Mohon tunggu...
PUJI RAHAYU
PUJI RAHAYU Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

PUJI RAHAYU Mahasiswa PLB '20 UM

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Asistensi Mengajar Sebagai Simulasi Menjadi Seorang Guru

12 Juni 2023   12:53 Diperbarui: 17 Juni 2023   06:38 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara singkat, kegiatan Asistensi Mengajar atau bisa disingkat AM merupakan salah satu program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dilaksanakan oleh Universitas Negeri Malang, di samping banyaknya program MBKM yang ditawarkan. Sebagai mahasiswa dari Departemen Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, saya melaksanakan kegiatan AM tersebut di salah satu Sekolah Luar Biasa(SLB) di wilayah Kota Malang. Bersama keempat teman satu prodi (kelompok saya berjumlah 5 orang).

Nama saya Puji Rahayu, mahasiswa Departemen Pendidikan Luar Biasa angkatan 2020 yang saat ini tengah menempuh semester 6. Saya mengikuti AM sejak dimulainya semester 6 di SLB BCG IDAYU 1. SLB tersebut berlokasi di Perum. Griya Permata Sulfat, Jalan Sekayan, Kav. 3. Bersama kelima teman di prodi yang sama, kami melaksanakan AM tersebut dengan jadwal yang telah ditentukan. Adapun program yang kami susun berkaitan dengan bidang akademik, non-akademik, dan administrasi sekolah.

Selama melaksanakan kegiatan tersebut, banyak sekali pembelajaran yang saya terima. Mulai dari bagaimana menjadi seorang guru, bagaimana administrasi sekolah dapat terlaksana, bagaimana proses kegiatan belajar untuk para siswa dapat berjalan dengan baik dan tentunya menyenangkan bagi mereka. Menjadi pengajar di SLB tak semudah yang dibayangkan. Harus mampu menganalisis kemampuan siswa, perilaku siswa, sehingga strategi yang disusun dapat lebih terstruktur. Jika strategi tersebut belum mampu mencapai tujuan yang diinginkan, maka perlu perubahan strategi dan teknik agar dapat tersampaikan dengan baik kepada siswa.

Ada banyak pengalaman mengesankan selama kegiatan AM di SLB BCG IDAYU 1 ini berlangsung, namun ada satu pengalaman yang tidak dapat saya lupakan. Saat pertama kali diberikan kesempatan oleh guru pamong (guru yang diberikan tugas menjadi pembimbing selama di sekolah) untuk mengajar siswa. Saya diberi kepercayaan untuk berada di kelas 5 SDLB. Kegiatan berlangsung selama beberapa menit dengan baik, meski saya sangat gugup dan sedikit rasa takut. Siswa yang hadir mau belajar bersama sekaligus perkenalan untuk membangun komunikasi.

Setelah itu, salah satu siswa mulai mencari perhatian saya. Guru pamong menjelaskan bahwa siswa tersebut sangat pasif selama berada di kelas. Karena ada orang baru di sekitarnya, ia mulai mencari perhatian dengan caranya. Siswa tersebut adalah down syndrome dan ia belum mampu berbicara. Saya diberitahu agar bisa membedakan antara siswa tersebut sedang berbicara atau meludah, sebab setiap siswa tersebut berbicara akan ada air ludah yang keluar. Serta, siswa tersebut merupakan pindahan dari sekolah reguler, sehingga guru harus mengajarinya cara berbicara dan belajar dari awal.

Saat pembelajaran berlangsung, awalnya siswa tersebut mau mengikuti perintah saya untuk menulis. Saya juga mencoba mengajak berkomunikasi sesuai dengan arahan guru pamong. Karena saat itu saya belum bisa mengerti sifatnya, keinginannya, siswa tersebut mencari perhatian dengan tindakannya. Seperti, mencoret hasil tulisannya, meludahi kertas ketika saya membantunya menulis, menyobek kertas, bahkan memukul saya. Tak hanya siswa tersebut saja, namun siswa lain yang sebenarnya belum mau mengikuti arahan saya karena saya sendiri merasa bahwa pembelajaran tidaklah menyenangkan.

Alhasil, hari itu benar-benar kacau. Saya terus diberi pengertian oleh guru pamong agar mencoba mengendalikan. Beliau menyampaikan bahwa dulu pengalamannya juga tak begitu jauh dengan saya, bahkan lebih sulit. Beliau memberikan masukan-masukan yang sangat berharga. Karena saya belum tahu bagaimana penerapannya, maka hari itu menjadi hari paling berbeda kegiatan AM.

Saya merasa tertekan hingga sampai kos saya tidak bisa berpikir jernih. Guru pamong saya mengirim pesan singkat bahwa itu akan menjadi pembelajaran berharga suatu hari nanti jika saya benar-benar terjun ke sekolah. Agar tidak kaget, begitu nasihatnya. Selama di kos, saya tak berhenti menangis dan terus kepikiran, serta mencari bagaimana pun caranya saya harus bisa menarik dan siswa tersebut terbiasa dengan saya.

Bermodalkan doa, saran dari guru pamong, dan hasil beberapa sumber, saya kembali mendekatkan diri dengan siswa tersebut selama di sekolah. Rasanya sangat menguras tenaga karena siswa tersebut benar-benar aktif. Sampai di siang hari, tenaga dan psikis saya sudah terkuras. Saya tidak sampai meledak, namun pada akhirnya siswa itu tahu saya sudah marah. Dengan pelukan karena ia sendiri lelah pada kegiatan menari hari itu, kami kembali ke kelas bersama.

Hari itulah menjadi awal hubungan kami mulai membaik. Saya mulai memahami dirinya dan siswa tersebut terbiasa dengan keberadaan saya. Meskipun komunikasi kami terkesan sulit karena saya belum mengerti apa yang ia ucapkan.

Dari cerita singkat tersebut, saya jadi paham betapa sulitnya menjadi guru di SLB apalagi pengalaman yang dimiliki sangat mim. Mood siswa di hari-hari tertentu tidak akan pernah sama. Ada kalanya berangkat dari rumah, mood siswa sedang tidak baik, atau ketika di sekolah mood siswa tiba-tiba berubah entah dari kondisi fisiknya, dengan temannya, bahkan dengan gurunya sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun