Mohon tunggu...
Dini Pujiarti
Dini Pujiarti Mohon Tunggu... Penulis - Orang biasa, Indonesia

I Love nature, art, sastra, lingkungan, biologi.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jangan Lupa Kabut Asap dan Kebakaran Hutan Gambut Tahun Lalu

21 Juli 2020   21:28 Diperbarui: 22 Juli 2020   11:31 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hitam dan masam, kadang warnanya merah, apalagi kalau bukan air gambut. Tahu kan gambut itu apa? Menurut Andriesse (1992) dikutip dari buku Pertanian Lahan Gambut oleh Muhammad Noor, Gambut merupakan tanah organik, tapi bukan berarti semua tanah organik disebut sebagai gambut. 

Gambut sebagai lingkungan lahan basah bisa terbentuk karena berbagai material atau bahan organik contohnya daun, batang pohon yang mengalami penimbunan karena lapuk, akan tetapi tidak dirombak sempurna oleh organisme karena kondisi lahan yang basah.

Data kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2019 menunjukan luas areal karhutla adalah  857.756 Ha dan sebagian besar merupakan lahan gambut. 

Penulis masih ingat waktu itu sedang kuliah tentang Restorasi lahan dan kemudian Dosen penulis menyampaikan bahwa kebakaran hutan di Indonesia sudah mengalami penurunan, selang beberapa bulan kemudian kebakaran besar terjadi  dan angkanya lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan sempat Viral video seorang kakek di Kalimantan yang kewalahan memadamkan api dengan peralatan seadanya.

Tumbuhan jelas hilang, habis dimakan api. Banyak juga binatang yang menjadi korban karhutla, photo-photo yang beredar seperti photo Ular, Orang Utan dan binatang lainnya hangus terbakar. Miris melihat hutan habis, sedih melihat binatang banyak yang tidak bisa melarikan diri.

Jangan tanya siapa yang salah? Kalau ada yang bertanya siapa yang salah? Maka yang bertanya itu pun juga salah. Disini bukan tentang salah dan benar, tapi tentang kepedulian atau empati kita sebagai manusia terhadap alam, terhadap bumi tempat tinggal kita. 

Penulis membahas gambut dan karhutla karena ini penting dan orang-orang harus tahu, serta tidak lupa bahwa tahun lalu bencana ASAP terjadi. Banyak yang harus mati karena tidak bisa bernafas.

Harusnya kemarau sudah terjadi sejak bulan April lalu, tapi karena musim sekarang sudah tidak menentu, bisa maju atau bahkan mundur. Bagaimanapun juga hutan gambut menyumbang oksigen untuk dunia. Oksigen itu mahal, tidak heran jika di beberapa negara udara segar itu dijual.

Kenapa sih gambut bisa terbakar? Gambut tidak bisa terbakar sendiri, kalaupun bisa secara alami kemungkinannya kecil. Jadi faktor utama penyebab gambut terbakar menurut LIPI adalah karena memang ada manusia yang sengaja membakar.

Penulis sebenarnya salah satu penduduk di Kalimantan, Penulis sudah beberapa kali tinggal di Negeri Awan maksudnya Negeri Asap. 

Bahkan dulu waktu SMA penulis jalan kaki ke sekolah, dengan jarak pandang kurang dari 1 meter, mana sekolahnya harus lewat jalan raya, untung masih panjang umur, kalau tidak mungkin sudah ditabrak truk, karena jalanan yang tertutup kabut asap. 

Perjuangan sekali untuk ke sekolah, itu tahun berapa ya, penulis lupa. Ada kebiasaan unik di kampung halaman penulis, dimana ketika musim karhutla, bapak-bapak akan pergi ke hutan berapa hari berapa malam, siap siaga takut lahannya terbakar.  Semoga kebiasaan ini tidak terjadi di tahun 2020 ini, cukup jadi kebiasaan lama.

Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terkait karhutla mungkin bisa jadi faktor penyebab kebakaran hutan juga. Masyarakat yang masih menerapkan sistem pertanian lahan berpindah dengan cara membuka lahan baru, dibakar, kemudian ditanami padi, panen, terus pindah tempat lagi, bakar lagi. 

Masih ada loh ini di Kalimantan, walaupun sudah jarang. Tapi ini nih yang bisa membuat kebakaran hutan, terus yang berladang jadi tersangka, di tangkap dan di penjara.

Kasihan sih, soalnya kebanyakan tersangkanya itu tua-tua dan pendidikan serta ekonominya rendah. Sebenarnya mereka hanya menerapkan apa yang diwariskan oleh nenek moyang zaman dulu.

Orang-orang Zaman dulu hidupnya seperti itu juga ladang berpindah, membuka lahan tapi tidak ada yang sampai heboh seperti di zaman ini, mungkin kearifan lokal masyarakat zaman dulu berbeda kali ya dengan kearifan lokal masyarakat zaman sekarang.

Banyak kemungkinan di balik karhutla, pikiran negatif penulis nih, tapi jangan dicontoh ya.. Astagfirullah jangan suudzon, tapi ini hanya opini penulis, bisa saja karhutla terjadi karena ada unsur politik karena ingin menjatuhkan pihak tertentu, atau ada perusahaan-perusahaan besar yang sengaja ingin membuka lahan, tapi perantaranya masyarakat kecil dengan diberi sedikit cuan.

Tapi... ujung-ujungnya masyarakat kecil juga yang kena, yang kesulitan bernafas rakyat kecil, yang di penjara rakyat kecil, yang tertipu rakyat kecil, yang kehilangan lahan rakyat kecil dan yang mati semua bukan hanya rakyat kecil, semua manusia pasti merasakan mati. Tapi kembali lagi, secara alami juga bisa terjadi kan. 

Pesan untuk semua termasuk untuk Penulis, kalau kita masih mau hidup dan bernafas dengan bebas, maka jaga dan lestarikan alam kita. 

Semoga Tahun ini dan Tahun yang akan datang tidak ada lagi bencana asap ataupun kebakaran hutan. Ayo sama-sama kita jaga kelestarian hutan kita, karena semua sudah tahu bahwa Hutan adalah paru-paru dunia. Salam Lestari, Salam Konservasi....!!!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun