Kemudian, bisa juga ia melakukan klaim bahwa ia adalah orang yang patut dihormati bila konteksnya keagamaan, menobatkan diri sebagai seorang nabi seperti beberapa fenomena yang sempat kita ketahui juga dulu dimana muncul beberapa orang yang mengaku sebagai nabi sedangkan kita tahu kalau itu palsu.Â
Melihat pada fakta yang ada, Delusion of grandeur ini sebenarnya sudah masuk dalam kategori gangguan kejiwaan akut. Hal ini bahkan sudah lebih parah daripada bipolar dan skizofrenia. Seseorang yang mengalami delusi ini biasanya telah lebih dulu menderita penyakit jiwa lain, hanya saja penanganan yang terlambat membuat ia semakin parah, berlanjut pada berbicara sesuatu yang tidak pernah ada. Saat jiwanya semakin terguncang, orang ini akan membentuk dunianya sendiri dan berkhayal macam-macam. Jika sudah sangat parah, delusion of grandeur sangat sulit untuk disembuhkan.
 IDNTimes.com,  melansir bahwa para psikiatri harus terlebih dahulu mengenali lebih dalam mengenai kasus yang diderita oleh penyandang delusion of grandeur. Para ahli juga penting untuk mengenal mana yang merupakan harapan, mana yang bualan semata. Dari rangkaian diatas, para penderita akan diberi obat anti-depresan agar depresi yang sebenarnya dialami menjadi berkurang.Â
Sebagaimana biasanya orang yang terkena gangguan kejiwaan, ia membutuhkan dukungan dari orang terdekat dan penanganan yang serius dari profesional. Sayangnya, kita sendiri masih sangat awam dalam memahami hal seperti ini. Banyak dari kita yang cenderung bersikap apatis dan denaying apabila hal ini terjadi pada orang-orang yang dekat dengan kita atau kita kenal. Pemakluman atas gejala yang muncul juga terkadang memperparah kondisi kejiwaan dari si penderita.Â
"Ah udahlah, dia juga biasa kayak gitu kok. Suka halu, berkhayal diluar nalar, dan lain-lain"
Kalimat seperti diatas sama sekali bukan bacaan yang bijak dan tepat untuk keluar ketika berhadapan dengan orang yang mengalami delusion of grandeur ini. Namun, aku berbicara seperti ini bukan kemudian juga menyuruh kamu untuk mempercayai dan mendukung atas kebohongan khayalan dari penderita delusion of grandeur itu sendiri, namun setidaknya kamu bisa menempatkan diri dan menanggapi dengan bijak ketika menemui seseorang yang mengalami delusion of grandeur.
 Disamping itu, yuk kita jaga kesehatan mental kita dan orang-orang di sekitar kita dengan selalu mengonsumsi informasi positif dan bisa memanajemen diri itu untuk selalu berada dalam pikiran dan lingkungan yang positif. Semoga tulisan ini bermanfaat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H