Money cannot eradicate poverty, only education can.
-Mf Moonzajer
Akhir pekan lalu aku tak sengaja berkenalan dengan seorang bapak-bapak di taman. Aku duduk di gazebo taman, dan di depan kami berkumpul segerombolan anak-anak yang kalau dilihat dari perawakannya masih usia Sekolah Dasar. Anak-anak tadi berkumpul, namun sibuk dengan gawai masing-masing. Satu hal yang membuat aku tertarik dengan Bapak ini, sebut saja Namanya Pak Ahmad (bukan nama sebenarnya), di tangannya, beliau memegang sebuah buku cerita anak-anak. Aku coba sapa dan mencoba berkenalan.Â
Ternyata, ia tengah menemani cucunya yang bermain sepeda di taman sore itu. Ada sebuah pernyataan beliau dan aku cukup tertarik. "Saya itu merasa khawatir Mbak, anak-anak sekarang itu sedikit sekali yang enggan membaca sendiri. Bahkan, sebuah cerita sederhana saja perlu untuk diceritakan. Cucu saya contohnya, kemarin ujian dari rumah, soal ujiannya berbentuk soal cerita malah Mamanya yang bantu membacakan dan menjelaskan. Anak sekarang kebanyakan ya seperti itu (sambil menunjuk segerombolan anak di depan kami) termasuk cucu saya."
Aku hanya manggut-manggut diawal, sampai pada akhirnya ingatanku menjelajah sebuah tulisan yang aku baca berkenaan dengan sebuah fenomena pendidikan Indonesia yang terjadi saat ini yaitu learning poverty. Aku coba untuk bertanya kepada Pak Ahmad tentang usia cucunya dan beliau mengatakan 11 tahun.Â
Iseng juga aku tanya usia anak-anak yang ada di depan kami dan rata-rata usia 9-12 tahun. Aku coba tanya lagi ke mereka, apakah suka baca buku atau tidak dan jawabannya merata, TIDAK.Â
Aku berpandangan dengan Pak Ahmad, dan kami lanjut mengobrol berdiskusi mengenai isu learning poverty yang aku ketahui dan pengetahuan di lapangan yang diketahui oleh Pak Ahmad. Ternyata, Pak Ahmad adalah seorang guru SD dan akan segera pensiun.Â
Learning poverty sendiri merupakan kondisi dimana anak tidak mampu untuk membaca dan memahami sebuah cerita sederhana. Â Angka putus sekolah pada tingkat sekolah juga masuk dalam aspek learning poverty. Kenapa kemudian isu learning poverty ini penting untuk dibahas dan kamu ketahui? Well, kalau kamu penasaran, aku sarankan untuk membaca tulisan ini hingga selesai agar kamu mendapatkan Insight atas apa yang aku bagikan.
Bank Dunia mengemukakan data dimana sebanyak 53% anak-anak di negara dengan penghasilan rendah dan menengah sedang mengalami learning poverty. Termasuk Indonesia, meskipun sudah masuk kedalam jajaran negara G20 atau masuk dalam golongan negara menegah, namun kondisi pendidikan di negara kita masih berada dalam zona kuning. Hal ini bermakna masih terdapat ancaman kemampuan siswa dan tenaga kerja di masa depan apabila dibiarkan begitu saja. Indonesia sendiri memiliki cita-cita besar yaitu menyongsong generasi emas 2045, namun apabila angka learning poverty di Indonesia tidak segera ditekan, maka tentu saja akan cukup sulit untuk mencapai cita-cita tadi.
Apakah Indonesia tidak menyadari kondisi seperti ini? Dan jawabannya adalah tidak. Dilansir oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdasarkan data Indonesian National Assesment Programme diketahui bahwa jumlah siswa di tanah air yang memiliki kemampuan membaca dengan baik hanya sebesar 6%.Â