Mohon tunggu...
Puji Slamet R
Puji Slamet R Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Berusaha menjadi pribadi yang santun dan bertakwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Simfoni Dua Cinta

30 Mei 2014   22:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:56 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


****

Pagi pertama yang kusaksikan di tanah Sumatra. Semburat sinar sang mentari pagi membuncah di ufuk timur sana memancar dengan indah. Subhanallah, betapa hangat sinar sang mentari yang diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala Terasa merasuk ke dalam kalbu bersama aliran udara pagi yang sejuk. Di pagi hari yang damai itu aku menguatkan tekad dan niat untuk bisa meraih sukses di tanah perantauan.

Sejenak aku teringat nasehat Bu Dzakiah guru agama waktu aku masih duduk di bangku SMK.

"Dimanapun kita berada semuanya adalah bumi Allah. Jarak yang jauh tak seharusnya menyurutkan langkahmu untuk merantau selagi muda. Meski harus jauh dengan keluarga, Insya Allah Dia memberi ganti dengan saudara-saudara seiman yang bisa jadi jauh lebih sayang dan perhatian. Namun dengan satu syarat, berjalanlah lurus di jalan Allah dan Rasul-Nya. Jelajahlah dunia dan temukan tanda-tanda kebesaran dan karunia Allah ji...."

Nasehat itu selalu terngiang. Kutulis besar-besar dengan huruf kapital di buku diaryKubaca tiap malam menjelang tidur dan hal itu menjadi salah satu motivasi terbesar dalam hidupku.

***

Pagi itu aku berjalan-jalan di sekitar rumah. Kota Prabumulih tak jauh beda dengan Magelang hanya terletak di cuacanya saja. Jika Magelang adalah kota yang berhawa sejuk maka Prabumulih hawanya lumayan panas kata Mas Asfuri yang menjabat sebagai field manager team.

Tepat pukul 09.00 pagi aku dan juga teman-teman satu tim di ajak Mas Asfuri ke pasar untuk membeli keperluan kerja dan keperluan sehari-hari. Mas Asfuri yang sudah dua tahun bekerja untuk perusahaan dengan senang hati banyak bercerita tengtang pengalamanya dalam mengelola wilayah pemasaran yang dipercayakan perusahaan padanya. Dari cerita-cerita yang dikemukakan pimpinanku itu aku banyak mendapatkan masukan, suntikan semangat dan motivasi. Ah, rasanya sudah tak sabar untuk segera terjun ke lapangan.

Semula aku gak ngeh dengan jika harus bekerja sebagai salesman atau seorang marketing. Apalagi pernah punya pengalaman buruk, tertipu rayuan sales. Barang yang terlanjur terbeli tak sepadan dengan harganya yang tinggi. Sejak saat itu citra salesman nampak buruk bagiku. Sampai suatu ketika penilaianku berubah 180° terhadap salesman. Seminggu sebelum berangkat ke Sumatera direktur utama perusahaan memberi sebuah buku referensi tentang salesman, marketing, dan bisnis. Ketiganya adalah elemen utama sebagai mata rantai dalam dunia bisnis. Buku berjudul Sales Power dan Psychology of Selling karya Bryan Tracy itu telah mengubah cara pandangku dan membukakan cakrawala baru bagiku untuk mewujudkan cita-cita untuk mengeñtaskan kemiskinan yang puluhan tahun membekap keluargaku.

Ada pernyataan yang menarik dari Bu Dzakiah mengenai hal dunia bisnis yang melibatkan sàlesman di dalamnya,

"Andai pàra penjual atau salesman bisa meniru bagaimana junjungan kita Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam berniaga atau berbisnis maka tak ada yang merasa dirugikan. Jangan lupa Ji, Rasulullah itu seorang pedagang yang sukses. Perdagangan adalah warisan dari nabi dan ulama. Jadi kenapa harus malu untuk jadi seorang pedagang. Pesàn ibu jadilah pedagang yang jujur, Insya Allah pintu-pintu rezeki akan terbuka."

Akhirnya selepas pamitan dengan bu Dzakiyah aku tersadar akan satu hal, tidak selamanya apa yang kita sangkakan itu nyata keburukanya. Langkahku kian terasa ringan dan semakin memantapkan hati untuk jadi wiraniaga yang sukses.

***

Senja telah memerah di ujung cakrawala. Lantunan tilawah qur'an dari masjid yang tak jauh dari basecamp tempatku bekerja memanggilku untuk segera bergegas ke masjid. Aku dan Arif adikku berjalan beriringan sambil bertukar cerita.

Pak Sumedi tersenyum menyambut kami. Aku bersyukur karena ada beberapa orang yang datang untuk sholat berjamaah di masjid. Meskipun kebanyakan adalah orang tua yang mengajak anak kecil beberapa dari mereka.

Begitu bedug dibunyikan Pak Sumedi memintaku untuk mengumandangkan adzan maghrib. Semula aku menolak tapi karena desakan dari beberapa jamaah aku melaksanakan perintah itu. Hatiku berdesir karena teringat kebiasaan mengumandangkan adzan di masjid kampung tempat tinggalku nun jauh di Magelang sana. Dimanapun aku merantau alhamdulillah selalu dekat dengan masjid. Aku teringat cerita Ustadz Arwan saat aku pernah merantau dua tahun di Jakarta bahwa beliau menjadikan masjid sebagai titik awal perjuangan. Masjid adalah rumah ibadah yang menghubungkan manusia denga Rab Sang Penciptanya. Masjid memberi spirit tersendiri dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Itu pula yang sudah kubuktikan sendiri wejangan dari ustadz yang mengajar saat aku masih mondok dulu.

***

Selepas sholat maghrib aku dan Arif adikku dijamu di rumah Pak Sumedi yang letaknya hanya dua rumah di depan masjid. Istri beliau Bu Darwati menyambut kami dengan ramah. Apalagi ketika tahu kami sama-sama dari Jawa dengan tujuan merantau.

Untuk kali kedua aku bertemu dengan putri Pak Sumedi. Hatiku kembali berdesir.Subhanallah, dalam balutan busana muslimah yang rapi ia tak kalah anggun dan bahkan lebih anggun dari artis-artis sinetron yang suka mengumbar aurat.

"Silakan diminum kak tehnya..."

Sejenak aku gugup,
"I..iyambak, kasih."
Pak Sumedi dan istrinya tertawa kecil. "Lain dengan di Jawa lho Mas Aji, kalau disini panggilan untuk yang lebih muda "adek" namanya, Jadi panggil saja Ardina dengan "Adek". Dia putri bungsu kami..."

Perbincanganpun semakin akrab dan hangat karena sesekali diselingi canda tawa kecil. Ah rasanya bahagia sekali bisa bertemu dan kenal dengan keluarga Pak Sumedi yang ramah.

***

"Mas...menurtku Mbak Ardina tadi cocok lho buat sampean."

Selepas sholat Isya' dalam perjalanan pulang aku tidak menyangka adikku nyeletuk seperti itu. "Huus...kamu tuh bisa aja dek. Lha mas kan sudah punya Nurhayati?"

Adikku itu hanya mencibir, "Mas boleh cinta setengah mati sama Mbak Nur tapi mas juga harus sadar dengan kenyataan..."

Dadaku terasa sesak. Kenyataan kadang tak seindah yang diharapkan. Cintaku untuk Nurhayati bak kapal yang akan karam oleh terjangan badai.

"Sudahlah dik...aku lagi gak mau ngomongin hal itu..." Ia mengangkat kedua tanganya, "Maaf lho mas, kalau aku sih gak membenci Mbak Nur cuma sakit hati saja dengan perlakuan kedua orang tuanya yang merendahkan martabat keluarga kita. Sebagai adikmu aku ingin mas mendapat pendamping hidup yang tepat. Sayang sama mas dan menerima mas apa adanya dan juga keluarga kita...."

Aku hanya mampu terdiam. Luka hatiku kian menganga lebar. Astaghfirullahal adhim, aku tak boleh membiarkan luka ini terus berlarut-larut menguasai hatiku. Hamba yakin akan kebijaksanaan-Mu ya Rab. Batinku merintih.

***


Hari Ke Tiga....


Inilah hari yang kutunggu. Hari dimana aku akan membuka lembaran baru. Awal bagiku untuk berjibaku di tanah Sumatra. Bekerja sebagai tim pemasaran lukisan relief kaligrafi dari bahan plat kuningan. Dengan banderol harga di atas jutaan praktis sasaran pemasaran produk adalah calon konsumen dengan ekonomi menegah ke atas. Seperti halnya waktu training di kantor pusat yang ada di Magelang sistem order door to door dari rumah-rumah mewah, kantor-kantor, instansi sekolah dan pemerintah adalah kantong-kantong atau target pemasaran produk. Dulu sempat grogi, minder, dan gak pede ketika tahu target pemasaran harus mendatangi tempat-tempat yang terkesan gak ramah. Kantor-kantor besar, rumah-rumah mewah identik dengan penjagaan security. Nah, diawal pelantihan memang hal yang gak mengenakkan aku alami. Ditegur satpam, ditolak mentah-mentah, adalah menu utama tapi Mas Asfuri sebagai leader team membimbing dengan sabar. Menyuntikan semangat dan motivasi seta memberi kiat-kiat tersendiri menghadapi segala problem di lapangan. Hasilnya, luar biasa! Kami tak pernah patah arang dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dalam pekerjaan. Banyak pula ketakutan-ketakutan kami tim pemasaran yang tak terbukti di lapangan. Justru kami kerap kali menemui keajaiban-keajaiban dalam penjualan.

Pagi itu tepat pukul 08.00 WIB. Mas Asfuri memintaku menjadi imam jamaah sholat dhuha. Satu hal yang membuatku bahagia adalah sholat dhuha dijadikan agenda wajib bagi semua tim pemasaran sebelum berabgkat terjuñ ke lapangan.

"Insya Allah jika kita rutin mengerjakan sholat dhuha minimal dua rakaat, Allah Yang Maha Pemberi rizki akan membukakan pintu-pintu rizki dari jalan yang tidak disangka. Mempermudah kita dari segala urusan atau kesulitan. Kita tak cukup hanya berusaha, tapi harus disertai doa dan tawakkal. "

Aku dan rekan setim yang lain manggut-manggut meyakini ucapan leader kami karena memang Allah dan Rasul-Nya telah menjamin keutamaan sholat dhuha yang telah tertuang dalam Al-Qur'an dan Hadist. Yah, memang benar adanya. Mas Asfuri sendiri contoh kesuksesan nyata bagiku. Di usia yang masih muda setelah tujuh tahun malang melintang di dunia pemasaran dia telah mereguk sukses dalam karier, rumah tangga, dan berkecukupan secara materi maupun non materi. Sebuah keinginan terbersit di hatiku. Aku ingin bisa mengikuti jejak kesuksesan leader tim sekaligus kuanggap seperti kakak atau saudara sendiri.

***

Gedung bertingkat tiga itu berdiri dengan kokoh. Atap gedung yang bentuknya seperti buku yang tengah dibuka itu merupakan ikon kota Prabumulih. Sebuah kota administratif yang terletak dua jam perjalanan dari ibukota Sumatera Selatan, Palembang. Gedung yang kumaksud tadi tak lain adalah gedung kantor walikota. Letaknya persis bersebelahan dengan polres Kota Prabumulih.

Dengan mengucap basmalahaku mengajak Arif adikku untuk melangkahkan kaki untuk menjemput rizki yang mungkin saja telah disediakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala di dalam sana. Tugasku hanya menawarkan produk kepada calon konsumen, melobby atasan, atau jika penjualan belum berhasil minimal memperoleh referensi untuk di olah pada lain waktu.

Ada satu keuntungan yang menjadi point tersendiri ketika berani mencari order dengan mendatangi kantor-kantor besar, instansi sekolah atau instansi pemerintahan. Banyak salesmanpemula yang minder atau gak pede jika harus mendatangi tempat-tempat tersebut. Padahal kesempatan mendapatkan order lebih besar. Memang ada satu atau dua kendala yang harus di hadapi para salesman yakniregulasi kantor dan security yang kadang gak ramah atau tidak memberi kesempatan karenasalesman identik dianggap sebagai pengganggu. Namun kendala tersebut masih bisa disiasati. Bukan untuk ditinggalkan begitu saja sehingga seperti yang disampaikan oleh Mas Asfuri itu sama saja membuang kesempatan emas.

Tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Seperti kantor-kantor kebanyakan kantor walikota ini juga diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat umum. Sedari tadi kulihat banyak lalu lalang orang keluar masuk gedung tanpa harus diperiksa satu persatu oleh security sehingga dengan leluasa aku masuk ke dalam gedung.

TAMU HARAP LAPOR

Begitu masuk di aula utama gedung kantor walikota yang megah itu sebuah tulisan pengumuman memberi isyarat bagiku. Tiba-tiba sebuah nama terlintas. Yah aku harus menemui gadis itu. Tadi malam waktu bersilaturahmi ke tempat Pak Sumedi ternyata gadis itu bekerja disini. Ketika aku menyebutkan nama dan ruang kerjanya petugas resepsionist itu dengan senyum ramah menunjukkan pada kami arah menuju ruanganya.

Inilah pertemuan ketiga kami.

***

"Maaf nih dek Ardina kalau kedatangan kami mengganggu waktu dan pekerjaan adek." Gadis yang sangat anggun dalam balutan seragam pegawai muslimahnya itu mengulum senyum.

"Ah idak kok kak, kebetulan hari ini adek idak begitu sibuk, jadi gimana nih...ada yang bisa adek bantu?" Ujarnya. Aku mengutarakan maksud kedatanganku. Gadis itu mendengarkan dengan seksama. Lantas aku mengulurkan sebuah brosur berisi katalog produk-produk perusahaan ketika ia memintanya. Setelah membolak-balik sebentat halaman demi halaman brosur itu ia menyatakan kekagumanya pada nilai seni dan keindahan produk-produk lukisan untuk hiasan dinding itu.

"Apa gak ada contoh barangnya kak?" Tanya Ardina. "Kalau contoh barangnya telah siap sedia di mobil dek." Jawabku.

Ia kembali tersenyum sejurus kemudian aku takjub dengan keajaiban dalam penjualan yang aku dan adikku dapat hari itu. Dengan senang hati Ardina membantu mempresentasikan produk-produk perusahaan kami kepada para karyawan kantor di ruang tempatnya bekerja di bagian administrasi. Saat presentasi produk tak kusangka Ardina sangat cakap, kreatif, dan komunikatif dengan calon konsumen. Proses presentasi berlangsung tidak terlalu kaku, jauh dari kesan formil namun malah berlangsung seru dengan adanya interaksi dari beberapa orang yang menyatakan minat untuk membeli produk-produk perusahaan setelah melihat langsung produk yang ditawarkan. Mas Asfuri tak tinggal diam. Ia turut membantu presentasi, membuat point penawaran dan closing harga setelah deal dengan konsumen. Aku tersenyum lega. Dalam hati aku sangat bersyukur saat menuliskan surat bukti pembelian dan kartu garansi produk. Saat itu ada empat orang yang tertarik membeli. Alamat rumah calon konsumen sudah ditangan. Tinggal sore nanti mengantarkan barang yang sudah dipesan ke rumah masing-masing.

Mas Asfuri menyalami aku dan adikku. Memberi selamat atas penjualan yang kami dapat hari itu. Senyum kegembiraan jelas terpancar di wajahnya. Aku dan adikku tak kalah senang. Kami tak lupa mengucapkan banyak terima kasih pada Ardina. Tanpa bantuanya mungkin hari itu aku dan adikku belum bisa melakukan penjualan.

"Dek Ardina, presentasi adek tadi sungguh hebat. Kami harus belajar banyak nih dari adek. Tak lupa kami ucapkan terima kasih banyak. Tanpa bantuan dari adek mungkin kami akan banyak mengali kesulitan." Gadis itu tersenyum simpul, "Sama-sama kak, kita sama-sama pedagang kok. Disamping sebagai pegawai resmi adek juga bisa sambil berbisnis pakaian batik disini. Bisnis kecik-kecian sih kak. Hitung-hitung bisa untuk nambah penghasilan meskipun sedikit. Maklum pegawai honorer macam adek ni gajinya masih dak seberapo. Kalo lah pegawai negeri sih enak...."

Kami tersenyum mendengar penuturanya. Oh begini to logat bahasa Palembang. Batinku dalam hati. Enak di dengar meski terkadang ada satu atau dua kata yang tidak kumengerti.

Tak terasa Adzan dhuhur berkumandang dari masjid yang berada di area kantor pemerintahan kota. "Oh ya kak...mungkin kito biso kerja samo saling menguntungkan kak. Jadi begini, adek mintak bae brosur produk seperti yang punya kakak tadi. Nah terserah kakak nak njuk persenan berapo samo adek."

Bak ibarat pepatah, pucuk dicinta ulam pun tiba. Mana mungkin aku menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Ketika kutawari traktir makan siang sebagai tanda terima kasih kami ia menggeleng perlahan, "Makasih kak...bukanyo menolak tapi adek lagi puaso."

Subhanallah,
Aku makin kagum padanya.


Selepas sholat dhuhur seluruh anggota tim yang berjumlah 6 orang, 4 orang salesman, 1 sopir dan Mas Asfuri yang bertindak sebagai manager lapangan (Field Manager) beristirahat melepas lelah di serambi masjid. Kami berbagi cerita tentang pengalaman kerja di hari pertama. Alhamdulillah Ridwan dan Tyo yang bertugas ngorder di kantor polres Prabumulih yang bersebelahan dengan kantor walikota juga mendapat orderan.

"Alhamdulillah, rekan-rekan semua semoga ini adalah awal yang baik untuk tim kita. Yang penting kita harus tetap semangat dan pantang menyerah. Hasil kita hari ini adalah berkat usaha kita semua dan berkat pertolongan AllahSubhanahu Wa Ta'ala.Jangan cepat berpuas diri atas hasil yang telah dicapai namun juga tak lupa kita wajib bersyukur atas limpahan rezeki-Nya."


Ucap Mas Asfuri yang serempak kami iyakan.

"Iyaaa mas...!!

Selesai makan siang Mas Asfuri menghampiriku. "Tuh kan bro...apa aku bilang kadang kita takut atau mengkhawatirkan hal yang belum tentu terjadi. Hal itu wajar asal tidak terlalu berlebihan karena dapat mempengaruhi semangat kerja kita. Justru bagaimana kita menyikapi kekhawatiran itu. Dunia niaga jika dijalani dengan tuntunan Rasulullah dan mengambil teladan dari beliau yang merupakan wiraniaga yang sukses pada masanya, Insya Allah berlimpah berkah. Benar adanya bahwa ajaran Islam tentang silaturahmi erat kaitanya dengan kesuksesan sebuah bisnis atau wiraniaga. Terbuktikan dengan kamu kenal dengan keluarga Pak Sumedi dengan senang hati si dia yang cantik mau membantu kamu dan Arif adikmu. Sebuah perusahaan yang besar itu karena adanya faktor relasi bisnis dengan konsep simbiosis mutualisme seperti yang diungkapkan dek Ardina tadi. Orang-orang berjiwa bisnis, jiwa bisnis yang sehat seperti itulah yang dibutuhkan tiap-tiap perusahaan untuk bisa survive."

Aku mengangguk tersenyum dan bisa mencerna apa yang disampaikan Mas Asfuri.

Sisa setengah hari saat itu kami keliling beberapa sudut kota Prabumulih untuk mengantarkan barang pesanan ke rumah konsumen.

Dalam perjalanan pulang dari balik kaca jendela mobil Aku tersenyum menatap ke arah mentari senja yang perlahan terbenam. Ah senja yang indah dan hari yang penuh berkah.

***

Bip.
Sebuah pesan singkat masuk. Hampir aku terlonjak kegirangan mengetahui siapa si pengirim pesan. Ternyata dari Ardina. Kami siang tadi sempat bertukar nomor telepon.

"Assalammualaikim kak, udah pulang belum nih?"

Lantas kujawab singkat pula. "Waalaikumsalam....alhamdulillah sudah dek. Gimana dik?" Balasan datang pula secepat kilat. "Gimana dengan tawaran adek tadi soal kemungkinan kerja sama yang saling menguntungkan. Hehe..." Wah ternyata Ardina orang yang supel, suka berterus terang dan humoris. Batinku dalam hati.

"Insya Allah bisa dik...kalau begitu kapan kita bisa membicarakanya lebih lanjut?" Begitu selesai mengetikkan kata-kata tersebut setelah di layar ponsel tertera message sent, kembali balasan datang dari Ardina. "Ehm...terserah kakak tuhlah bisanya kapan. Hehe...oh iya tadi bapak nanyain kok kakak gak jamaah di masjid?"

Aku tersenyum. "Kakak baru nyampai rumah jam setengah delapan tadi jadi kami mampir sholat dalam perjalanan tadi. Alhamdulillah hari ini kami dapet orderan banyak jadi sampai menjelang isya' tadi baru selesai mengantarkan pesanan konsumen."

Sebuah balasan datang lagi. "Wah selamat ya kak...mana nih bonusanya?hihi...ndak kok kak adek becanda. Oh ya pesan bapak sama ibu besok kakak harus yang jadi muadzinsholat shubuh...."

Subhanallah.
Entah kenapa aku merasa sebahagia ini mendapat perhatian yang tulus dari keluarga Pak Sumedi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun