Mohon tunggu...
Pujakusuma
Pujakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - Mari Berbagi

Ojo Dumeh, Tansah Eling Lan Waspodho...

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Warning untuk Perusahaan Pencemar Bengawan Solo, Deadline Ganjar Tinggal Tiga Bulan!

20 September 2020   08:19 Diperbarui: 20 September 2020   08:24 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat berkunjung ke Bengawan Solo, saya bertemu dengan seorang kakek. Hartono namanya. Meski usianya sudah 70 tahun, namun ia tetap kuat mencangkul tanah di bibir sungai terbesar di pulau Jawa itu.

Bajunya nampak basah oleh peluh, namun ia tetap tersenyum menyambut kedatangan saya. Saya yang ditugasi untuk meliput soal pencemaran Bengawan Solo, beruntung bisa bertemu mbah Hartono, pagi itu.

Bagaimana tidak, cerita masa kecilnya tentang sungai ini menarik untuk diulas dan menjadi berita features yang ciamik. Ceritanya tentang keindahan Bengawan Solo tempo dulu, memang seindah lagu yang dinyanyikan Gesang.

Mbah Hartono mengisahkan, dahulu saat kecil, ia bersama teman sepermainanya, kerap ciblon di sungai itu. Airnya yang bersih, jernih, membuat mbah Hartono mau berlama-lama berenang, tentu tanpa sehelai benang di badan. Saking jernihnya, ucap mbah Hartono, sampai-sampai ikan malu untuk bercumbu karena terlihat olehnya. Begitu kisahnya.

Tapi kondisi itu kini sudah tak nampak. Di usianya yang sudah 70 tahun, ia hanya bisa menceritakan kisah manisnya itu ke anak cucu. Sungai tempatnya mandi, kini menghitam airnya akibat pencemaran lingkungan.

Pabrik-pabrik yang berdiri kokoh di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo, dengan congkakknya membuang limbahnya ke sungai. Belum lagi, industri kecil rumahan dan peternakan babi juga ikut bermunculan, tak hanya membuat air menghitam, tapi juga bau yang tak sedap.

"Tahun 80an, airnya sangat jernih. Tidak seperti sekarang, mau cuci tangan saja sudah tidak tega," keluhnya.

Mbah Hartono mungkin contoh kecil yang bisa menggambarkan bagaimana masifnya kerusakan daerah aliran sungai Bengawan Solo. Sampai saat ini, kisah kelam itu masih terjadi. Padahal, ada ribuan orang, bahkan mungkin jutaan, yang mengandalkan hidupnya dari air sungai itu. Miris.

Namun ada secercah harapan bagi mbah Hartono dan masyarakat di sekitar Bengawan Solo lainnya. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, adalah pemantik dari harapan itu. Dengan ketegasannya, ia mencoba membenahi kerusakan di Bengawan Solo agar kembali jernih.

Langkah-langkah untuk mewujudkan harapan itu sudah nampak jelas. Awal yang dilakukan Ganjar, adalah menerjunkan tim untuk mencari siapa pencemar Bengawan Solo. Setelah ketemu, ia dengan tegas memanggil sejumlah pengusaha besar dan juga industri kecil yang terbukti melakukan pencemaran.

Awalnya, tentu mereka tidak mengaku. Namun setelah ditunjukkan bukti-bukti di lapangan, mau tidak mau mereka mengakuinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun