Mohon tunggu...
Pujakusuma
Pujakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - Mari Berbagi

Ojo Dumeh, Tansah Eling Lan Waspodho...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gandeng Ponpes dan Kampus, Cara Ganjar Tangkal Radikalisme Kalangan Pelajar

5 April 2021   07:06 Diperbarui: 5 April 2021   07:19 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar dan Mbah Munif berdialog disela diskusi penyusunan kurikulum antiradikalisme dan intoleransi oleh Forum Cinta Tanah Air. Dok halosemarang.id

Ibarat ilalang, mengatasi terorisme tak cukup dengan memangkas daun dan batang. Sesering apapun ilalang dibabat, ia akan tetap tumbuh subur selama akar masih menancap.

Teroris tak akan sirna jika paham radikalisme dan intoleransi masih mengakar. Menangkap dan menghukum pelaku teror memang penting. Namun mempersempit ruang gerak penyebaran paham radikal pada generasi bangsa jauh lebih utama.

Baru-baru ini, kita dikejutkan dengan aksi sepasang pengantin yang meledakkan dirinya di depan gereja Katedral Makassar. Selang beberapa hari, seorang perempuan melakukan aksi solo vs squad di Mabes Polri yang dijaga ketat. Alhasil, ketiganya mati sia-sia.

Yang cukup mencengangkan adalah, pelaku-pelaku teror itu berusia masih sangat muda. Di bawah 30 tahun. Pelaku bom gereja Katedral Makassar, Lukman, usianya baru 26 tahun. Sementara pelaku penembakan di Mabes Polri, Zakiah Aini pun sama. Usianya masih 25 tahun saja.

Jauh sebelum kisah Lukman dan Zakiah, ada juga anak-anak muda yang melakukan aksi nekat yang sama. Kita tentu tak lupa, dengan bom bunuh diri di Hotel Ritz-Carlton pada 2009 lalu, dua pelakunya yakni juga masih belia. Nana Ikhwan Maulana masih berusia 28 tahun dan temannya, Dani Dwi Pernama bahkan masih belasan tahun. Tepatnya 18 tahun.

Miris!

Mereka anak-anak muda generasi bangsa. Jika tak mati dan tak tersesat dalam lembah gelap terorisme, anak-anak itu mungkin kini menjadi bagian penting dalam pembangunan kita. Sayang karena salah pergaulan, mereka harus meregang nyawa di usia belia.

Lalu ini tanggung jawab siapa?

Pemerintah harus berlapang dada. Mau tidak mau, negara mesti mengakui bahwa aksi-aksi terorisme yang dilakukan anak muda adalah kesalahan mereka.

Banyak faktor yang jadi penyebabnya. Satu diantaranya adalah pendidikan yang mudah disusupi oleh aktor-aktor intelektual radikalisme dari berbagai negara.

Berkali-kali. Tidak hanya sekali, negara kecolongan adanya penyebaran paham radikalisme dan intoleransi di dunia pendidikan. Buku ajar yang mengajarkan kebencian, guru yang menyesatkan, hingga murid yang gemar mengkafirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun