Punya anak doyan jajan bukan perkara gampang. Kalau orang kaya sih nggak mengapa. Tapi kalau kaum papa, anak doyan jajan itu bikin pusing kepala.
Bagaimana tidak, pengeluaran tiap hari pasti akan membengkak. Bayangkan saja, kalau satu anak jajan Rp10.000 perhari saja, sebulan sudah Rp300.000 uang yang dihabiskan. Itu kalau cuma anak satu. Kalau dua, tiga apalagi empat, ya tentu bikin kepala orang tua penat.
Saya sendiri mengalami. Anak saya yang masih TK, doyan banget jajan. Dalam sehari, dia bisa dua sampai tiga kali pergi ke warung atau menghadang penjaja makanan keliling untuk membeli camilan. Awalnya sih saya dan istri tak begitu merisaukan. Tapi lama-lama, ngelus dada juga.
Bukan hanya soal borosnya pengeluaran. Banyak penganan yang dibeli anak bukan jajanan sehat. Seringkali anak saya flu dan batuk saat beli es sirop di warung tetangga. Pernah juga, dia sempat diare dan harus dibawa ke rumah sakit.
Masalah tak hanya sampai di situ. Istri saya sering uring-uringan saat menyuapi si kecil makan. Karena sudah makan jajan, makanan utama kerap tak dipedulikan. Padahal sebagai anak kecil, kita tentu tahu kalau anak kita butuh asupan gizi yang tepat.
Akhirnya saya dan istri sepakat, untuk mengerem hobi anak yang doyan jajan itu. Awalnya berat, tapi lama-lama anak saya sudah terbiasa.
Cara pertama yang saya lakukan adalah berani berkata 'tidak' saat anak minta uang jajan. Kalau biasanya anak jajan sampai tiga empat kali, saya mulai melatihnya hanya jajan sekali dalam sehari.
Seperti anak kecil lainnya, pasti akan timbul perlawanan dari mereka. Mulai merengek, menangis sampai tantrum sejadi-jadinya.
Di sinilah letak komitmen kedua orang tua. Jangan sampai, didikan awal ini gagal hanya karena salah satu kasihan pada anak dan menjadi pahlawan kesiangan dengan memberi mereka uang jajan. Komunikasikan juga dengan orang tua atau mertua, jika mereka tinggal serumah dengan kita. Jangan sampai kita dicap tak sayang anak hanya karena tak memberi uang jajan.
Biarkan anak menangis atau tantrum ketika uang jajannya kita kurangi. Sambil perlahan-lahan, kita berikan edukasi pada anak kita tentang bagaimana berhemat dan menghindari sifat boros. Berikan contoh-contoh sederhana, dan ceritakan tentang kisah-kisah orang boros yang banyak di buku dongeng.
Setelah uang jajan berhasil dikurangi, tips selanjutnya adalah ajari anak kita menabung. Kalau saya, uang hasil pengurangan jajan anak kami simpan di tabungan khusus. Bentuknya dipilih yang lucu-lucu, sesuai karakter kesukaan si buah hati.
Setelah beberapa waktu, tabungan itu dibuka di hadapan anak untuk melihat hasilnya. Uangnya bisa saja sebagian untuk beli mainan sebagai hadiah karena dia telah berubah. Tentu, sebagian lainnya bisa untuk keperluan anak sekolah.
Cara kedua yang bisa dilakukan adalah dengan mengajak anak buat aneka penganan sederhana di rumah. Mulai Papeda, cilok, pisang plenet, donat, es krim, kue dan aneka makanan lainnya. Ajak anak terlibat dalam pembuatan makanan itu. Selain memberikan edukasi, anak akan semangat makan hasil karyanya sendiri.
Tips selanjutnya adalah dengan membiasakan anak makan di rumah sebelum bepergian. Dengan perut yang sudah kenyang, anak biasanya enggan untuk beli jajan.
Atau bisa juga sebenarnya, setiap mengajak anak berlibur ke tempat-tempat pariwisata, biasakan bawa bekal dari rumah. Selain menghemat, cara ini bisa bikin keluarga kita makin asoy. Bayangkan saja, makan bersama anak istri di tengah sawah, di lembah atau kemah di atas bukit. Tentu itu jadi hal yang menarik.
Kalau anak sudah masa sekolah, biasakan ia membawa bekal dari rumah. Belikan tempat bekal yang lucu-lucu, jadi biar anak pede membawanya ke sekolah.
Cara terakhir yang harus dilakukan adalah memberikan contoh yang baik pada anak. Sering terjadi, orang tua melarang anak jajan, tapi dianya sendiri malah senang jajan. Mulai hal sepele, malas masak pesan makanan dari luar. Tiap hari, ada paketan barang datang ke rumah. Kalau anak melihat itu, bisa jadi mereka akan meniru. Wong bapak ibu aja jajan terus, masa aku enggak? Begitu.
Tips ini tentu tak bisa jadi patokan. Karena semua orang tua, tahu bagaimana mendidik anak-anaknya. Tapi setidaknya, cara ini berhasil pada anak saya dan mungkin juga bisa dipraktikkan pada anak-anak anda. Jadi, silahkan mencoba! Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H