yang tentunya membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. Hal ini yang menjadi alasan mengapa biaya pendidikan dokter menjadi sangat tinggi. 

Dari tahun ke tahun biaya pendidikan dokter ini semakin mahal, sehingga IDI (Ikatan Dokter Indonesia) beberapa waktu lalu pernah menyurati Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait mahalnya biaya pendidikan dokter. 

Kemudian terkait dengan hal itu, Asosiasi Institusi Pendidikan Dokter Indonesia (AIPKI) meminta Pemerintah memberikan afirmasi terhadap pendidikan dokter agar lebih terjangkau.

Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter, pada pasal 48 ayat (1) menyebutkan bahwa  pendanaan Pendidikan kedokteran menjadi tanggung jawab bersama antara  Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Rumah Sakit Pendidikan, dan masyarakat. 

Maka yang bisa menjadi jalan terbaik untuk mengendalikan biaya pendidikan dokter agar tidak bertambah tinggi adalah mengoptimalkan upaya Pemerintah dalam memberikan bantuan afirmatif baik kepada perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan dokter maupun Rumah Sakit Pendidikan yang menjadi tempat pendidikan profesinya. 

Selain menambah sasaran beasiswa yang tersedia, dukungan Pemerintah untuk menfasilitasi program pendidikan dokter ini sebagaimana pasal 55 dan 56 Undang-undang nomor 20 tahun 2013 ini agar bisa diwujudkan sepenuhnya, di samping peran serta masyarakat.

Saran yang bisa dipertimbangkan juga adalah agar Pemerintah bisa memasukkan klausul tentang batasan seberapa tinggi biaya Pendidikan Dokter yang ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi  ke dalam Undang-undang Pendidikan Dokter.

Atau hal-hal yang bisa memungkinkan biaya tersebut tidak semakin mahal dari tahun ke tahun, dengan harapan Pendidikan Dokter di negeri ini tidak menciptakan dokter-dokter yang berorientasi profit tetapi menjunjung tinggi profesi mulia ('officium nobile").

Tidak hanya itu, menghasilkan para dokter ilmuwan yang bisa memenuhi kebutuhan tenaga medis di seluruh wilayah Indonesia sehingga bisa terwujud tujuan memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun