Mohon tunggu...
Pujakusuma
Pujakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - Mari Berbagi

Ojo Dumeh, Tansah Eling Lan Waspodho...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tujuh Tahun Dipimpin Ganjar, 319.694 Rumah Tak Layak Huni Direnovasi

17 April 2021   23:17 Diperbarui: 18 April 2021   00:02 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar ngobrol bareng mbah Banget,70, salah satu penerima program renovasi Rumah Tak Layak Huni. Dok Radarsolo


Memiliki rumah yang nyaman merupakan impian setiap orang. Tak perlu mewah, asalkan bersih dan sehat. Bisa melindungi dari terik mentari, serta tak basah saat hujan.

Tapi tak semua orang bisa mewujudkan salah satu kebutuhan pokok itu. Apalagi kalau bukan karena faktor ekonomi. Alhasil, jutaan manusia masih tinggal di rumah yang tidak layak huni.

Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang memiliki problem itu. Hampir 1,5 juta masyarakatnya, masih tinggal di rumah-rumah sangat sederhana. Kadangkala, satu ruangan yang disebut rumah itu memiliki beragam fungsi. Jadi tempat tidur, ruang tamu sekaligus tempat menanak nasi.

Akan tetapi kondisi itu terus diperbaiki. Perlahan namun pasti, rumah-rumah yang tak layak huni di Jateng direnovasi. Anggaran dari negara dikucurkan, ditambah pembiayaan dari CSR perusahaan. Setiap tahun, puluhan ribu warga bisa bernafas lega dengan adanya program ini.

Di bawah kepemimpinan Ganjar Pranowo, persoalan utama masyarakat terkait tempat tinggal yang layak ini memang menjadi program prioritas. Sejak 2013 hingga 2020 saja, sudah ada 319.964 unit rumah tidak layak huni direnovasi.

Program itu pasti akan terus digenjot Ganjar, di sisa masa jabatannya yang tak lebih dari tiga tahun lagi. Mengingat sampai saat ini, masih ada banyak warga yang kesulitan mengakses kebutuhan dasar satu ini.

Kalau dilihat dari data, capaian Ganjar ini jauh lebih bagus dibanding Gubernur Jateng sebelumnya. Misalnya di era kepemimpinan Bibit Waluyo 2008-2013. Dalam data BPS menyebutkan, Jateng hanya mampu melakukan pemugaran terhadap 3.438 unit rumah saja.

Rincianya pada 2008 dan 2009 masing-masing 400 unit, 2010 sebanyak 1.315 unit, 2011 turun jadi 625 unit dan di akhir masa jabatannya, Bibit hanya merenovasi 698 unit rumah saja.

Prestasi ini tentu menjadi catatan tersendiri bagi Ganjar. Namun sayang, banyak masyarakat khususnya lawan politik yang menilai Ganjar belum bekerja untuk kepentingan rakyatnya.

Itu baru dari sisi renovasi rumah tidak layak huni. Padahal selama tujuh tahun memimpin, banyak program lain yang digeber pria berambut putih ini.

Misalnya dalam hal penyambungan listrik bagi masyarakat tidak mampu. Sejak dipimpin Ganjar, sebanyak 42.342 rumah mendapatkan sambungan listrik gratis dari pemerintah.

Rinciannya, di tahun 2020 terpasang 15 ribu unit, tahun 2019 terpasang 14.250 unit. Di tahun 2018 terpasang 4.754 unit sambungan listrik terpasang. Di tahun 2017 terpasang 6.163 unit, tahun 2016 terpasang 1.075 unit, tahun 2015 terpasang 1.000 unit sambungan dan di tahun 2014 terpasang 100 unit sambungan listrik.

Program fisik lain yang selesai digarap Ganjar diantaranya sektor infrastruktur. Dengan programnya Jateng Bebas Lubang, disokong aplikasi Jalan Cantik, Ganjar mampu menyulap jalan di Jawa Tengah menjadi 90,2 persen dalam kondisi baik.

Masih banyak pembangunan fisik yang dikerjakan suami Siti Atikoh ini. Tapi yang paling membanggakan adalah, Ganjar mampu merubah Jawa Tengah menjadi provinsi yang bersih dari korupsi. Berkali-kali, Jateng dinobatkan sebagai provinsi terbaik pengelolaan gratifikasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tak ada lagi urusan setor-menyetor pejabat di lingkungan Pemprov Jateng lagi. Pungli gratifikasi disikat, urusan pelayanan publik dipersingkat. Mudah, murah dan cepat. Itulah dasar yang diletakkan Ganjar dalam urusan pelayanan masyarakat.

Pembangunan sumber daya manusia inilah yang sering luput dari pantauan publik. Publik masih tertarik dengan gaya-gaya kolonial. Dimana seorang pemimpin dianggap sukses apabila karyanya di mana-mana. Karya yang bisa dilihat oleh sepasang mata. Bukan pembangunan yang bersifat kualitatif dan mengarah pada sumber daya manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun